Ke esokkan harinya, setelah kejadian mengenai pernyataan kemarin. Lea mencoba untuk selalu patuh dengan Deril seperti ucapan Lea tempo hari. Tapi, tidak untuk keinginan Deril yang satu itu.
Sekeliling rumah Deril selalu di jaga pria yang berbadan tinggi dengan pakaian hitam di sana. Lea pun selalu mendapati pria itu hanya berdiri diam mematung di tempat.
Seperti saat ini, memanggil lea untuk datang ke ruang kerjannya. Sama, pria itu tengah berdiri tegap.
"M-maaf, Tuan Deril menyuruhku masuk."
Dia yang mendengar itu mengangguk. Dia Exhel yang paham dengan yang Lea katakan, Exhel menggeser posisi awal untuk memberi jalan lea masuk.
"Silahkan."
Lea mengangguk kecil.
Tok tok tok
Ceklek.
Lea masuk perlahan, Exhel menutup pintu tersebut dari luar. Dapat Lea lihat, Deril yang tengah duduk terfokus dengan Leptop yang ada di hadapannya dengan menggunakan texudo lengkap.
Tak dapat Lea pungkiri bahwa pria ini benar-benar tampan.
Merasa bahwa ketukan pintu tadi tak membuat menyadari ketangannya maka lea mencoba untuk mengucapkan salam.
"Assalamualaikum," ucap Lwa lembut kepada Deril. Pria itu tersadar dan mengalihkan fokusnya kepada pemilik suara.
Deril terdiam terpana melihat Lea kali ini. Gadis mengenakan pakaian yang bernuansa biru langit dan entah mengapa itu malah membuatnya benar benar tak ingin berkedip.
Lea yang merasa di perhatikan intens oleh pria yang di depannya itu canggung dan salah tingkah. "A-ah ... Kau melihat apa?"
Derik yang tersadar dan langsung mengediokan matanya kemudian mengusap wajahnya.
"Duduk lah," ucapnya kemudian.
Deril hari ini merasa bodoh lagi di hadapan gadis ini. Bukan pertama kalinya ia seperti ini di hadapannya. Ingin sekali rasanya ia marah. Namun, seperti ada yang mengeren itu semua.
Lea perlahan duduk di kursi depan meja yang ada di hadapan Deril.
"Bagaimana keadaanmu hari ini?"
"Yah, Seperti yang kau lihat. Saat ini, aku sudah semakin membaik."
"Baik. Seperti janjiku tempo hari . Aku akan mengajakmu ke markas utama Black Market."
"Oh. Apa aku disana akan melihat pembunuhan, mayat, darah, dan-"
"Aku rasa kau ini memang benar benar bodoh. Bukankah aku sudah pernah mengatakan, jika aku akan membunuh orang yang berhianat dan hidupku maupun orang terdekatku?"
Lea hanya bisa mengangguk dalam diam.
"Kau tau pria yang berjaga di depan sana?" ucap Deril sembari menunjuk pintu utama. Lea seketika mengikuti arah yang di tunjukkan okeh Deril, dan seketika menggeleng.
"Pria pria menakutkan di luar sana, aku pikir mereka semua sama saja. Mereka berpakaian sama, bertingkah sama, dan juga ... Berpostur sama. Maybe?"
Derik yang mendengar itu seketika terkekeh. Ucapan polos lea tadi sungguh membuatnya tertawa kecil.
Dan untuk pertama kalianya ia tertawa karena seorang gadis.
"Mereka berbeda. Jadi, kau sudah siap?"
"Ahh ... Ya Bissmillah."
Keduanya hendak berjalan.
Namun,
"Wait!" sedikit teriak Lea yang mengejutkan Deril. Membuat Deril kembali duduk di posisinya.
"Why?"
"Di sana, kau tidak akan menjual ku bukan? Atau membunuhku? Atau-"
"Stop it! Mari kita berangkat," ucap Deril datar dan langsung melangkahkan kakinya keluar dari ruang kerjanya. Yang mau tak mau lea pun membututinya.
**
Berada di dalam satu mobil dengan pria asing lagi lagi membuatnya canggung.
Lea di sisi kanan dan Deril di sisi kiri. Lea melihat pemandangan gedung gedung pencakar langit melalui kaca mobil di sampingnya.
Hingga lea mengangkap suatu objek yang membuatnya terdiam.
"Bisa kita berhenti! Sebentar?" Ucapnya tergesa gesa.
"Kenapa? Kau mengalami sesuatu?"
Mobil mulai menepi saat sang pengemudi pribadi Deril mendapatkan perintah dari sang atasan.
"Disana. Aku ingin menemuinya sebentar."
Kepala Deril menengok kebelakang. Melihat siapa yang Lea maksut. Kini pria itu paham. Ia melihat seorang wanita paruh baya yang sedang tengah berbincang dengan seseorang. Rahang Deril mengeras. Ia tau, apa maksut lea ingin bertemu dengannya.
"Tidak. Aku tidak mengizinkanmu. Ayo kita jalan," ucap Deril yang kembali dingin.
"Derill ... Kumohon," rengek Lea.
Deril dalam sekejap langsung menatap Lea tajam.
"Jangan buat aku untuk melakukan hal sama seperti kemarin pada mu!" ancam Deril dengan suara rendahnya.
Tangan Deril yang semula memegang teb kini di gunakan memegang tangan lea dengan kuat. Hingga tubuh gadis itu terjerembab ke tubuh Deril.
Dengan sigap Deril langsung memeluk lea dari samping. Tubuh Lea sepontan menegang. Karena tak biasanya Lea mendapatkan perlakuan seperti ini dari seorang pria. Pria dalam arti bukan Mahromnya.
"Ingat. Kini aku tuanmu. Maka kau harus patuh denganku jika kau tak mau tubuhmu yang menjadi korban. Mengerti?" tanya Deril dengan suara yang lebih tanang.
Lea mengangguk dengan ragu dan juga takut.
"Bagus," gumam puas Deril.
***
Mobil sedan hitam milik Deril. Berhenti sesaat setelah memasuki sebuah gedung besar yang berada di sekitar laut. Ini tampak seperti dermaga barang yang cukup aktif dalam kegiatan ekspor impor barang.
Namun, orang orang disini nampak seperti robot yang hanya bergerak tanpa ada interaksi dalam bentuk apapun. Satu alat besar yang di gunakan untuk memindahkan barang ke kapal pun, tengah berdiri tegap di sebelah bangunan besar tersebut.
Lea yang melihat keadaan sekitar. Matahari nampak menyilaukan mata gadis itu. Hijab beserta gamis yang ia kenakan bergerak kesana kemari karena tiupan angin yang cukup kencang.
Deril turun dari mobil yang di ikuti oleh lea dan para anak buahnya. Kaca mata hitam yang setia bertengger di pangkal hidung Deril. Jas yang ia kenakan seolah menari berterbangan karena tiupan angin. Dengan gagahnya Deril menghampiri lea.
"Tempat apa ini?"