webnovel

Pembunuhan Tengah Malam

Editor: Wave Literature

Chen Ge mengatupkan kedua bibirnya rapat-rapat untuk mencegahnya membuat suara aneh. Ketika melihat mayat itu, dia segera mengirim pesan pada He San. "Panggil polisi sekarang!"

Tidak ada cahaya di tangga, dan hanya sebuah pintu yang memisahkan sekelompok orang itu dan Chen Ge. Jadi, para penonton siaran langsungnya tidak mengetahui apa yang sedang terjadi. Chen Ge tidak punya waktu untuk berurusan dengan mereka di saat seperti itu. Dia mendekati celah pintu, dan bahkan tidak berani untuk sekedar mengedipkan matanya.

"Tubuh itu tersembunyi di dalam dinding, dan saat ini mereka coba menggalinya," pikir Chen Ge. Dia tidak berani melakukan gerakan tiba-tiba. Ia berada dalam posisi yang sangat rentan; beberapa penghuni apartemen itu hanya berjarak beberapa langkah darinya. Mereka akan melihatnya jika mereka berbalik dan masuk ke ruangan tempat dia bersembunyi.

"Apa kau sedang bermain dengan pasir di pantai? Bergeraklah dengan lebih kuat!" Pemilik apartemen itu mengutuk kemudian melangkah maju kedepan. Dia membuka karung goni lebar-lebar dan meletakkannya di dekat pria gendut itu. Karena takut membangunkan penghuni lain, mereka bergerak dengan sangat pelan dan tidak membuat suara sedikitpun.

Dinding itu dibongkar dan debu semen memenuhi semua tempat. Semua orang bercucuran keringat, tidak jelas apakah itu keringat karena gugup atau karena penggalian itu. Walaupun mereka membagi pekerjaan, namun ini adalah pengalaman pertama mereka. Semua orang masih bergerak kaku, dan memperlambat proses penggalian itu.

Sepuluh menit kemudian, mereka akhirnya berhasil mengeluarkan mayat itu dari dinding dan memasukkannya dalam karung.

"Hei Gendut, kau disini saja untuk membereskan semua ini; sisanya akan pergi bersamaku ke atas bukit untuk mengubur mayat ini," perintah pemilik apartemen sambil menyodorkan palu pada orang yang pertama diperintahkannya.

"Aku ikut denganmu!" Kata lelaki gemuk itu dengan cepat. Seluruh aktivitas ini telah menguras seluruh tenaganya baik secara fisik maupun mental; dia tidak punya nyali berada sendirian di tengah kegelapan.

"Apakah kau berani?" Kata sang pemilik apartemen pada satu-satunya wanita dalam kelompok itu, "Kalau begitu, Juan Er, kau disini saja untuk menemaninya; kita akan bertemu di tempat biasa di atas bukit setelah ini."

Kemudian, ia dan pria bertato menuruni tangga sambil membawa karung goni.

Langkah kakinya berat dan ringan karena kakinya yang pincang. Ketika melewati ruangan tempat Chen Ge bersembunyi, dia tiba-tiba berhenti.

"Mengapa ada banyak kapas berserakan di lantai?"

Jantung Chen Ge hampir berhenti berdetak ketika ia mendengar pertanyaan itu. Saat membuka boneka-boneka tadi, beberapa kapas dan potongan-potongan kertas jatuh ke lantai. Ia tidak terlalu memperhatikannya karena terlalu gelap, dan sekarang, sudah terlambat untuk mengambil benda yang berserakan itu.

"Mungkin hanya sampah. Kita akan mengurusnya nanti. Mayat ini berat; kita selesaikan saja masalah yang lebih penting dahulu," desak lelaki bertato di belakangnya. Pemilik apartemen mengangguk, dan keduanya kembali melangkah menyusuri koridor dan menuruni tangga.

"Hei gendut, jangan diam saja! Mulailah bekerja." Wanita dan pria gemuk itu bekerja sama untuk mengambil semua sampah dan menghapus noda darah pada benda-benda yang mereka gunakan. Beberapa menit kemudian, mereka ikut menuruni tangga sambil membawa sebuah karung besar.

Suara langkah kaki mereka perlahan menghilang. Setelah tempat itu kembali sunyi, Chen Ge dapat bernapas dengan lega. Dengan hati-hati, ia mencondongkan tubuhnya untuk melihat keadaan sekitar melalui celah pintu. Koridor itu kembali terlihat suram dan kosong. Semua orang sudah pergi.

Sial! Aku sangat ketakutan tadi.

Dia menunggu tiga menit lagi untuk memastikan tidak ada orang yang akan kembali. Setelah itu, Chen Ge perlahan keluar dari balik pintu dan berjinjit menyusuri koridor. Untuk mencegah agar tidak ketahuan, dia tidak menggunakan penerangan dari ponselnya. Ia menyentuh dinding, kemudian bergerak maju.

Berdasarkan perbincangan mereka tadi, orang-orang itu tidak ada hubungan dengan pembunuhan empat tahun lalu, begitu juga dengan pembunuhan mayat perempuan di dinding itu.

Jika ada hubungannya, mereka benar-benar sial. Setelah merampok orang tua itu, mereka ditugaskan untuk mengurus mayat yang ada di dalam dinding. Umumnya, reaksi pertama seseorang dalam keadaan seperti itu adalah memanggil polisi. Tetapi, karena mereka memiliki kejahatan lain yang mereka sembunyikan, mereka tidak berani melakukannya. Pada akhirnya, mereka tidak punya pilihan selain membantu pembunuh yang sebenarnya menjaga rahasia ini, dan sekarang mereka bahkan harus membantu si pembunuh mengubur bukti-bukti.

Tidak heran pemilik apartemen beberapa kali melarangku untuk berkeliaran di sekitar gedung setelah gelap.

Setelah mata Chen Ge terbiasa dengan kegelapan, ia mulai melangkah dengan cepat. Ia tidak sabar untuk keluar dari apartemen itu dan bahkan merelakan tas punggungnya. Tak lama kemudian, ia bergegas turun ke lantai satu.

Sial!

Pintu depan terkunci. Artinya, ia terjebak di dalam gedung.

Orang-orang ini bahkan masih ingat untuk mengunci pintu ketika mereka pergi untuk mengubur mayat. Rasa takut menyusup ke dalam hati Chen Ge. Semua jendela lantai satu telah dilengkapi dengan teralis anti-maling, dan semua jendela lantai tiga ditutupi papan kayu, jadi satu-satunya jalan keluar adalah melalui jendela di lantai dua.

Semakin lama waktu yang dihabiskan dalam tempat itu membuatnya semakin merasa cemas. Chen Ge mencengkeram palu di tangannya saat kembali ke lantai dua. Koridor itu tampak suram dan terlihat seperti rahang monster yang sedang menganga.

Tempat ini terlalu sunyi. Kamar Chen Ge berada di sebelah kamar tuan tanah di ujung terdalam koridor. Tubuhnya menegang karena takut salah satu pintu akan tiba-tiba terbuka. Sambil menahan napas, Chen Ge berjalan dalam diam menyusuri koridor menuju kamarnya.

Untungnya, tidak ada kejutan apapun. Butuh waktu yang cukup lama untuk mengikat sprei dan melompat keluar jendela. Chen Ge mengeluarkan kunci dari sakunya dan menggunakan cahaya ponselnya untuk menemukan lubang kunci. Saat akan memasukkan kunci, tangannya membeku.

Dimana rambut yang diletakannya dalam lubang kunci?

Chen Ge tiba-tiba merinding dan ketakutan membanjirinya. Tubuhnya membeku.

Seseorang telah masuk ke dalam kamarku! Mereka tahu aku tidak ada di kamar!

Napas Chen Ge mulai tak beraturan; dia merasa seperti ada sepotong es yang tersangkut di paru-parunya.

Kapan mereka masuk? Setelah menggali mayat? Atau setelah melihat kapas di lantai? Semua itu tidak penting. Chen Ge mundur beberapa langkah, dan dia perlahan-lahan kembali tenang dan menatap pintu kamarnya yang tertutup. Aku tidak bisa masuk ke sana; mereka mungkin menunggu di dalam untuk menyergapku!

Chen Ge dengan cepat menenangkan dirinya berkat hatinya yang kuat. Dia harus keluar dari tempat itu secepat mungkin atau dia akan berada dalam bahaya besar. Chen Ge tidak membuat suara apa pun saat dia melangkah mundur. Dia tahu dengan pasti, selain jendela di lantai dua, tidak ada jalan keluar lain di apartemen itu.

Dengan berusaha membuat suara sesedikit mungkin, Chen Ge bergerak ke sudut kanan koridor, tempat terjauh dari kamarnya.

Para penghuni apartemen ini jauh lebih berbahaya dari dugaannya. Bisa-tidaknya ia bertahan malam ini tergantung pada taruhannya! Chen Ge menggertakkan gigi dan mengangkat palu untuk mengetuk pintu kamar yang terletak di ujung kanan.

Keheningan di Apartemen Ping An langsung sirna. Chen Ge memukul gembok pintu itu dengan membabi buta. Mendengar keributan tersebut, orang-orang yang tidak diharapkannya tiba-tiba muncul.

Pintu menuju kamar 208 yang disewa Chen Ge dibuka. Lelaki bertato dan pemilik apartemen bergegas sambil mengacungkan palu besi dan parang besar. Mereka berlari ke arahnya dengan ekspresi yang menakutkan!

Tolong terbukalah!

Kunci itu akhirnya rusak, dan tanpa ragu, Chen Ge menendangnya hingga terbuka!