"Maaf ya gue jadi cengeng gini, hanya dengan mengingat almarhum bapak aja yang bikin gue begini. Sebelumnya hanya Ami yang tau ceritanya, tapi sekarang gue mau cerita ke kalian karena nasib Xinxin sama dengan gue" ucap Kirana dengan melihat teman-temannya satu persatu.
Lalu arah mata Kirana beralih ke luar jendela, mengingat kisah bapaknya yang diceritakan oleh ibunya karena waktu itu ia masih dalam kandungan ibunya waktu bapaknya meninggal dunia. Akhirnya ia bercerita mengenai almarhum Ayahnya:
"Tahun 1998 waktu Bapak dan Ibuku masih pengantin baru. Mereka teman sejak kecil walaupun tempat tinggalnya beda desa dan beda usia setahun. Sejak kecil ibuku yakin bahwa bapak adalah jodohnya, tapi bapak awalnya menganggapnya hanya teman biasa, namun ibu tidak patah semangat. Berkat kegigihannya, bapakku akhirnya jatuh cinta juga. Sewaktu SMA mereka berpacaran dan setelah ibuku lulus SMA mereka memutuskan menikah, dan memilih hidup berumah tangga sendiri tanpa turut campur tangan kedua pihak orang tua sehingga mereka pindah rumah dari rumah orang tuanya masing-masing dan mengontrak sendiri, namun letaknya masih satu desa dengan orang tua bapak karena bapak adalah ketua RT desa Karangbendo kecamatan Rogojampi, kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur".
"Bapak walaupun usianya masih muda tapi karena ia tamatan SMA yang dinilai di desanya termasuk terpelajar dibandingkan dengan warganya yang memilih anak-anaknya ikut bertani daripada menyekolahkan anak-anaknya tinggi-tinggi. Selain itu, Bapak juga seorang pria yang baik hati, penyayang dan peduli akan kemajuan serta kesehatan desanya sehingga ia terpilih menjadi ketua RT, padahal sejak kecil ia bercita-cita ingin merantau dan bekerja ke kota, namun demi warga kampung halamannya maka ia memilih tinggal dan mengabdi di sana".
"Awal tahun itu, terdapat desas desus dukun santet di desa lain. Namun mereka menganggapnya peristiwa biasa karena memang di daerah itu terdapat orang yang memiliki ilmu gaib dan masyarakatnya masih percaya akan hal gaib. Ibuku tidak mengira kejadian tersebut akan menimbulkan peristiwa yang merentet panjang hingga semakin lama tuduhan dukun santet itu disertai dengan kekerasan dan pembunuhan oleh kawanan yang disebut ninja. Keadaan semakin mencekam dengan peristiwa pembunuhan yang terjadi hampir tiap hari di berbagai wilayah di Banyuwangi dan wilayah lainnya dengan tuduhan dukun santet".
"Bapakku entah bagaimana ikut terseret dituduh sebagai dukun santet, padahal itu hanyalah fitnah belaka. Entah siapa yang menyebarkan berita palsu itu. Pada bulan Juli sehari sebelum bapak terbunuh, kelompok ninja itu menyerbu beberapa tetangganya yang dituduh sebagai dukun santet yang mempraktekan ilmu hitam, tetangganya itu diculik dari rumahnya pada siang hari. Kejadiannya begitu cepat hingga warganya tak dapat menyelamatkannya dari penculikan terang-terangan oleh ninja itu, entah siapa pelaku dibalik topeng ninja itu. Bapakku yang mengetahui hal tersebut semakin merasa terancam dengan keselamatan keluarga dan warganya dan memerintahkan kepada setiap warganya untuk mengunci pintu rapat-rapat dan jangan membiarkan orang asing masuk ke dalam rumah".
"Seharian mereka mengunci diri di rumah demi keselamatan mereka berdua. Malam keesokan harinya tiba-tiba mati listrik ketika mereka sedang makan malam. Bapak lalu mengintip keluar jendela rumah, dikejauhan terlihat listrik rumah tetangga menyala. Mungkin pemikiran bapak waktu itu daya listrik di rumahnya lemah sehingga terjadi konslet listrik, dan akan keluar rumah mengecek MCB yang terletak di teras luar rumah".
"Bapak berkata [Tungu ya sayang, Mas cek MCB dulu]. (Mas=panggilan kk/suami)
Ibuku yang merasakan firasat buruk, berusaha menghentikan bapak [Tunggu Mas! Perasaan Dhik tidak enak. Jangan keluar ya!] pinta ibu".
"Namun bapak bersikeras mau ke luar rumah untuk menyalakan listrik [Kalau Kangmas enggak keluar, mau gelap-gelapan semalaman] tanya Bapak.
[Gak apa-apa gelap juga, bentar lagi juga waktunya tidur] jawab ibu".
"[Bagi Mas sih gak masalah gelap-gelapan juga, malahan semakin enak bercinta dengan Dhik dalam keadaan gelap. Indera peraba, penciuman dan pendengarannya jadi semakin peka, bercinta terasa semakin nikmat, tidurpun dipeluk terus semalaman gara-gara Dhik takut kegelapan sama seperti waktu itu mati listrik tengah malam. Tiba-tiba Dhik bangunin Mas, Dhik ketakutan banget meluk - meluk nempelin dadannya rapet banget di punggung Mas dan kaki Mas dijepit kaki Dhik, Mas serasa jadi bantal guling, tapi gak apa - apa sih Mas rela dipeluk gitu tiap hari. Dipeluk gitu bikin Mas jadi bergairah lagi padahal sebelumnya kita sudah dua ronde kan. Malam itu kita lanjut bercinta hingga fajar menyingsing, entah berapa kali Dhik mencapai puncak, tiap kali terdengar desahannya membuat Mas bergairah terus hingga tak ada sisa tenaga untuk kerja keesokan harinya. Lagian besok juga Mas gak kemana-mana, yuk kita ke kamar!] Ajak bapak usil".
"[Ih.. Kangmas genit. Jangan lagi deh kaya waktu itu, hari itu badan Dhik pegal pegal semua, kemaluan Dhik sampai lecet, pipisnya jadi perih tau. Kalau gelap, Mas ganas banget kaya serigala kelaparan aja. Dhik gak mau lagi. Ya sudah sana nyalain MCBnya!] perintah ibu.
[Ckckck.. Kasian Dhik jadi korban pemuas nafsu Mas. Habisnya memang lebih nikmat ketika bercinta gelap-gelapan sih. Hehehe] cengiran bapak".
"[Sayang, kita kan sudah menikah hampir setengah tahun tapi belum dikaruniai anak juga, mungkin dengan mengulang kejadian malam 3 bulan lalu itu, kemungkinan Dhik hamil jadi makin besar kan?] Bujuk bapak lagi yang menginginkan kejadian malam gelap-gelapan itu terulang lagi.
[Gak mau, udah sana keluar nyalain listriknya!] perintah ibu lagi.
[Ya sudahlah kalau begitu, Mas keluar dulu ya!] ucap bapak.
[Tunggu!] kata ibu yang segera lari ke dapur.
[Apalagi sayang?] tanya bapak sambil menunggu istrinya yang ke dapur".
"Ibu ke dapur mengambil sesuatu lalu kembali lagi dan menyerahkan sesuatu ke bapak.
[Bawa ini! Jaga-jaga aja, Dhik takut di luar ada ninja. Ingat kan tetangga kita dan korban-korban pembunuhan di berbagai daerah yang dituduh dukun santet?] tanya ibu sambil mengingatkan supaya berhati-hati dan menyerahkan kayu di tangan kiri, kayu tersebut sebelumnya berada di dapur yang biasa ibuku gunakan untuk menumbuk padi, sedangkan tangan kanannya menyerahkan pisau dapur".
"Hanya benda itu yang menurutnya dapat digunakan sebagai senjata perlindungan diri. Namun bapaknya hanya mengambil kayu saja.
[Ini juga sudah cukup. Pisaunya Dhik saja yang pegang ya! Hati-hati pegangnya! Jangan nusuk Mas ya!] Becandaan bapak untuk mencairkan suasana yang tegang.
[Ih Mas becandanya keterlaluan, mana mungkin Dhik tega nusuk Mas. Jangankan darah manusia, darah hewanpun bikin pusing padahal itu darah ayam yang disembelih Mas] omelan ibu sambil memukul pundak bapak".
"[iya-iya maafin Mas ya sayang] ucap bapak sambil mencium kening ibu dan memeluknya sebagai permintaan maaf.
[iya Dhik maafin, tapi becandanya jangan keterlaluan kayak gitu lagi ya!] pinta ibu.
[ok siap komandan] ucap bapak dengan sikap badan tegap, sedangkan tangan kanan diangkat keatas sejajar bahu lalu siku ditekuk 45 derajat dan ujung jarinya diletakkan di atas alis mata sebagai bentuk hormat ala militer.
[Tuh kan becanda lagi. Udah sana keluar!] perintah ibu". Maka bapakpun membuka kunci rumah lalu berjalan dua langkah ke luar rumah".
Percakapan ibu dan bapaknya Kirana dalam bahasa Jawa ya. Saya hanya mengerti kalau mendengar percakapan bahasa Jawa tapi tidak bisa balik berbicara. Maklumnyà, abdi urang Sunda, teu tiasa nyarios basa Jawa. Chapter ini yang ringan dulu, chapter selanjutnya bakalan sedih & sedikit sadis.
Pasti kalian bingung dan bertanya-tanya, "ini mana kisah percintaanya? Malahan cerita sadis mulu".
Hehehe.. Maaf ya.. Tunggu sampai tahun depan. Wkwkwk