webnovel

Manusia Serigala

Sejauh ini, mereka tidak membahas perihal perasaan. Sebab, Hexa telah memendam perasaannya dalam-dalam. Ia tidak ingin mengacaukan kehidupan Aileen hanya karena sebuah perasaan saja. Lebih baik memang mereka berteman sebagaimana mestinya. Itu jauh lebih aman, dibandingkan mereka mempunyai hubungan spesial.

Tidak terasa, mereka sudah cukup lama berada di tempat itu. kemudian, Hexa mengajak Aileen untuk pulang. Mengingat waktu sudah hampir malam. Dan lebih baik kalau mereka sampai rumah sebelum malam tiba. Selama dalam perjalanan, Aileen terlihat malu-malu. Berulang kali ia menundukkan kepala, ketika Hexa mengarahkan pandangannya.

"Jangan menatap aku seperti itu," pinta Aileen.

"Baiklah. Aku tidak akan menatap kamu lagi." Hexa memutarkan matanya, menghadap ke tempat lain.

Diam-diam, Aileen tersenyum. Sejujurnya ia senang sekali jika mendapatkan tatapan seperti itu. Namun ia menjaga harga dirinya. Agar tidak terlihat genit di hadapan Hexa. Sementara itu, Hexa hanya menggelengkan kepala menyaksikan tingkah laku Aileen yang menurutnya menggemaskan.

Hal itu yang berhasil membuat Hexa tertarik pada Aileen. Selain cantik, wanita itu juga sederhana dan mampu membuat dunianya teralihkan hanya padanya. Selama dalam perjalanan, mereka mengamati warga sekitar yang sedang beraktifitas. Sesekali Hexa menyapa dengan senyuman terbaiknya.

"Orang-orang di sini terlihat menyukaimu," ucap Aileen.

"Oh ya? Baguslah kalau mereka senang dengan kehadiran aku di sini."

Aileen hanya diam saja tidak menjawab.

"Lalu, kamu senang tidak dengan kehadiran aku?"

"Tidak tahu," balas Aileen singkat lalu pergi lebih dulu karena menahan malu.

Hingga akhirnya, mereka sampai. Rupanya Jelena sedang mengangkat sebuah wadah besar berisikan air yang berasal dari sungai. Sebagai seorang pria, sudah pasti Hexa segera membantunya. Tidak sulit bagi Hexa mengangkat air dalam wadah tersebut.

"Terima kasih, Nak," ucap Jelena.

Hexa menjawab dengan anggukan kepala, "Lainkali, kalau Nyonya butuh bantuan. Panggil saya saja."

"Kamu itu memang lelaki yang baik." Jelena menepuk pundak Hexa seraya meninggalkannya.

"Bagaimana rasanya mendapat pujian dari Ibu?" sahut Aileen mencoba untuk merayu Hexa.

"Terkesan," balasnya singkat.

Pria itu hanya mengatakan satu kata saja. Lalu, ia pergi dan masuk ke dalam kamarnya. Sontak perilakunya itu berhasil membuat bibir Aileen mengerucut dengan sempurna. Tetapi tidak bisa dipungkiri, di dalam hati Aileen tersimpan bunga-bunga yang sedang bermekaran. Ditambah, perhatian yang diberikan oleh Hexa berhasil membuat hatinya meleleh.

"Dari mana kalian?" tanya Jelena.

Suara itu cukup mengejutkan bagi Aileen, "Ibu tiba-tiba muncul seperti hantu."

"Kalian ini sudah terlihat seperti sepasang kekasih. Kenapa tidak menyatakan perasaan masing-masing saja?" ejek Jelena.

Seketika raut wajah Aileen langsung berubah masam seraya mengerucutkan bibirnya dengan gemas. "Ibu, jangan merayu aku seperti itu. Tidak mungkin untuk kita bersatu, Bu."

"Bisa saja. Apa yang tidak mungkin terjadi di dunia ini?"

"Tapi Bu, dia itu manusia. Sementara aku adalah manusia serigala, Bu? Kalau dia tahu, sudah pasti dia akan menjauhi aku."

"Tidak mungkin, Ibu percaya kalau Hexa itu pemuda yang baik."

Aileen menghela napas panjangnya, "Terserah Ibu saja. Aku masuk kamar dulu."

**

Pagi hari ini, seperti biasa Hexa membantu pekerjaan Hector. Sementara Aileen, membantu ibunya untuk mencuci pakaian di sungai. Sudah menjadi rutinitas utama bagi Aileen pergi ke sungai. Tentu saja ia tidak sendiri. Melainkan bersama dengan Lucha.

Benar saja, gadis itu sudah berada di depan rumah seraya membawa pakaian kotor miliknya. Dengan penuh semangat, Aileen membawa semua pakaian kotor yang ada di rumah itu. Awalnya Hexa hendak membantu, tetapi Aileen mencegahnya. Ia mengatakan bahwa sebaiknya Hexa membantu Hector saja.

"Aku pergi ke sungai dulu ya," ujar Aileen berbisik tepat di telinga Hexa. Supaya ayahnya tidak mendengarkannya.

Hexa mengangguk, "Apa perlu aku antar?"

"Tidak perlu. Sebaiknya kamu bantu Ayah saja."

"Baiklah." Hexa setuju dengan itu.

Selagi Aileen pergi ke sungai untuk mencuci pakaian kotor. Sementara itu, Hexa membantu Hector memindahkan kayu bakar yang diberi oleh warga ke dapur. Setiap harinya, pasti ada warga distrik yang mengirimkan kayu bakar. Tentu saja suatu keuntungan bagi Jelena. Setidaknya ia tidak perlu bersusah payah untuk pergi ke hutan mengambil kayu bakar.

Karena jumlahnya yang banyak, membuat keringat Hexa bercucuran. Sampai ke seluruh tubuhnya. Namun, ia terlihat gemar membantu keluarga Hector. Sebab, bagaimanapun Hector dan keluarganya telah membantu Hexa selama ini. Memberikan tempat tinggal dan juga makanan yang layak.

"Apa yang perlu saya bantu lagi, Tuan?" tanya Hexa.

"Kau ikut saya saja untuk mengecek saluran air yang dibuat oleh warga."

Hexa mengangguk paham, "Baik, Tuan."

Kemudian mereka pergi ke sungai terlebih dahulu. Akses air memang hampir selesai. Hanya tinggal sedikit saja bisa sampai ke distrik. Sehingga warga tidak perlu pergi jauh ke sungai. Mereka hanya tinggal datang ke tempat penampungan. Memang aliran air belum bisa sampai ke rumah-rumah warga. Tetapi setidaknya mereka tidak berjalan jauh hanya untuk mendapatkan air.

"Semuanya berjalan dengan baik. Tidak ada kendala," ucap Hector.

"Tidak ada Tuan. Mungkin, lusa semua sudah selesai. Dan warga sudah bisa mengambil air di tempat penampungan," balas salah seorang pekerja.

Hector mengangguk dengan puas, "Saya salut dengan kalian semua."

"Terima kasih, Tuan."

"Ya sudah, lanjutkan pekerjaan kalian. Karena saya harus pergi."

Hector lebih dulu pergi. Sebab, ada suatu urusan yang harus ia selesaikan hari itu juga. Sementara Hexa, ikut membantu warga yang sedang bekerja. Ia ikut membangun saluran air hingga ke distrik. Selama dirinya tinggal di tempat ini, banyak sekali pelajaran yang dipetik oleh Hexa.

Sementara di tempat lain. Hector tiba-tiba saja terhenti. Ia mendapati Damian sedang berbincang dengan kedua temannya. Sepertinya sangat serius sekali. Sebagai seorang ketua, sudah pasti Hector memiliki kelebihan. Ia bisa mendengar suara dari jarak yang terhitung jauh dari tempatnya berdiri. Sehingga, Hector memasang telinganya dengan tajam. Berusaha untuk mendengarkan apa yang dibicarakan oleh Damian.

"Aku akan pergi sekarang ke tengah hutan," ucap Damian.

"Oh, rupanya pemuda itu akan pergi ke hutan," gumam Hector dalam hati.

Akhirnya ia memutuskan untuk mengikuti Damian. Siang hari yang begitu cerah, dengan kekuatannya Damian melesat. Di pergi jauh ke dalam hutan. Namun, berhasil diikuti oleh Hector. Pemuda yang masih labil akan emosinya, membuat Hector harus lebih waspada. Mengawasi setiap gerak gerik yang dilakukan oleh peria itu. Takut kalau akan mengancam keberadaan seluruh warga distrik.

Pria itu melesat, sampai membuat dahan pohon bergoyang seiring dengan lesatannya yang begitu cepat. Tidak butuh waktu lama bagi Damian sampai di dalam hutan. Ia tiba-tiba berhenti, di sebuah tempat yang tidak terlalu luas. Tetapi, dikelilingi oleh berbagai macam pohon besar di sekitarnya.

"Apa yang akan dilakukan oleh Damian?" ucap Hector dengan suara pelan.

Ia bersembunyi di balik pohon besar. Menyintai pergerakan Damian saat itu. Tidak ada satu orangpun yang berada di sana. Hanya ada mereka berdua saja. Sesuatu mengejutkan pun terjadi. Sekali hentakan, Damian berubah wujud menjadi seekor serigala. Matanya merah, taringnya tajam seperti siap untuk berburu mangsa. Seketika kedua mata Hector membulat dengan sempurna. Ia terkejut dengan perilaku Damian.

Sebagai seorang pemimpin, Hector bergegas menghampirinya. Mata Damian memerah tatkala Hector telah mengetahui niat terselubungnya. Keduanya saling beradu pandang dalam tatapan tajam. Seperti akan memangsa satu sama lain. Namun, Hector tetap bersikap tenang. Sebab, saat ini Damian sedang dalam pengaruh emosinya sendiri.