2 Am I Weirdo?

Seperti biasa, Aidan memiliki rutinitas dan aturan sendiri dalam hidupnya, sehingga orangtuanya hanya bisa mengikuti apa yang ia kehendaki. Sekarang sudah menunjukkan pukul tujuh malam, namun ia masih berkutat dengan berbagai alat penemuan untuk memecahkan teka-teki yang selalu muncul di kepalanya tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.

Beberapa kali Dira, mama Aidan, memanggilnya untuk segera makan malam, karena ia selalu melwatkan makan akibat fokus dengan pekerjaannya. Selama ini, orangtuanya bukan mengacuhkan Aidan. Namun kesibukan kedua orangtuanya, yang merupakan dosen di Universitas Harvard, menjadi salah satu pemicu timbulnya jarak diantara mereka.

Kali ini, karena mendengar Dira berjalan kearah laboratoriumnya, Aidan segera mematikan berbagai alat yang saling terhubung dengan kabel memakai satu tombol utama di sudut ruangan.

Ya… ia tahu mamanya datang, dengan sensor di lantai yang dibuat oleh Aidan sendiri, khusus di area laboratoriumnya. Aidan pun segera menuju ruang makan bersama mamanya.

"Eh papa! Udah lama nungguinnya?" tanya Aidan basa-basi dengan Dave, papanya.

"Iya nih Gav! Kamu lama banget keluar dari lab, padahal papa udah lapar banget!" Jawab papanya tak kalah santai.

Mereka bertiga pun makan diselingi berbagai candaan, seolah mereka adalah keluarga yang harmonis. Namun, sering juga pembicaraan melenceng mengenai hal yang bosan dibahas Aidan.

"Oh iya, Gav kamu kan sudah mau lulus SMA nih, papa sering banget dihubungi sama Kepala FBI, katanya sih ga perlu sampe lulus universitas, kamu sudah diterima di FBI lho!" Jelas papanya.

"Mama juga setuju kalo kamu segera menjadi bagian FBI, toh kamu juga kan berkutat di lab mulu, biar lebih berguna bagi negara Gav!" Sahut mamanya.

"Hmmmm iya deh pa, ma, secepatnya aku mendaftar jadi bagian FBI, seperti yang kalian harapkan." Putus Aidan yang sudah semakin malas untuk membicarakan hal tersebut setiap makan malam. Meski terkadang Aidan merasa bingung, mengapa orangtuanya terus memaksa agar ia segera menjadi agen FBI.

Keesokan harinya, Aidan hanya perlu datang ke sekolah untuk mengambil tugas, mengerjakan ujian, dan segera pulang. Hal itulah yang selalu dilakukannya selama 3 tahun belakangan. Perlakuan istimewa tersebut ia dapat, karena ia memang telah lama dibidik untuk menjadi agen elit FBI.

"Tuh liat! Luarnya aja elegan, dalamnya kita gatau dia sebusuk apa!"

"Hahahaha paling dia juga nikah sama mesin-mesinnya ntar!"

"Eh tapi kan dia udah dibidik jadi agen FBI, ga takut lo pada ngeremehin dia?"

"Ya dia jadi FBI, karena ga bisa bersosial! Mana ada manusia kek dia, secara manusia kan makhluk sosial!"

"Bener lo! Dia robot kali ya! Bukan manusia kek kita HAHAHAHA"

Sepanjang hidupnya, Aidan sudah sering diremehin oleh teman-temannya. Ah tidak… mereka bukan temannya, mereka hanya manusia biasa yang tidak mengerti pola pikir Aidan. Memang Aidan sudah terbiasa dengan hal tersebut, karena kemanapun ia pergi, hanya di dalam rumahlah ia merasa suara hinaan tidak menghampirinya.

Tetapi siapa yang tahu, bahwa dalam hatinya, Aidan tetaplah memiliki nurani, dan mampu sakit hati jika terus dihina seperti itu. Untungnya, Aidan mempunyai Tuhan yang tidak pernah membuat dia mengakhiri hidupnya, atau hidup orang lain yang menghinanya.

"Kapan sih aku ketemu sama orang yang punya pemikiran, dan tingkat kejeniusan seperti aku… Aidan juga masih butuh orang lain untuk berdiskusi... Lelah rasanya membangun tembok tinggi dan menjadi acuh kepada semua orang." Batin Aidan.

Setelah itu, Aidan pun segera menggelengkan kepala, dan fokus dengan tujuannya datang kesekolah. Dalam perjalanan pulang, Aidan berjalan sambil memandang langit, seolah di langit menunjukkan alat penemuannya yang dia operasikan dalam pikirannya sekarang.

Namun, kali ini ia tidak langsung pulang ke rumah, Aidan mampir ke institusi FBI. Disana, ia mengurus berbagai berkas pendaftaran, dan pastinya tidak butuh waktu lama menjadikannya seorang agen elit FBI. Semua urusan Aidan selesai hanya dengan sebuah "chip" yang dibuatnya, berisi berbagai keterangan mendetail tentang segala hal yang dibutuhkan FBI mengenai dirinya.

"Segalanya akan berubah, aku bukan lagi Aidan yang aneh dan menakutkan, karena ditempat ini, aku yakin satu dua orang dari mereka, memiliki tingkat kejeniusan seperti diriku…" Pikir Aidan.

Kini rasa optimis yang ada di benaknya, setidaknya ia tidak terlalu merasa sepi seperti dulu. Ia akan segera menemukan spesies seperti dirinya. Setelah ditetapkan menjadi agen elit FBI secara khusus, Aidan segera bergegas pulang kerumahnya untuk merayakan hari terakhir kesepian yang dialaminya. Semoga memang sesuai dengan apa yang Aidan harapkan terjadi.

Di institusi lain, yaitu CIA, seorang gadis bernama Freya Eclesia Clark, baru saja terdaftar menjadi agen elit, dan ketepatan ia juga merupakan gadis yang telah dibidik oleh CIA karena kejeniusannya yang belum pernah ditandingi, dan perawakan tubuh yang sempurna pula.

Freya tidak membutuhkan waktu lama untuk melakukan berbagai persyaratan oleh CIA, karena ia juga mendapat jalur khusus. Setelah selesai dengan urusan bersama CIA, Freya kembali ke rumahnya, bertemu dengan orangtua dan abangnya yang jarang berada di rumah. Mereka berempat punya kesibukan masing-masing, sehingga terdaftarnya Freya membuat mereka berkumpul setidaknya hanya untuk setengah jam saja.

Selama itu pula, untuk pertama kalinya Freya merasa bagaimana kehangatan keluarga yang mengasihinya. Sebelumnya, meski Freya beberapa kali membuat penemuan yang hampir merenggut nyawanya, tidak ada satupun yang peduli dengannya, baik keluarganya ataupun orang disekitarnya. Freya lelah dengan semua hal di dunia ini, menjadi bagian CIA adalah keputusan tepat baginya menemukan orang yang satu spesies dengannya.

"Hai Clark! Gimana tadi? Sukses ga?" Tanya Niel, abangnya Freya.

"Sukses apaan bang, kan cuma ditetapin jadi agen elit doang." Sahut Freya

"Lho Clark, itu kebanggan bagi kami, makanya kami segera pulang ke rumah, tapi papa ga bisa lama nih, meeting dengan klien sebentar lagi." Balas Bryan, papanya.

"Iya nih Clark, maafin mama juga harus segera balik ke Stanford, jadwal penetapan mama jadi Profesor udah bikin kesibukan mama nambah, nih kita semua makan dulu!" Terang Aleta, mama Freya.

Mereka pun segera makan, dan tidak butuh waktu lama, rumah mewah tersebut kembali sunyi. Mereka memang tidak mempekerjakan orang lain, terlalu banyak rahasia yang keluarga ini sembunyikan kepada orang lain, negara, bahkan sesama anggota keluarga tersebut. Hal ini yang membuat banyak orang terus berspekulasi buruk tentang keluarga ini, dan tidak pernah terlewatkan bagi Freya untuk dihina dan dijauhi dimanapun ia berada.

Kini, baik Freya maupun Aidan, memang tidak ada yang saling tahu keberadaan satu sama lain. Namun, kondisi hati dan pikiran mereka sedang sama, yaitu menatap langit untuk mencari ide baru alat apa yang harus diciptakan agar mereka tidak merasa sepi.

At the same point, I used to wish

I would disappear from this world.

The whole world seemed so dark.

I was so afraid of everyone's eyes on me.

avataravatar
Next chapter