Gaun pitch selutut dan tak berlengan serta rambut yang terikat. Aku melihat diriku di pantulan air kolam yang di lapisi kaca transparan. Terlalu sederhana, aku tahu itu. Di pesta yang semegah ini aku malah berpenampilan sederhana. Seharusnya aku tak datang ke pesta ini. Pesta ulang tahun dari anak Rektor yang kebetulan satu jurusan dengan diriku. Pestanya cukup mewah dan elegan dengan dekorasi yang melengkapinya. Ini pertama kalinya aku datang ke pesta di Seattle.
Aku mencoba menyembunyikan kegugupanku dan membuang tampang bodohku. Aku tak mau terlihat bodoh ditambah lagi para undangan bukan hanya sekedar mahasiswa tapi beberapa ada pengusaha dan orang-orang hebat.
"Luna!!" wanita anggun yang mempunyai pesta melambaikan tangan padaku.
Aku membalas lambaiannya dan menghampirinya, "selamat ulang tahun, Kanya," ujarku sambil memeluknya sekilas.
"Terima kasih," ia melepaskan pelukannya lalu menatapku, "kau cantik dari biasanya," bibirnya tersenyum lebar.
Dan kau cantik luar biasa, "Aku harap itu bukan hinaan," kataku terkekeh.
Mata Kanya terbelalak lalu ia tertawa, "kau beranggapan aku menghinamu? Ya Tuhan, kau memang cantik Luna. Sepertinya kau tak punya kaca di rumah, ya?" Kanya mengedipkan matanya padaku, "kalau soal kaca baru kau boleh katakan bahwa aku sedang menghinamu."
Aku dan Kanya sama-sama tertawa karena lelucon konyolnya ini. Meskipun kami jarang bertemu tapi Kanya pandai membuat orang-orang yang ia temui merasa nyaman, termasuk diriku.
"Ah, pakai ini. Akan ada dansa topeng sebentar lagi," Kanya menyodorkan topeng pesta yang indah.
"Tidak. Tidak. Aku tidak ingin berdansa."
"Well, setidaknya pakai saja topeng ini dan sembunyikan wajah cantik kita dengan topeng ini. Bukankah kau menyukai menyembunyikan wajah lugumu?"
Better, topeng ini tidak akan membuatku malu karena nantinya mereka tidak mengenaliku. Kupakai topeng merah hitam yang Kanya sodorkan padaku.
Orang-orang sudah mulai memasuki ruangan pesta dansa, aku ikut masuk karena aku tak mau menunggu sendiri di luar. Musik pun sudah dimulai dan mereka berdansa berpasangan menggunakan topeng-topeng mereka. Suara musik itu mendengung kencang di telingaku, aku merasa gendang telingaku pecah mendengarnya. Pesta ini bukanlah gaya dan budayaku, jauh berbeda dari budaya negaraku yang ke Timuran. Aku berdiri di ujung keramain, diam menatap mereka yang berdansa. Oh dan apa yang kulihat, sepasang kekasih berciuman panas sambil berdansa. Aku menebak mereka akan memesan sebuah kamar lalu membalaskan nafsu mereka setelah ini. Itu pasti akan terjadi seperti kebanyakan orang di negara ini, pikirku.
"Apakah kau tidak mendapatkan pasangan untuk berdansa?" tiba-tiba saja aku merasakan hembusan nafas yang datang di telingaku. Aku reflek menjauh dan menatap orang yang berani-hampir-menempelkan-bibirnya pada telingaku. Mataku terbuka lebar karena terkejut, entah dia menyadari lototanku atau tidak di balik topeng ini, "aku yakin kau sangat ingin berdansa tapi kau belum mendapatkan pasangan?" pria itu sedikit mengencangkan suaranya karena musik yang begitu kencang.
"Aku sudah mendapatkan pasangan," kulemparkan senyuman ketidak nyamananku padanya. Aku harap pria ini mengerti ucapanku, Enyahlah dari hadapanku.
"Benarkah? tapi dari tadi aku melihatmu sendirian di sini dan kau sibuk melihat pasangan yang sedang bercumbu itu, bukan?" sebuah senyuman menyindir muncul dari bibir telanjangnya.
Aku menelan salivaku. Sial, dia dari tadi memperhatikanku, pria ini memperhatikanku. Dia membuatku malu. Aku merasakan pipiku memerah karena malu. Beruntungnya topeng ini menyembunyikan wajahku yang mulai memerah dan beruntungnya kami tak saling kenal.
"Karena kau berbohong sudah memiliki pasangan maka kau harus membayarnya dengan berdansa denganku," nada bicaranya tajam seperti mengancam tapi itu bukan ancaman, hanya mempertegas bahwa aku harus berdansa dengannya.
Dia mengulurkan tangannya. Sejenak aku ragu dengan dia yang memakai tuxedo biru kelam kemudian kuputuskan untuk berdansa dengannya. Belum sempat aku menerima ulurannya, tangannya dengan cekatannya menarik pinggangku membuat jarak antara kami sangat dekat.
"Kau berpikir terlalu lama," matanya tajam menatapku. Tangannya menuntunku untuk melingkari lehernya. Kini kedua tangannya kembali berada di pinggangku membawa tubuhku mengikuti alunan musik dengannya.
Tak ada satu kata pun keluar dari mulut kami. Aku terlalu kalut dengan lamunanku membayangkan Adam yang sedang berdansa denganku.
"Pada akhirnya kau menikmati berdansa denganku."
Tapi aku tersadar sesuatu...., dia bukanlah Adam. Oh ya Tuhan! Apa yang sedang aku lakukan? aku mengkhianati Adam jika aku berdekatan dengan pria lain.
Aku mundur satu langkah, "jangan mendekat!" kataku ketika dia mencoba mendekatiku.
"Kenapa? Bukankah kau sedang menikmati berdansa denganku sayang? Aku bisa melihat itu dari tubuhmu... atau kau mulai terangsang?"
Sayang? Aku jijik mendengar kata-kata itu dari mulut pria asing, "ya aku menikmatinya karena aku sedang membayangkan berdansa dengan kekasihku tapi aku tersadar itu bukan dia melainkan pria asing," senyumku merekah melihat mata dan bibirnya yang mengekspresikan rasa kesal.
Kubalikan badanku dan melangkah menjauh dari pria itu dan pesta ini. Sudah waktunya aku pulang, aku tidak ingin Joe mengomel mengetahui aku pulang larut malam.
"Berani-beraninya kau," itu kata-kata terakhir yang kuingat sebelum aku pergi meninggalkan pria asing itu. Amarahnya sangat terdengar tapi aku tak mempedulikannya.
*****
Adam. Ah ya Adam. Aku sangat merindukannya. Dia adalah kekasihku. Sudah hampir 2 tahun kami berpacaran. Semenjak orangtuaku mengirimku ke negara ini, aku tak pernah bertemu dengannya. Kami hanya berkomunikasi via handphone.
Aku masih ingat wajahnya, senyumannya, suaranya, semua darinya tak pernah aku lupakan. Dia selalu ada untukku. Dia tak pernah marah padaku meskipun aku sedang memancing emosinya. Yang dia tunjukan hanyalah senyuman sayang dan malah memanjakanku.
#FLASHBACK 1 TAHUN YANG LALU#
"Aku sedang tidak ingin bertemu denganmu! Mengapa kau malah di sini? Bukankah kau sedang sibuk dengan rekan-kerjamu?" tanyaku kesal sambil memalingkan wajahku dari Adam.
"Aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak bertemu dengan kekasihku. Apalagi aku tak ingin melewatkan kesempatan melihat wajah cemberutmu yang menggemaskan," bibirnya tersenyum lebar menggodaku dan tangannya dengan mudah mencubit pipiku lembut, "kau tahu ketika kau sedang marah seperti ini, aku ingin menciummu," Adam terkekeh.
Aku memutarkan kedua bola mataku, "jangan menggodaku! Itu tidak akan mempan. Lebih baik kau pergi karena aku ada janji makan malam bersama Calvin."
"Hanya berdua?" Adam mengerutkan sebelah alisnya.
Ah itu yang aku mau! Aku ingin kekasihku cemburu atau marah, karena selama ini dia tak pernah marah padaku. Aku ingin melihat dia marah.
"Ya, hanya berdua jadi sebaiknya kau pergi," senyumku melebar. Dia pasti marah, batinku.
Aku menunggu ekspresi marah Adam. Tapi yang kudapatkan hanyalah senyuman manis pada bibirnya.
"Mengapa kau malah tersenyum bukannya marah?" tanyaku.
"Untuk apa aku marah padamu? Aku mencintaimu, dan itu berarti aku percaya padamu bahwa kau tidak mungkin mengkhianati hubungan kita sekali pun kau pergi dengan pria lain."
Mulutku menganga tak percaya dengan ucapan yang baru ia katakan. Adam benar-benar pria yang di idamkan banyak wanita. Aku senang mendengar itu tapi di sisi lain aku merasa tersindir olehnya.
"Apa maksudmu? Apakah kau sedang menyindirku dengan perkataanmu tadi?" tanyaku kesal, "ucapanmu tanpa sengaja mengisaratkan bahwa aku tidak mencintaimu, aku tidak mempercayaimu karena aku sedang kesal kau pergi dengan wanita itu!" seharusnya aku yang membuatnya kesal tapi sebaliknya aku yang dibuat kesal oleh Adam.
"Bukan itu maksudku. Maafkan aku membuatmu kesal. Aku tahu kau mencintaiku begitupun sebaliknya, karena itu aku percaya padamu kau tidak akan mengkhianati cinta kita. Tolong jangan salah paham sayang," ucapnya lembut sambil menaikkan daguku menghadap wajahnya.
"Dan bagaimana jika ada pria lain yang menyentuhku? Apakah kau masih tidak akan marah?" bibirku tersenyum mungil. Kulihat matanya yang sedang mencari sesuatu di mataku.
"Tidak akan ada pria lain. Jika ada pria lain, itu pasti aku yang menyentuhmu nanti setelah kita menikah," sebuah kecupan lembut mendarat dibibirku.
"Aku sedang serius Adam!"
"Aku juga serius Luna," Adam mengacak-acak rambutku sementara wajahku masih mengerut, "ok baiklah. Tentu saja aku marah jika ada pria lain yang menyentuhmu Luna. Kau pikir aku pria bodoh yang tak bisa cemburu? Sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan? Kau tahu ketika kau pulang dari kampus bersama temanmu yang merangkulmu, itu membuatku kesal. Aku tidak kesal dengan dirimu tapi aku kesal dengan diriku sendiri karena tak bisa mengantarkanmu pulang seperti biasanya."
"Darimana kau tahu temanku merangkulku sedangkan kau tidak ada di sana?" aku menatapnya penuh tanya.
"Ketika aku sedang mengantar temanku ke Rumah Sakit, di jalan aku melihatmu," ujarnya tenang "oh ayolah jangan bahas ini. Aku benci mengingat bagaimana dia merangkulmu," cibirnya.
"Aku menginjak kakinya setelah itu," kini rasa jengkelku hilang begitu saja. Dia peduli.
"Aku tahu. Kau tak akan membiarkannya berbuat lebih jauh, karena itu rasanya sulit untuk marah padamu meskipun berkali-kali kau memancingku untuk marah padamu," Adam tersenyum penuh sayang.
Adam menarikku dalam pelukan hangatnya, "aku mencintaimu. Jangan pernah meragukan itu." bisiknya lembut sambil mengelus punggungku.
#FLASHBACK END#
Memori itu membuatku tersenyum sendiri seperti orang gila.
"Oh ada apa dengan ponakanku? Mengapa kau senyam-senyum sendiri?"
Suara yang datang tiba-tiba itu cukup mengejutkanku sampai menjatuhkan kunci kamar.
"Kau habis berkencan ya?"
"Tidak. Aku hanya teringat sesuatu yang lucu," jawabku menyengir bodoh.
"Sesuatu yang lucu?" Joe memicingkan matanya, "Oh.. Apakah itu tentang kau yang salah memaki orang?"
Senyumku menghilang. Oh tidak, jangan ingatkan aku tentang itu. Aku telah memaki seorang dosen, seseorang yang salah kumaki. Sampai saat ini aku tak berani bertemu dosen itu.
"Joe jangan membuatku tambah merasa bersalah dengan dosen itu!"
Nada dering ponselku berbunyi. Ada pesan masuk. Aku tahu dari siapa pesan itu. Karena nada itu khusus hanya untuk satu orang yang kucintai. Adam.
"Aku harus tidur. Besok ada kelas pagi," ujarku bohong "selamat malam Joe."
Langsung aku bergegas masuk ke kamar dan merebahkan tubuhku di ranjang sambil menatap layar ponsel. Membaca pesan masuk.
22.45
Hi. Sudah pulang? Bagaimana pestanya?
A,.
Pesta? Aku berdansa dengan seorang pria dan aku membayangkanmu, kataku. Aku tak mungkin mengatakan hal itu.
Beberapa hari yang lalu aku memberitahunya bahwa aku akan pergi ke pesta ulang tahun. Tak disangka dia ingat tentang pesta itu.
22.52
Baru sampai rumah. Membosankan.
Aku rindu negaraku.
Kuklik tombol 'send'.
22.56
Kenapa?
Kau tidak merindukanku? :(
A,.
Senyuman di bibirku sudah tak bisa di tahan lagi ketika melihat emotikon itu.
22.59
Karena aku tidak suka pesta.
Merindukanmu.sangat.kau tahu itu {}
Send. Aku harap aku bisa memeluknya dengan nyata, bukan dengan emotikon.
23.10
Benarkah? Aku merindukanmu.
Luna, ada hal yang ingin aku katakan. Untuk beberapa bulan aku tak bisa menghubungimu. Aku harus mengikuti beberapa pelatihan yang diadakan oleh Kantor. Selama pelatihan tidak diperkenankan membawa ponsel :(
P.S aku harap kau benar-benar memelukku, bukan emotikon sialan itu.
A,.
Terselip sedikit kekecawaan di hatiku saat membacanya. Tidak bertemunya saja sudah menyiksaku di tambah lagi tidak berkomunikasi dengannya? Oh ya Tuhan, yang benar saja.
23.15
Ya. Aku juga. Sangat merindukanmu.
Beberapa bulan? :( Tepatnya berapa bulan? Tapi kau bisa membawa ponsel diam-diam dan tengah malam disana kau menghubungiku :p
P.S kita mempunyai pemikiran yang sama.
Send.
23.23
3 atau 4 bulan.
Sayangnya tidak akan bisa :( Pelatihan di sini bukan main-main sayang. Bagaimana bila aku di keluarkan dari kantor gara-gara ketahuan membawa ponsel untuk menghubungi kekasihku? Jika aku di pecat, akan makan apa calon istri dan anakku nanti?
A,.
23.26
3-4 bulan bukanlah waktu yang sebentar T.T Aku akan sangat merindukanmu.
Kapan pelatihannya dimulai?
P.S Siapa calon istrimu? Kau sudah melamarnya? :p
Send. Aku sudah mulai mengantuk, hari ini benar-benar melelahkan. Kutatap terus ponselku dengan mata mengantuk menunggu balasan dari Adam.
....
Bunyi ponselku membuatku tersadar. Oh sial. Aku tertidur. Segera kulirik ponselku kembali. Ada 3 Pesan Masuk.
23.34
Memang. Aku sudah, sedang, dan akan sangat merindukanmu.
Hari ini sayang. Sekitar 2 jam lagi.
Kau tidak tidur? di sana pasti sudah tengah malam.
P.S Kau. Belum. Tapi akan segera aku melamarnya ;)
A,.
23.43
Luna?
A,.
Tinggal 1 pesan lagi yang belum kubaca. ku-scroll down ponselku untuk membacanya.
00.02
Aku harus pergi. Jaga dirimu.
Aku menyayangimu dan sangat merindukanmu.
A,.
Mengapa aku harus tertidur disaat rasa rinduku belum terobati.
00.30
Maaf aku tertidur :(
Aku yang harusnya berkata 'jaga dirimu'. Jangan pernah tergoda dengan wanita yang mendekatimu di saat kita tak berkomunikasi. Aku tahu kau tidak akan menggoda mereka tapi aku takut kau tergoda ckck.
Hubungi aku segera jika kau sudah selesai dengan pelatihanmu. Aku menunggumu.
SHMILY.
Send.