webnovel

Part 4

     Sinar matahari pagi menyinari wajahnya. Kehangatan menjalar ke seluruh tubuhnya. dari balik selimut yang menutupi hampir seluruh tubuhnya, ia tersenyum dengan matanya yang masih tertutup rapat. Rambut blonde panjangnya terlihat berantakkan, beberapa helai menutupi wajah manisnya. Dapat ia hirup aroma kopi di kamarnya itu. Juga suara anak kecil yang tengah tertawa diiringi suara berisik dari siaran televisi.

"Tunggu!" ia tersentak kaget. Matanya melotot menatap langit kamarnya. "ini bukan kamarku!" erangnya dalam hati. Masih berbaring, menyibak selimutnya. Dilihatnya tubuhnya yang mengenakan kemeja putih yang kebesaran. "ini juga bukan pakaianku!" dengan gerakkan cepat duduk dari tidurnya. Ditepi tempat tidur, mengamati kamar itu. "dimana aku?!!!!" meringis panik. Kembali didengarnya suara tawa seorang anak. Mencoba meyakinkan dirinya, melangkah keluar dari kamar itu. "kenapa aku merasa pernah kesini?" melewati koridor yang dipenuhi dengan rak berisikan banyak piagam. Dan diujung koridor, sebuah ruangan yang luas, ruang keluarga dan dapur yang menjadi satu. Dengan mata bulatnya, kembali melotot menatap tontonan yang ada dihadapannya.

"Oo? Appa, dia sudah bangun!" seru seorang gadis kecil, menunjuk kearah Yoona yang tengah berdiri di sudut ruangan itu, menatap mereka tak percaya. dilihatnya, pria yang baru saja dipanggil appa, tengah menoleh padanya. Mendadak lututnya melemas. Pria tampan itu menatapnya tak bersahabat. Seakan penuh amarah yang tertahan.

Apa yang sebenarnya telah terjadi?!!!! Batinnya siap menangis. 

<<<Flashback

     Duduk santai berdampingan dengan Sora di sofa empuk apartemen itu. Duduk menghadap layar televisi yang tengah mempertontonkan aktifitas anak-anak artis Korea. Ayah dan anak itu sama-sama tertawa ketika melihat aksi lucu dari tontonan itu. Sora menikmati cemilannya setelah baru saja selesai menyantap makan malamnya. Dan Sehun tengah menyeruput kopinya yang merupakan gelas keduanya.

"Appa, ini gelas terakhirmu, mengerti?" peringatan dari Sora yang selalu mengingatkannya untuk mengurangi mengkonsumsi kopi. Sekilas Sora terlihat lebih dewasa dibandingkan dengan teman-temannya disekolah. Hal biasa bagi anak-anak yang tak ber-Ibu.

"Ne.. Arrasoyo.." jawab Sehun berusaha terlihat imut dan berhasil membuat Sora tertawa karenanya.

"Appa, kapan aku bisa memiliki seorang ibu?" mendadak membuat Sehun tersedak dan langsung meletakkan cangkirnya.

"Ee?" dilihatnya wajah polos anaknya itu.

"Aku sudah tidak sabar untuk menyebut eomma." ujar Sora. Sekilas ia merasa sedih melihat putrinya itu.

"Sora-a, kau.."

Ting Tong.. Ting Tong..

     Perkataannya terhenti dikarenakan bunyi bel apartemennya. Mata Sehun dengan cepat melirik jam dinding, bukan waktu yang pantas untuk seseorang berkunjung. Pada saat itu sudah sangat larut. Dan tidak mungkin jika Henry yang datang, karena dokter itu baru saja dari apartemennya. Juga tidak mungkin orangtuanya, mereka akan menghubunginya jika akan mengunjunginya. Lalu siapa?

     Meninggalkan Sora di sofa. Terus memikirkan itu, Sehun mulai melangkah menuju pintu. Sebelum itu ia mencoba melihat dari monitor yang terdapat tidak jauh dari pintunya, yang terlihat hanya dinding. Mungkin orang iseng. Pikirnya dan kembali ke sofa. Ting Tong.. Ting Tong.. belnya kembali terdengar. Mendengus menahan kesal. Perasaan sudah tidak tenang. Dengan cepat kakinya melangkah ke hadapan pintu. Tanpa ragu, Sehun langsung membuka pintu apartemennya.

"Kenapa kau lama sekali! Aku sudah menunggu lama! Apa kau tidak pikir betapa lelahnya aku?" gadis itu memukuli tubuhnya.

"Yak.." hendak memarahinya, tapi ketika itu Sehun menyadari sesuatu. Aroma alkohol tercium kuat dari tubuh gadis itu dan jika diperhatikan, gadis itu sudah tidak menyadari perbuatannya. Ya, benar sekali. Gadis itu sudah mabuk.

"Aku haus, berikan aku minum." gadis itu mencoba masuk, tapi ditahan oleh Sehun.

"Jangan masuk." kata Sehun menghalanginya.

"Aku haus!" teriaknya. Dapat dipastikan tetangga pria itu pasti mulai terusik akan keributan yang gadis itu perbuat.

"Pergilah.." berusaha menolaknya dengan baik.

"Yak! sudah aku katakan, aku haus! Berikan aku minum.." dan mulai berakting dengan aegyonya yang lumayan imut. Sadar bahwa gadis itu tengah mabuk, Sehun tetap menolaknya. Sehun hendak menutup pintu apartemennya, tapi entah dapat kekuatan dari mana, gadis itu menarik pintu itu lalu mendorong tubuhnya dengan kuat hingga berhasil menerobos masuk kedalam apartemennya.

"Y-yak!" segera mengejar gadis itu yang kini tengah meringkuk di lantai dapur. "kau sedang apa?" tanya Sehun yang tengah melangkah menghampirinya. Dilihatnya, gadis yang berparas cantik itu tengah tersenyum mengamati lantai rumah itu. "jogiyo.." terus berusaha menegurnya, tapi tak juga dihiraukan.

"Kenapa lantai rumahmu terbuat dari kaca? Jika begini aku dapat melihat pantulan diriku dari lantai." ujarnya yang mulai melantur. "omo! Celana dalamku juga dapat terlihat!" ia berdiri dan langsung menghadap Sehun yang sudah berdiri disampingnya. Menyilangkan kedua kakinya dengan rapat. "kau pasti sengaja! Apa kau mau mengintip celana dalamku? Hah!" raut wajah Sehun semakin terlihat kesal. Ia sudah sangat bersabar.

"Sebaiknya kau pergi sebelum aku memanggil pihak keamanan dan kau.." dan gadis itu muntah.

"..." tak bisa berkata. Jengkel bukan main. Entah sudah sadar atau tidak, gadis itu berlari lalu masuk kedalam toilet. Tinggallah Sehun disana dengan sisa kotoran itu. Tidak mampu membiarkan kotoran itu disana, dirinya yang termasuk pembersih langsung bergerak cepat untuk membersihkannya.

     Sudah setengah jam sejak gadis itu masuk kedalam toilet. Tapi hingga sekarang gadis itu tidak juga keluar dari sana. Bahkan Sehun sudah selesai membersihkan dapurnya dari kotoran itu. Mondar-mandir di dapurnya memikirkan apa yang tengah gadis itu lakukan didalam toiletnya. Ia tidak akan bisa tenang sebelum gadis itu keluar dari apartemennya. Sejenak ia menyadari sesuatu, ia tak mendengar suara Sora. Cepat-cepat ia melangkah menghampiri anaknya itu. Ternyata Sora sudah tertidur di sofa. Brukk! Terdengar suara benda terjatuh dari arah toiletnya, sontak ia langsung berlari kesana.

     Dilihatnya pintu toiletnya yang tertutup rapat. Berniat masuk, tapi itu tidak sopan. Mencoba memanggil gadis itu, tidak ada jawaban. Mengetuk pintu itu, juga tidak ada jawaban. Kembali mendengus. Meyakinkan dirinya, bahkan mengangguk setelah berdebat dengan pikirannya sendiri. Dengan penuh pertimbangan, tangannya bergerak mendorong pintu toilet itu. Terlihatlah olehnya, Yoona yang tengah duduk diatas jamban. Bersandar pada dinding dengan matanya yang tertutup rapat. Jelas sekali, gadis itu sedang tidur.

     Mengacak pinggang mengamati tingkah gadis itu. Apa yang harus aku lakukan? Pikirnya. Tidak mungkin jika ia membawa Yoona keluar dari apartemennya, jika ada yang melihatnya bersama seorang wanita, pastinya akan timbul berita buruk tentang dirinya. ditambah Yoona dalam keadaan mabuk seperti itu, dia benar-benar dalam masalah. Memilih meninggalkan gadis itu disana, melangkah menuju dapur. Meneguk segelas air putih, mencoba untuk tenang. Ketika itu, tepat disaat ia menoleh ke dinding kaca apartemennya. Hujan turun perlahan hingga semakin deras. Seakan memberikan jawaban padanya. Tak berdaya, hanya bisa menerima nasib itu.

     Dengan tenang menggendong Yoona. membawa gadis itu keluar dari toilet lalu membawanya kekamar. Membaringkan tubuh itu di atas kasurnya. Tempat dimana seharusnya Sora berbaring. Menyadari kenyamanan itu, dengan santai gadis itu menarik selimut hingga menutupi setengah tubuhnya. Sejenak mata Sehun fokus pada pakaian Yoona, yang masih mengenakan gaun lusuh. Gaun yang tadinya ia kenakan ketika berlarian dengan Sehun. Entah mengapa Sehun tidak nyaman melihat gaun itu, yang terlihat kotor juga mengeluarkan bau tidak enak. Ia mendengus untuk kesekian kalinya.

     Entah apa yang tengah ia pikirkan. Yang jelas ia tengah membuka lemari pakaiannya lalu mengambil sebuah kemeja putih miliknya. Kembali mengamati tubuh itu. Apa yang sedang aku pikirkan? Aku tidak perlu melakukan itu.. Tidak mungkin juga untuknya meminta bantuan dari karyawan apartemen, mereka pasti akan berpikir yang tidak-tidak ketika melihat keberadaan Yoona disana. Menggenggam kemeja itu dengan geram. Ingin sekali membiarkan gadis itu dengan gaun lusuhnya. Tapi dirinya yang pembersih tentu tidak kuat melihatnya. Apalagi jika gaun lusuh itu harus bersentuhan dengan kasurnya.

"Aish, biarkan saja." melempar kemeja itu dengan asal. Ia sudah melangkah keluar dari kamarnya. Kakinya terus melangkah hingga akhirnya berhenti dihadapan sofa dimana Sora tengah tertidur disana. Diraihnya selimut yang terlipat rapi diatas meja, menyelimuti Sora lalu dengan hati-hati duduk disamping putrinya itu.

     Sehun terlihat tengah berkutat dengan ponselnya lalu bergantian membaca beberapa proposal yang sudah lama ia pelajari. Sambil sesekali menoleh kearah Sora yang masih berbaring disampingnya. Ia terlihat serius dengan bahan bacaannya. Lembar demi lembar terus dibacanya, mencoba memahami setiap kalimatnya. Saking fokusnya ia sampai lupa bahwa malam semakin larut. Bahkan sudah bisa disebut pagi hari, hanya saja langit masih menunjukkan kegelapannya.

     Dirasakannya kelopak matanya yang mulai terasa berat. Disudahinya waktu membaca itu. Ia melangkah menuju kamarnya hendak meletakkan proposal itu ke atas meja kerjanya. Detik pertama ketika ia memasuki kamarnya, ia baru menyadari mengenai keberadaan gadis itu disana. Ternyata tadi ia terlalu fokus hingga melupakan gadis itu disana. Ia mendengus untuk yang kesekian kalinya seraya melangkah menuju meja kerjanya. Menyimpan berkas-berkas itu di laci meja kerjanya dan tak lupa mengunci laci tersebut. Setelah itu, berdiri disana dengan matanya yang kini tengah mengamati tubuh itu. Tidak jauh dari tempat tidur, kemeja putih miliknya terletak asal. Ia diam sejenak seakan tengah memikirkan sesuatu. Matanya bergantian mengamati tubuh gadis itu dan kemeja putih itu. lelah memikirkannya, ia langsung bergerak cepat tanpa sekalipun berpikir akan menyesalinya.

     Tangannya meraih kemeja putihnya dari atas lantai kamarnya. Langkah cepatnya membawanya mendekati tempat tidurnya. Duduk di tepi tempat tidur, menyibak selimut yang tengah menutupi tubuh gadis itu. Sudah sangat yakin, dengan tangannya yang sudah membuka kancing gaun gadis itu. Aku hanya mengganti pakaiannya! Erangnya dalam hati. Mencoba fokus untuk tidak asal melihat. Ia bergerak sangat cepat, sehingga tak terasa dirinya sudah berhasil mengganti pakaian gadis itu. Hal akhir yang ia lakukan, kembali menyelimuti gadis itu dengan selimut tebal miliknya. Setelah itu ia segera keluar dari kamarnya. Tepat disaat ia menutup pintu, barulah ia menghembuskan nafas setelah sekian lama menahannya karena gugup.

     Irama hujan menuntunnya melangkah ke hadapan dinding kaca. Dinding kaca yang tengah memperlihatkan keindahan tontonan dari rintik-rintik hujan. Kepingan air itu terus menyerbu dinding kaca, dengan iramanya yang semakin lama semakin terdengar mendesak. Hujan semakin deras dan semakin membuatnya terbawa suasana. Hingga membuatnya sulit terlepas dari kenangan itu, yang perlahan kembali padanya dan menariknya ke masa kelam itu.

    Setelah setengah jam lamanya termenung disana, tiba-tiba saja ia tersentak dari lamunan itu. Berusaha tetap tenang. Sesuatu terlihat berbeda darinya, dimulai dari matanya memerah hingga berkaca-kaca, otot rahangnya yang menegang, dan nafasnya yang tak beraturan. Sehun mendadak merasa tidak nyaman. a terlihat tengah menahan emosi, terlihat dari kedua tangannya yang menggumpal erat. Menatap kosong hingga menembus dinding kaca.

>>>Flashback End

     Saat ini Yoona tengah menyantap sarapannya yang telah Sehun siapkan satu jam yang lalu. Seharusnya ia menikmati sarapannya itu, tapi yang terlihat malah tatapan was-wasnya yang terus mengarah ke Sehun, yang tengah mengurus perlengkapan sekolah Sora. Dari meja makan dimana ia berada, tak sekalipun melepaskan pandangannya dari ruang keluarga, dimana Sehun dan Sora berada. Beberapa menit kemudian dilihatnya Sehun yang sudah menggendong Sora. Melangkah melewatinya, tidak, langkah pria itu terhenti tidak jauh darinya.

" Tetaplah disini, urusan kita belum selesai. " ujar pria itu seakan siap berperang. Lantas setelah itu ia beserta putrinya keluar dari apartemen, meninggalkan Yoona yang sudah kehilangan selera makannya.

"Aku pasti sudah gila. Ani, benar-benar gila." gumamnya yang sudah meletakkan sumpitnya ke atas meja. "sekian banyak tempat yang bisa kukunjungi, kenapa harus tempat ini?!" meringis kesal seraya mengacak asal rambut blondenya. "aa, aku harus kabur. Dia pasti marah besar. Aku tidak siap mendengar sumpah serapahnya." buru-buru bangkit dari duduknya. Berlari masuk kedalam kamar Sehun. "dimana pakaianku?!!!" tak terlihat dikamar itu. Ia mulai panik. "aku tidak mungkin keluar seperti ini!!" mengamati dirinya yang hanya mengenakan kemeja putih kebesaran, syukur dapat menutupi setengah pahanya. Dilihatnya tas miliknya yang terletak diatas meja kerja Sehun. Segera diraihnya. Diambilnya ponsel miliknya dari dalam tas tersebut.

     Enam puluh panggilan tak terjawab. Sepuluh panggilan dari Baekhyun adik laki-lakinya, sepuluh panggilan lagi dari Hyeri adik perempuannya, sepuluh panggilan lainnya dari ayahnya, sepuluh panggilan lainnya dari ibunya, sepuluh panggilan lainnya dari Yuri, dan sisanya dari Henry. Semakin membuatnya panik. Ditambah pesan singkat yang juga ia dapatkan dari mereka semua.

'Nuna kau dimana?!!!' dari Baekhyun.

'Eonni kenapa kau belum pulang?!' dari Hyeri

'Yoona-a! Ini sudah malam, pulanglah..' dari ayahnya.

'Pulang sekarang juga!' dari ibunya.

'Yoona, kau baik-baik saja? Seluruh keluargamu menghubungiku, mereka terdengar panik. Segera hubungi mereka, arasso?' dari Yuri.

'Yak dimana kau? Angkat telepon orangtuamu! Mereka terus menggaguku! Aish! Aku jadi tidak bisa tidur!' dan itu dari Henry.

     Hanya bisa menghela nafas lemahnya. Sejenak ia merasa menetap disana lebih aman. Karena baginya keluarganya lebih menyeramkan dari pria itu. Walau sebenarnya Sehun juga seram. Tapi di marahi dengan pria tampan sepertinya lebih nikmat. Dengan langkah gontai ia kembali ke hadapan meja makan. Duduk manis lalu lanjut menyantap sarapannya.

Tidak seperti yang ia bayangkan. Baru saja ia selesai mencuci piring. Sehun sudah kembali.

"Kemari." perintah pria itu dengan nada ketus. Melangkah cepat melewati dapur tempat dimana Yoona berada. Cepat-cepat mengeringkan tangannya yang basah pada celemek yang masih ia kenakan. Tanpa melepas celemeknya, ia buru-buru melangkah menghampiri Sehun yang sudah duduk di depan televisi. "apa maksudmu dengan semua ini?!" bentak Sehun. Yoona yang baru saja hendak duduk langsung kembali berdiri tegak.

"Itu.." takut-takut melirik Sehun yang tengah menatapnya garang. "jesong hamnida.." sambungnya dengan mimik penuh penyesalan.

"Hoh, majja, pada akhirnya kau hanya bisa mengatakan maaf." sindir Sehun masih berapi-api. "bahkan karenamu aku dan putriku terpaksa tidur di sofa, apa kau tahu itu?!" Yoona mendadak ingin kabur dari sana. Dia telah melakukan kesalahan besar. "kau datang dalam keadaan mabuk, muntah di dapurku! Lalu tidur seenaknya di toiletku!"

"Toilet? Lalu kenapa tadi aku bangun dari kasurmu?" tanya Yoona keceplosan dan langsung menyesalinya. Tepatnya baru memahaminya. "gomapseumnida.."

"Dan pakaian lusuhmu yang bersentuhan dengan kasurku. Karenamu aku harus mengganti seprai!" amarahnya masih belum mereda. Tapi dalam detik itu Yoona tersadar.

"Ah, pakaianku!" batinnya. "tapi tunggu, bagaimana caranya baju ini bisa menempel ditubuhku?" gumamnya pelan tanpa sadar tapi masih bisa didengar Sehun.

"Aku yang mengganti pakaianmu." sahut Sehun santai dan tak lagi menatapnya.

"Kau?" mencoba memikirkannya. "mwo? Kau? K-KAU?!!!!!!!!!!" Yoona shock. Ia reflek mundur selangkah dengan kedua tangannya yang menyilang di dadanya. "jadi kau yang mengganti pakaianku?! Dengan begitu kau.. kau.." melirik Sehun ngeri.

"Tenang saja, kau bukan seleraku." jawab Sehun masih terlihat santai. Kini tengah membalas sebuah pesan masuk dari Shindong selaku managernya.

"Hoh, tetap saja ini pelecehan! Aku akan melaporkanmu!" gantian Yoona yang membentaknya.

"Oh silahkan. Aku juga akan melaporkanmu atas semua tindakanmu tadi malam." melirik Yoona sejenak dan kembali ke layar ponselnya. Tentu Yoona terdiam mematung.

"Benar juga." pikir gadis itu. "paling tidak kita impas!" ujarnya dengan berani.

"Hoh, impas apanya? Aku rugi banyak!" sela Sehun tak mau kalah.

"Kau pikir aku tak rugi banyak?! Kau! Kau sudah melihat tubuhku yang berharga ini!" teriaknya diiringi rintihan tanpa airmata. "yang seharusnya hanya kuperlihatkan pada suamiku nanti." tambahnya pelan.

"Hoh, perkataanmu sama sekali tidak cocok dengan penampilanmu." sambar Sehun. "aku akan pergi berlatih, keluarlah satu jam setelahku. Aku tidak ingin ada berita buruk tentangku." ujarnya yang sudah melangkah menuju kamarnya hendak bersiap-siap berlatih tenis.

"Apa aku seburuk itu?" pikir Yoona. "yak, sepertinya kau belum mengenalku. Aku ini designer! Jangan meremehkanku!" teriak Yoona sekuat mungkin agar Sehun dapat mendengarnya. Tapi pria itu tidak memberikan reaksi apapun. "aa, dimana pakaianku?!" teriaknya lagi.

"Tunggu saja, mereka akan mengantarnya." kata Sehun yang sudah keluar dari kamarnya dan tengah mengenakan sepatu di depan pintu apartemennya. "aku pergi dulu. Ingat, kau baru boleh keluar satu jam setelahku." tambahnya sebelum menghilang dari balik pintu. Dalam kesunyian, terdengar jelas helaan nafas pasrah gadis itu. Memandangi pintu apartemen itu penuh penyesalan.

Continued..

(Komentarnya dulu yah baru lanjut)

Next chapter