๐๐ข๐ญ๐ช๐ข๐ฏ ๐ต๐ช๐ฅ๐ข๐ฌ ๐ฉ๐ข๐ณ๐ถ๐ด ๐ฎ๐ฆ๐ฎ๐ช๐ญ๐ช๐ฌ๐ช ๐ด๐ช๐ฉ๐ช๐ณ ๐ถ๐ฏ๐ต๐ถ๐ฌ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ช๐ฌ๐ถ๐ต๐ช ๐ต๐ฆ๐ญ๐ข๐ฅ๐ข๐ฏ ๐๐ข๐ซ๐ข ๐๐ฆรซ๐ต๐ฆ๐ด.
Entah apakah kalimat ini memang sungguh berasal dari hatinya, atau hanya sekadar sandiwara kata untuk melerai para murid taman kanak-kanak. Betul, setiap orang punya kemampuan unik selain sihir dan berkesempatan sama mengubah dunia, masalahnya tidak semua orang menerima diri mereka apa adanya jika tidak sesuai yang mereka harapkan. Si pendongeng juga masih belum sepenuhnya menerima diri apa adanya. Dia menjilat ludah sendiri.
Pikiran sang pendongeng bernama Alicia mengiang-ngiang seraya menyusuri jalan setapak menuju pulang. Jalan yang dilalui menampilkan sebuah pemandangan padang bukit penuh rumput melambai-lambai serta kota kecil dari kejauhan. Potret yang melukiskan keramaian dan kesunyian bersatu padu pada musim panas, tapi tidak selaras dengan muka sang gadis yang memasang muka datar karena sedang melamun.
Berjalan dengan pikiran liarnya yang menari kemana-mana, dia masih merenung. Apakah ia bisa membawa perubahan signifikan tanpa kemampuan sihir? Karena seingatnya, dunia tidak tampak mendukung pemikiran itu. Apakah ia bisa menjadi sesuatu walaupun ia berbeda dari para kerabatnya? Apa ia bisa bahagia tanpa menjadi seorang penyihir seperti yang diharapkan oleh keluarga besar?
Pikirannya lalu dituju pada fakta bahwasannya dia telah menyelesaikan ujian akhir di sekolah akselerasinya dan segera lulus dalam waktu dekat. Bagaimana dirinya akan menghabiskan waktu di musim panas? Apakah langkah ke depan selanjutnya yang harus dia tempuh? Mau mengejar pendidikan kemana? Mau memilih karir apa? Sudah pasti tidak bisa masuk Magisterium Tanah Sihir seperti ibunya. Untuk seseorang yang cukup berpengetahuan, dia seperti tidak punya arahan yang jelas untuk masa depannya. Pilihan masa depan yang terbuka untuknya tidak membuatnya girang, dan dia masih terus mencari. Segala benak ini membuatnya sempat melupakan dunia untuk sementara. Kakinya kerap bergerak seolah-olah bergerak sendiri, tidak peduli keringat yang muncul dari dahi perlahan mengucur ke bawah, ataupun betapa panasnya mengenakan seragam dua lapis dengan jas berwarna biru, kemeja putih dan dasi panjang, rok abu-abu bercorak tartan dan stoking hitam. Orang normal akan segera membuka jas dan mengendurkan dasinya, atau mencari sumber air terdekat dan membenamkan tubuh ke dalamnya untuk sesaat karena memang sepanas itu.
Dua siswa lain, laki-laki dan perempuan sepertinya sedang memperhatikan Alicia dari belakang dari jarak yang cukup jauh. Mereka mengenakan seragam yang sama, namun bukan murid akseleran layaknya sang gadis. Sang siswi, bernama Nadine Evans memiliki kulit gelap, dengan rambutnya yang keriting dan mengembang. Tubuhnya tegap, matanya tajam seperti bilah pisau dan perawakannya tegas. Anak didikan tentara? Mungkin saja. Sedangkan sang siswa, Gilmore Murray, tubuhnya lebih tinggi, dan badannya lebih kekar. Mungkin anak tentara juga, namun sifatnya santai seperti tentara pembelot.
Gilmore melepaskan jasnya, merangkulnya di pundak kanannya. Dasinya longgar, dan beberapa kancing atas pada kemeja dilepaskannya untuk membiarkan angin menyusup ke dalam celah-celah raga. Bagaimanapun Gilmore juga tidak menyukai jasnya. Ukurannya besar, malah membuat Gilmore terlihat seperti seorang bapak-bapak berbadan gemuk.
Mereka mengintai gadis di depan tersebut. Nadine memberi isyarat tangan menunjuk sang gadis, memperagakan orang berjalan dengan jarinya, kemudian menyimpan jari telunjuknya di depan mulutnya dan membuat perangai menakutkan kepada Gilmoreโisyarat untuk mendekati sang gadis secara diam-diam dan mengejutkannya dari belakang. Gilmore mengangguk sambil menyengir, kemudian mereka berdua melancarkan aksinya. Sungguh mengejutkan Alicia bahkan tidak menoleh karena suara langkah Gilmore yang cukup keras dan suara tepukan berkali-kali Nadine saat memukul Gilmore supaya melangkah lebih pelan. Nadine kemudian menepuk kedua pundak si gadis dengan kedua tangganya, dan menggenggamnya dengan cukup erat, seperti sedang mencengkram mangsa.
"TERTANGKAP KAU, GADIS CRIMSONMANE LEZAT!"
Alicia menjerit dan melompat kaget. Kakinya hampir kehilangan keseimbangan, membuatnya hampir terjatuh. Untungnya tangannya cukup cepat untuk mendarat dan menopang tubuhnya agar tidak benar-benar terjerembab. Nadine dan Gilmore membalas dengan tawa.
"Hehehe. Selalu berhasil setiap saat," tutur Gilmore
"Nadine! Gilmore! Tidak lucu tahu!"
"Lelucon Vampir Sunchester memang tidak lucu," balas Nadine. "Tapi reaksimu selalu menggelitik perutku, dan aku tidak akan pernah jera. Jadi selalu siap siaga untuk kejutan lain, Alicia."
Alicia terduduk dengan kedua tangan di belakang punggungnya, menopang tubuhnya. "Dan membuatku terancam meninggal serangan jantung setiap saat? Sungguh teman yang penuh perhatian." Mukanya cemberut melihat kedua temannya.
"Oh ayolah, jangan cemberut begitu. Jantungmu tidak akan berdegub lebih kencang daripada jantung Gilmore saat melakukan latihan interval intensitas tinggi," sahut Nadine.
"Tidak, tidak biarkan mukanya cemberut. Kau sangat menggemaskan ketika cemberut." Gilmore menimpal secara antusisas dengan senyumnya yang lebar.
"Diamlah Gilmore, dasar aneh," balas Alicia setengah kesal, sedangkan Gilmore semakin girang. "Dan bisakah kalian tidak membuat lelucon Vampir Sunchester lagi, aku mohon? Itu sungguh tidak lucu. Banyak anak-anak yang menjadi korban atas serangan vampir tersebut."
"Oh ayolah, berapa kali harus aku katakan kalau Vampir Sunchester itu cuma dongeng belaka?" kata Gilmore.
Sanggahan yang langsung ditepis oleh si gadis berkacamata. "Apa maksudmu cuma dongeng?" tergurnya. "Bukankah aku pernah cerita kalau aku hampir mati diculik oleh vampir tersebut waktu kita sedang berkemah? Dan Mamaku yang menangkap vampir tersebut? Saat Mama membawaku dalam perjalanan kerjanya di Glasnagour? Dan ini baru kali pertama kau mengatakan vampir Sunchester tidak nyata. Jangan bilang kamu tidak mengingatnya."
"Tunggu, kau pernah menceritakannya? Hmm Kau terlalu banyak pasokan cerita tragis mengenai dirimu, saking banyaknya aku bahkan tidak ingat kapan kau pernah cerita sesuatu selain 'hampir mati, hampir diculik, bla bla bla'." Gilmore tertawa.
Nadine kemudian menyikut perut Gilmore agar berhenti membuat Alicia semakin kesal. "Aww ...," Gilmore mengerang kesakitan.
"Tentu saja tidak, bodoh! Alicia juga punya segudang cerita pengalaman yang menyenangkan. Dia bukan anak yang diperlakukan abusif oleh keluarganya," โNadine meralat perkataannyaโ "keluarga inti lebih tepatnya."
Nadine kembali menoleh ke arah Alicia. "Tapi mungkin kau benar, Alicia. Oh Alicia yang malang maafkan kami. Betapa teganya kami menganggu gadis yang baik, rapuh dan manis sepertimu sampai begitunya! Sini, biarkan aku memelukmu!" tutur Nadine secara menggoda, sambil menarik tangan Alicia untuk membantunya berdiri, kemudian mendekapnya seolah Alicia adalah sosok anak kecil yang berharga dan perlu dilindungi. "Jangan khawatir Alicia! Kami akan melontarkan lelucon yang lebih beradab, malaikat kecilku."
Alicia mencoba melepaskan dekapan Nadine, "Sudahlah hentikan." Jawabnya dengan muka yang sedikit memerah. Mereka akhirnya berjalan menuju Trinketshore, kota kecil tempat mereka tinggal.
"Omong-omong kamu daritadi kemana? Pasti jadi sukarelawan di kompleks TK lagi ya?" tanya Nadine. "Memangnya kamu tidak ikut ujian akhir?"
"Sudah selesai pagi tadi. Ujiannya biasa saja."
"Wow, pasti lulus dengan peringkat pertama seperti biasa. Selamat ya, nona."
Alicia menatap Nadine dengan mata terbuka sedikit lebar.
"Hmm? Selamat untuk apa? Aku hanya menyelesaikan ujian, belum lulus."
"Tentu saja kau akan lulus," jawab Gilmore. "Alicia Crimsonmane tidak lulus ujian adalah sebuah anomali. Lagipula ini adalah ujian terakhirmu di SMA ini sebagai murid akseleran, sedangkan kami masih harus tersangkut di sana satu tahun lagi, huft."
"Jadi, apa rencanamu selanjutnya?" Tanya Nadine "Maksudku, pendidikanmu selanjutnya? Apa sudah pilih universitas? Mau masuk penjurusan apa?"
Alicia dengan kepala sedikit mengadah ke atas, seolah matanya kebal terhadap pancaran sinar matahari yang terik. "Itu masalahnya, Aku belum tahu. Belum ada satupun yang benar-benar menarik perhatianku." Alicia termenung sebentar, lalu melanjutkan dengan sedikit senyuman terlintas di bibirnya. "Entahlah, aku masih butuh waktu untuk memikirkannya, dan sekarang bukan waktu yang tepat. Satu-satunya yang kupikirkan sekarang adalah untuk istirahat setelah serangkaian ujian dan mengurus anak pra-sekolah yang melelahkan."
"Itu menjelaskan kenapa mukamu datar sekali. Seperti beban ujianmu belum sepenuhnya hilang," tukas Gilmore.
Nadine dengan sedikit mengernyitkan alisnya, menjawab dengan keheranan. "Bukannya kamu sudah harus memilih pilihan universitas atau setidaknya pekerjaan yang akan kamu lalui kedepannya? Liburan musim panas akan terasa lebih cepat dari yang kita duga, loh"
"OH! OH! OH! Aku tahu kenapa Alicia belum menemukan jurusan yang menarik baginya," sela Gilmore dengan muka yang penuh antusias dan jari telunjuknya menunjuk ke arah langit, seolah-olah berhasil membaca pikiran gadis berkacamata bulat itu. "Itu, karena ... tidak ada jurusan untuk menjadi seorang penyihir! Kau tahu ... Alicia ... Crimsonmane ... SIHIR!?" Setelah berkata demikian, Gilmore melanjutkan dengan tertawa terbahak dengan nada yang sedikit menyindir. Alicia hanya mendesah sambil memutar kedua matanya ke samping.
Nadine mengomeli Gilmore "Gilmore, ayolah. Tidak perlu membawa pembahasan sensitif seperti menjadi penyihir kepada Alicia. Kenapa kau suka mengusik Alicia seperti itu?"
"Maaf, maaf ... Aku hanya bercanda. Hanya ingin menyambung pembicaraan, kau tahu?" jawab Gilmore dengan nada sedikit menyesal karena ditegur oleh Nadine.
Setelah merenung beberapa saat, Alicia menjawab sambil tersenyum, "Sebenarnya, tidak masalah Gilmore, kau benar. Memang sulit untuk mengungkapkan hasrat terdalam kepada orang lain tanpa berpikir berlebihan bahwa itu akan menyakitkan perasaan sendiri. Bahkan ke orang terdekat. Tapi kalau tidak diungkapkan malah tidak baik untuk kesehatan mental. Jujur saja, aku belum move on soal menyoal penyihir." Sang gadis menoleh ke arah Gilmore sembari berjalan. "Jadi, terima kasih ya sudah membantuku mengungkapkan apa yang kuinginkan secara mudah, Gilmore. Aku tahu aku bisa mengandalkanmu untuk mengungkapkan sesuatu secara jujur, hahaha". Alicia tertawa secara tulus. Gilmore, terkagum dan sedikit terharu segera memeluk Alicia dengan dekapannya yang erat seperti pelukan beruang.
"OH, ALICIA! BAGAIMANA GERANGAN BISA BERPIKIR UNTUK MENGATAKAN HAL SEPERTI ITU! JIKA SAJA SELURUH DUNIA BISA BERTINDAK SEPERTI DIRIMU! Kau tahu, persetan pengawal kerajaan! Aku mungkin akan menjadi pengawal keluarga Crimsonmane saja!" Gilmore terus memeluk Alicia sambil mengangkatnya dan berputar tujuh keliling, sekali lagi bertindak tanpa berpikir bagaimana keadaan orang yang dia ajak bicara.
"G-Gilmorre! K-kau membuatku mual ...," Alicia mencoba menegurnya kendati dirinya sesak napas dan pusing di saat yang sama, demi menarik kesadaran Gilmore yang berada dalam pengaruh ekstasi terhadap Alicia, kembali ke alam fana.
"HEY BODOH! KAU MEREMUKKAN TUBUH ALICIA!" Nadine panik melihat kecerobohan Gilmore yang bisa bisa membunuh orang.
"Oh Celaka! Maaf, Alicia." Gilmore menurunkan temannya itu kembali ke tanah. Alicia membungkuk dengan satu tangannya di sepanjang bahu Nadine, mencoba mengambil napas. Setelah itu Alicia memperbaiki posisi kacamatanya yang tinggi sebelah. "Wow. Benar-benar wahana yang menyesakkan." Mereka bertiga tertawa dan kembali melanjutkan perjalanannya.
"Tapi, Liz," Nadine menimpali Alicia, "kamu tidak perlu merasa kecil hati hanya karena kamu tidak seperti anggota keluargamu yang lain. Maksudku, kau salah satu murid terpintar di Trinketshore! Dengan pencapaianmu hingga saat ini, kesempatan di luar sana membludak, terbuka lebar menunggumu. Kamu tahu 'kan kamu bisa mengubah dunia tanpa mengucapkan mantra abrakadabra atau apalah itu. Percayalah, saat kamu memilih jalan hidupmu dengan tepat, kamu bahkan akan lupa kalau kamu pernah bermimpi menjadi penyihir dari keluarga Crimsonmane. Kamu tak akan hidup dibawah bayang-bayang keluargamu. Tapi tentu, ambilah waktu sesukamu untuk mencari tahu apa yang kamu suka. Orang-orang diluar sana tidak akan habisnya membutuhkan keahlianmu."
Sengir tulus Alicia keluar sembari membalas perkataan Nadine. "Sepertinya aku pernah dengar versi pendek dari perkataan barusan."
"Dari siapa?"
"Eh ..., lupakan." Alicia tertawa kecil sendiri. Nadine memandangnya bingung tapi memutuskan untuk tidak menggubrisnya.
Alicia merangkul tangan kirinya ke pundak Nadine sedangkan tangan kanannya hanya merangkul pinggang Gilmore karena tubuh Gilmore yang terlalu tinggi. "Ah, entah bagaimana rasanya jika tidak pernah mengenal kalian. Tapi aku melakukannya, jadi ... aku sangat beruntung!"
Mereka akhirnya masuk ke kota. Alicia terdiam sesaat, sementara kedua teman di sebelah kanan dan kirinya mendahului dirinya.
"Kalian langsung pulang ke rumah?" tanya Alicia kepada kedua temannya.
"Ehh ... Iya, tentu saja. Memangnya ada apa?" Nadine bertanya balik.
"Buffet daging di Howlett's? Aku yang traktir."
"Hah? Apa?" Nadine dan Gilmore menjawab secara serentak dengan nada tidak percaya. Namun, Gilmore hadir dengan wajah yang lebih ekspresif. Tatapannya tajam menusuk kacamata Alicia, berharap dia tidak bermain-main tentang mencukongi makan buffet daging.
"Well, hari ini aku baru menyelesaikan ujian akhir, ingat?" Alicia tersipu, tapi senyum manisnya tak ketinggalan. Sambil menggaruk belakang kepalanya, sang gadis mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk kalimat selanjutnya. "Semua kegiatan dan perjalanan pulang saat musim panas ini benar-benar menyerap semua energiku. Aku ingin berteduh sebentar untuk makan dan memulihkan tenagaku. Sementara Gilmore mungkin bisa memangsa semua jenis daging disana sampai masuk ke dalam peternakan. Aku dengar latihan bela diri pedang sangat berat sehingga membutuhkan semua protein yang dapat diterima agar dapat berlatih dengan baik!" Alicia lanjut bergelak.
"PROTEIN!!" Gilmore berkumandang, disambung dengan ketawa dari kedua gadis. "Kalau kau tidak cukup cepat, jangan harap kau akan mendapatkan bahkan tulangnya sekalipun!" Gilmore langsung berlari ke arah lokasi restoran tak jauh di depan mereka.
"Ya! Teruslah berlari, Otak Otot! Sementara kami akan makan di tempat lain, dan kau terpaksa membayar seluruh peternakan untuk semua daging yang kau makan!" teriak Nadine dengan suara nyaring. Alicia hanya melanjutkan gelak riangnya.
Untuk sesaat, melihat tingkah laku kedua temannya, membuat Alicia mengingat ketika ia dan keluarganya baru pindah ke kota kecil Trinketshore dan Alicia kecil berkenalan dengan mereka untuk pertama kali. Alicia kecil sangat pemalu dan tidak mau bergaul dengan siapapun karena dirinya sering dirudung, hanya menempel kepada ibunya. Ibunya mendorongnya memberanikan diri untuk mendapatkan teman di tempat tinggalnya yang baru dengan sebuah kiasan.
๐๐ช๐ฌ๐ข ๐ฐ๐ณ๐ข๐ฏ๐จ-๐ฐ๐ณ๐ข๐ฏ๐จ ๐ฅ๐ช ๐ด๐ฆ๐ฃ๐ฆ๐ญ๐ข๐ฉ ๐ฃ๐ข๐ณ๐ข๐ต ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ฐ๐ญ๐ข๐ฌ๐ฎ๐ถ, ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ซ๐ข๐ญ๐ข๐ฏ๐ญ๐ข๐ฉ ๐ต๐ฆ๐ณ๐ถ๐ด ๐ฌ๐ฆ ๐ข๐ณ๐ข๐ฉ ๐ต๐ช๐ฎ๐ถ๐ณ, ๐ด๐ข๐ฎ๐ฑ๐ข๐ช ๐ฌ๐ข๐ฎ๐ถ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ฆ๐ฎ๐ถ๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ญ๐ฆ๐ฃ๐ช๐ฉ ๐ฃ๐ข๐ฏ๐บ๐ข๐ฌ ๐ฐ๐ณ๐ข๐ฏ๐จ ๐บ๐ข๐ฏ๐จ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ฆ๐ณ๐ช๐ฎ๐ข๐ฎ๐ถ ๐ฅ๐ช ๐ด๐ฆ๐ฑ๐ข๐ฏ๐ซ๐ข๐ฏ๐จ ๐ฑ๐ฆ๐ณ๐ซ๐ข๐ญ๐ข๐ฏ๐ข๐ฏ ๐ฅ๐ข๐ณ๐ช๐ฑ๐ข๐ฅ๐ข ๐ฅ๐ช ๐ฃ๐ข๐ณ๐ข๐ต. ๐๐ฆ๐ต๐ข๐ฑ๐ญ๐ข๐ฉ ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ซ๐ข๐ญ๐ข๐ฏ ๐ฌ๐ฆ ๐ข๐ณ๐ข๐ฉ ๐ต๐ช๐ฎ๐ถ๐ณ, ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐ฌ๐ข๐ฎ๐ถ ๐ข๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ข๐ฅ๐ข ๐ฅ๐ช ๐ด๐ฆ๐ฃ๐ฆ๐ญ๐ข๐ฉ ๐ฃ๐ข๐ณ๐ข๐ต. Begitulah kira-kira perkataanya.
Mengingat petuah ibunya memunculkan rasa rindu. Namun Alicia tahu jikalau ibunya tidak menginginkan dirinya untuk terperangkap dalam kesedihan yang tidak membawanya kemanapun. Sebuah janji yang Alicia buat sendiriโyang sedang dirinya terus usahakanโuntuk tetap menjalani kehidupannya secara penuh agar semakin sedikit penyesalan yang dia dapatkan. []