webnovel

Semakin Terbuka

"Tempat apa ini?"

Deril menatap sekitar dengan kening mengekerut menahan silau dari cahaya matahari. Mulut yang selalu bergerak mengunyah permen karet. Menjadikan aura gelap Deril bertambah berkali kali lipat.

Deril menatap lea yang hanya memiliki tinggi sebatas bahunya. Membuat pria itu menunduk untuk dapat melihat wajah ayu lea.

"Kau tau? Berapa lama dan betapa sulitnya aku membangun semua ini."

Lea bungkam.

Deril memasukkan kedua tangannya ke dalam kecalana biru dongker yang di gunakannya.

Pandangan Deril kembali menatap gedung besar yang nampak kumuh dan berantakan jika dari luar.

"Kurang lebih 2 tahun aku membangun semua ini. Mulai dari pembangunan yang gedung penuh sengketa, Creane itu pun ku beli setelah pasar ini berjalan lebih setahun."

"Ku pikir kau sudah kaya sejak kau lahir."

Deril terkekeh.

"Yah. Sayangnya aku tak seberuntung itu. Baru ini saja aku bisa menikmati kekayaanku."

Lea hanya mengangguk. Deril mulai melangkahkan kakinya menuju ke dalam gedung tersebut. Lea sesekali berlari kecil untuk menyamakan langkah kaki Deril yang panjang.

"M-mm ... Bisakah kau pelankan ritme berjalanmu Deril. Aku kesulitan," ucap Lea malu.

Deril yang mendengar itu berhenti mendadak dan langsung membalikkan tubuhnya menghadap gadis itu yang membuat Lea menabrak dada bidangnya. Memanfaatkan kesempatan itu Deril langsung mendekap Lea dengan erat.

Lea membelalakkan matanya terkejut. Jujur saat ini jantung nya berdetak lebih cepat. Tubuh Lea menegang, saat merasakan pelukan dari tangan kekar milik Deril. Deril sedikit tersenyum di balik diamnya.

Lea yang semula melamun tak percaya dengan keadaan ini. Cepat cepat lea menyadarkan dirinya dan melepaskan diri dari pelukan pria itu. Lea yang salah tingkah dengan menimbulkan semburat merah di kedua pipinya. Dan yah, tentu saja Deril melihatnya.

"K-kau seharusnya tak melakukan itu," gumam Lea sembari menundukkan pandangannya.

"Fine. Kita masuk," ucap Deril yang paham akan maksud dari Lea.

Keduanya kembali berjalan dengan Lea yang meringkuk saat ini dan tidak bisa berdiri tegap saat berjalan karena ia sungguh malu atas kejadian yang baru saja terjadi.

Langkah lea membawa tubuh mungilnya memasuki ke dalam sebuah gedung beratap tinggi dan luas itu.

Peti peti tersusun dengan rapih di setiap sudut. Banyak pekerja yang lalu lalang disini dan di setiap kali berpapasan dengan Deril, mereka pasti akan berhenti sejenak untuk menunduk hormat kepada Deril.

Lea memandang sekitar dengam Ekspresi wajah yang sangat bingung dan juga takut.

"Mereka membawa pistol?" tanya pada sekelompok pria.

Deril mengikuti arah yang di tunjuk oleh lea.

"Ya, pistol itu akan di jual kepada seseorang yang kurang menyukai dengan kata Legal dan memilih ilegal."

Lea bingung dengan ucapan Deril.

"Hati hati mereka semua membawa senjata tersembunyi yang kau tak duga sebelumnya," ucap Deril usil.

Ucapan Deril suksss membuat gadis itu cukup takut. Lea tanpa sadar merapat ke arah Deril. Setidaknya pria ini bisa melindunginya pikirnya. Yah, walaupun ia tau bahwa Deril lebih kejam dan menakutkan di banding mereka.

"Inilah pusat dari segala perdagangan pasar gelap yang ku dirikan. Mengenaskan? I, know," ucap percaya diri Deril.

"Selamat siang tuan." ucap seorang pria yang tiba tiba datang. Mungkin dia salah satu bawahan Deril.

"Siang," jawab datar Deril.

Deril melangkahkan kakinya menuju sebuah ruangan kecil yang berada di sudut ruangan sana. Lea mengekor di belakangnya. Masih tetap dengan kewaspadaan tinggi, Lea berjalan menuju ruangan itu.

***

Mereka duduk di sebuah sofa yang mengdahap langsung ke kaca besar yang menampakkan pemandangan Creane yang sedang berputar dan juga laut yang kuas di sana.

Biru mengkilap pantulan cahaya mentari ke laut, membuatnya mengernyitkan keningnya karena silau.

Deril duduk dan langsung menuangkan vodka ke dalam gelas yang sangat cantik. Namun, lihatlah apa yang lea lakukan saat melihat itu.

"Tunggu!" ucap Lea memberhentikan aktifitas Deril yang tengah menuangkan vodka ke dalam gelas miliknya.

"Why?" tanya Deril dengan satu alis terangkat.

Lea mengambil posisi duduk di samping deril dan menghadap langsung ke pria itu. "Menurut buku yang ku baca, minum alkohol seperti ini. Sungguh tak baik untuk kesehatanmu."

Deril melipat kakinya dan bersandar ke sofa sembari menyibakkan teksedo yang awalnya menutup bagian perut Deril.

"Kita berbicara tentang ilmu saja. Oke? Jika tidak salah, ini semua akan berpengaruh pada kualitas ... Ekhem! Sperma yang kamu miliki. Jadi mungkin saja-"

"Kau mengira bahwa sperma ku kualitas rendahan? Sungguh?" tanya Deril dengan wajah yang mengesalkan di mata Lea.

"Owh ... Tidak. Tapi, bisa saja karena kebiasaan burukmu yang merokok, meminum minuman seperti itu dengan insensitas yang cukup sering. Itu saja bukan?"

"Ya mungkin saja. Tapi, jika kita tidak mencoba apa kita akan tau seberapa tinggi kualitas sperma milikku? Jika kau memginginkannya, malam ini kita akan lakukan. Oh! Atau mau sekarang, Maybe?"

Lea paham maksud Deril.

"Kita lihat satu minggu kedepan. Apa kau akan hamil anak ku atau tidak," ucap santai Deril sembil menyesap vodkanya.

"Ah iya, aku budakmu bukan? Jadi, tidak seharusnya aku duduk di atas kursi yang sama," elak Lea yang akan beranjak, kemudian di tahan oleh Deril. Dan gadis itu kembali terduduk.

Lea terkejut dan membelalakkan matanya saat wajah Deril dan lea bertemu sangat dekat.

"Jangan coba coba mengalihkan pembicaraan, baby ..."

Seketika lea di buat gugup dan takut oleh Deril.

"Mau mencoba nanti malam? Setidaknya, jika kau hamil anakku nanti, akan memperbaiki keturunanmu yang mungkin akan memiliki otak sepertimu," ejek Deril kepada Lea.

"Enak saja. Aku bukan wanita seperti itu berkali kali kubilang padamu bukan?!"

Di tengah obrolan ringan di antara Deril dan lea, ada kutu penganggu yang datang. Dengan kepercayaan diri yang sungguh sungguh luar biasa untuk menemui Deril secara langsung.

Tok Tok Tok

"Masuk," ucap Deril dari dalam.

Munculah seseorang itu dari balik pintu.

"Selamat siang tuan," sapa wanita paruh baya itu dengan ramah. Justru Deril malah merasa jijik.

Lea terkejut dan juga takut. Gadis yang awalnya berada di sampingnya dan duduk manis itu kini langsung berdiri dan berpindah ke balakang Deril.

"Sepertinya kita kedatangan tamu yang tak di undang baby," ucap Deril yang melirik sekilas kebelakang. Lea yang mengenggam erat texudo Deril, yang bertanda bahwa ia merasakan adanya ketakutan pada dirinya.

Deril beranjak. Langsung menggandeng tangan lea dan menuntunnya untuk berdiri di belakang kursi meja kerjanya. Sementara Deril duduk dengan melipat kakinya.

"To the point saja. Aku benci basa basi." Deril berkata dengan datar sembari menyalakan rokoknya.