webnovel

Terjerat Kawin Kontrak

Menjadi pelayan keluarganya sendiri dan dijual sebagai wanita malam? Eneng Ayu Duschenka, gadis blasteran Indonesia-Rusia yatim piatu sejak usianya 6 tahun. Usia 13 tahun, paman yang menampungnya meninggal, sehingga ia diperlakukan bagaikan pelayan oleh bibi dan sepupunya! Tak hanya itu, ketika berumur 18 tahun, ia diculik dan dijual ke germo dan menjadi wanita penghibur berkedok kawin kontrak dengan turis asal Timur Tengah. Rashid bin Ali Al Muhtarom, seorang pangeran sekaligus pengusaha dari negeri Qatar. Pergolakan politik yang terjadi di negaranya mengharuskannya menyelamatkan negerinya dari ambang kehancuran. Bagaimanakah kedua insan ini dapat bertemu? Akankah nasib Ayu berjalan bagaikan Cinderella? Ataukah sebaliknya? Dapatkah Rashid menyelamatkan negerinya melalui kedok kawin kontrak dengan Ayu? Ikuti kisah keduanya yang terjerat kawin kontrak. ***************************************** Daftar isi : Vol 1 : ch 1 - 23 : Mengenai masa lalu Ayu, dkk Isi cerita: 1. sedikit sedih ceritanya 2. Persahabatan Vol 2 : ch 24 - ~ : Ayu & Rashid Isi cerita : 1. Bucin abis.. 2. Jalan - jalan wilayah Indonesia 3. Diselipkan informasi pengetahuan umum jadi bukan hanya sekedar membaca cerita 5. Penculikan lagi 6. Jalan-jalan ke Jepang 7. Pulang ke Qatar bertemu keluarga Rashid ***************************************** Hak cipta cerita dan cover novel adalah milik author sendiri. Ig design cover by adhe_art_ Peristiwa di kisah ini percampuran fiksi dan nonfiksi, namun para tokohnya hanyalah khayalan author semata. Selamat menikmati.

3cy · Urban
Not enough ratings
366 Chs

Kegiatan Ayu Sepulang Sekolah

Waktupun berlalu, tak terasa jam menunjukan pukul 14.30 waktunya pulang sekolah. Ayu berjalan keluar sekolah dan menunggu angkot di halte bis, diantara angkot yang ngetem dan bis yang berhenti di samping jalan depan halte, ada mobil pribadi yang berhenti juga disamping jalan itu, pintu mobil terbuka ternyata Xinxin yang keluar dari mobil itu. Hampir saja Ayu naik angkot itu namun tiba-tiba terdengar "Ayu.. tunggu!!!" teriak Xinxin. Ayu berhenti melangkah lalu menoleh ke arah sumber suara "Eh Xin ada apa?". Xinxin menjawab "Pulangnya ikut aku aja yuk! Rumahmu kan di Pulomas Residence, sedangkan rumahku di Pasadenia Residence, dekat tuh sekalian aja aku antar". Ayu merasa sungkan lalu menolak "Maaf gak usah ngerepotin, aku bisa ko pulang sendiri". Xinxin bersikeras mengajak lagi "Tidak repot kok. Pak Kirman gak asik diajak ngobrol, bete aku dijalan. Ayolah temenin aku ngobrol dijalan". Akhirnya Ayu ikut juga ajakan Xinxin numpang mobil pulang kerumah.

Sepanjang jalan mereka ngobrol. Ternyata Xinxin awalnya terlihat cuek namun dia bisa juga humoris dan enak diajak ngobrol. Tak terasa mereka sudah sampai ke rumah Ayu, dengan tau diri Xinxin berpamitan pulang karena Ayu tidak menawarkannya untuk mampir. Ayu merasa lega Xinxin tidak bertamu karena takut ada bibi dan sepupunya dirumah yang akan marah kepadanya karena mengajak teman sekolah kerumah. Sesampainya di dalam rumah, benar saja bibinya sudah berada di rumah dan menyuruhnya "Cepat ganti baju dan beresin barang-barang ini ke tempatnya lalu kardus dan plastiknya dibuang ya!. Awas hati-hati ada barang pecah belah dan ingat saya hapal betul barang apa saja yang sudah dibeli, jadi jangan sekali-kali mencuri". Bibinya menunjuk berbagai barang belanjaan yang berserakan di ruang tv lantai bawah. Ternyata bibinya berbelanja barang bermerk lagi, harganya pasti mahal.

Semenjak pamannya wafat, hampir setiap hari bibinya berfoya-foya berbelanja, barang yang tidak dibutuhkannya pun tetap dibeli. Walaupun bibinya mendapatkan harta warisan 1,2 milyar dari pamannya, tapi kalau belanja terus tiap hari lama-lama harta akan cepat habis sedangkan bibinya tidak ada pendapatan masuk karena ia seorang ibu rumah tangga biasa. Ayu curiga apakah mungkin bibinya menggunakan harta warisannya dari orang tua dan pamannya tanpa sepengetahuannya karena surat wasiat pamannya berisikan bahwa bibinya menjadi wali dan berhak mengelola harta warisan Ayu hingga ia berusia 21 tahun. Sedangkan selama ini bibinya hanya memberikan uang sedikit kepadanya, bahkan uangnya lebih kecil dibandingkan dengan bi Inem dan pak Udin yang kerja di rumah ini. Sangatlah tidak adil.

Sejak pembacaan surat wasiat itu, Ayu hanya bertemu sekali dengan pengacara dan notaris. Selebihnya bibinya yang bertemu dengan mereka diluar rumah tanpa kehadiran Ayu, jadi bagaimana ia mengadu atas perilaku bibinya itu? Namun Ayu tidak mempermasalahkan harta warisan, baginya tinggal di rumah ini saja sudah cukup baginya untuk mempertahankan kenangannya akan ke dua orang tua dan saudaranya waktu mereka masih hidup di rumah ini. Ayu takut apabila ia keluar dari rumah ini, kenangannya yang indah akan pudar seiring berjalannya waktu. Sekarang rupa wajah orang tua dan saudaranya semakin lama semakin pudar karena waktu mereka wafat usianya masih kecil.

Ayu menempati kamar lamanya yang dulu sekamar dengan kakak perempuannya. Kamarnya berukuran sedang yang terdiri dari kasur single bed menghadap jendela, sofa untuk 1 orang diletakan disudut ruangan yang disampingnya lampu baca berada dekat jendela, sebrangan sofa terdapat meja belajar besar yang diisi berbagai buku bacaan dan buku pelajaran plus kursi berodanya yang mudah dipindahkan, terdapat kamar mandi didalam yang letaknya dibalik dinding kasur, lemari baju di lorong kamar sebrangan pintu kamar mandi dan samping pintu keluar kamar, samping lemari baju terdapat tv 14 inci yang diletakan di atas lemari tv berukuran kecil dan disampingnya terdapat lemari dandan plus cerminnya yang berada di antara lemari tv dan sofa. Kamarnya termasuk mewah dan cantik karena almarhumah ibunya yang mengatur perabotannya.

Selain kamar Ayu, almarhumah ibunya juga yang mendesain dan mengatur perabotan seluruh isi rumah dan pekarangan rumahnya karena ibunya selain seorang model yang dianggap sebagai profesi sampingan, profesi serius yang ia jalankan yaitu desain interior yang merupakan cita-cita ibunya sejak kecil. Profesi itu jugalah yang mempertemukan ayah dan ibunya saat sang sahabat ayahnya menyewa jasanya untuk merancang interior sebuah hotel, ketika sang ayah dan sahabatnya bertemu di perusahaan sahabatnya di Rusia, perbincangan mereka dijeda oleh kedatangan sang ibu. Saat itu ayah dan ibunya saling jatuh cinta pada pandangan pertama. Hubungan mereka berlanjut hingga jenjang pernikahan dan sang ibu mengikuti ayah mereka dan rela meninggalkan keluarganya di Rusia.

Kakek dan neneknya masih hidup di Rusia, ua (kakak ibunya) dan pamanpun berada disana. Setelah ayah dan ibu meninggal, keluarga dari pihak ibunya di Rusia datang ke rumah pamannya di Bogor untuk menjemput Ayu supaya tinggal bersama mereka, namun Ayu lebih memilih tinggal dengan pamannya di Indonesia. Ayu lebih betah disini dan lebih dekat dengan paman dari pihak ayahnya yang sering dijumpainya sejak kecil, sedangkan keluarga dari ibunya hanya pernah ditemuinya 2x dikarenakan jarak yang jauh dan kesibukan masing-masing sehingga jarang ditemui sehingga ia enggan untuk ikut dengan keluarga ibunya. Walaupun ibunya dulu tinggal di Indonesia, namun ia tetap mengajarkan anak-anaknya untuk bisa berbahasa Rusia sehingga anak-anaknya dapat berkomunikasi dengan keluarganya disana.

Sedangkan kakek dan nenek dari pihak ayahnya sudah meninggal akibat kecelakaan pesawat sewaktu ayahnya remaja. Ayahnya hanya dua bersaudara saja tanpa kehadiran eyang (kakek nenek ayahnya) dikarenakan kakek dan nenek Ayu tumbuh besar bersama di panti asuhan, setelah besar mereka menikah lalu lahirlah ayahnya yang disusul pamannya dengan jarak usia 10 tahun. Ayahnya terpaksa menjadi tulang punggung pamannya sehingga terpaksa berhenti kuliah ketika berusia 19 tahun untuk sementara waktu demi menafkahi dan menyekolahkan pamannya saat usia pamannya masih kecil. Segala pekerjaan dijalani ayahnya hingga ia berhasil menjadi seorang investor ketika pamannya SMA, kemudian ayahnya tanpa malu akan usia kembali menempuh pendidikan kuliah bisnis.

Makanya hubungan pamannya sangatlah dekat dengan ayahnya karena ayahnya Ayu selain seorang kakak sekaligus sebagai sosok orang tua ke 2 bagi pamannya, maka pamannya sangatlah terpukul atas kematian kakaknya ketika Ayu berusia 6 tahun. Sebagai balas budi atas kebaikan kakaknya maka pamannya merawat dan mengasuh Ayu bagaikan anaknya sendiri, namun sayangnya bibi dan sepupunya tidaklah sebaik pamannya itu.

Ketika Ayu selesai berganti baju dan mulai membereskan barang-barang belanjaan bibinya, sepupunya Liza pulang ke rumah. Setibanya di ruang tv, Liza langsung melemparkan tasnya sembarang tempat dan berteriak menyuruh Ayu mengambilkan minuman "Eh jerapah, ambilin minum gih sono! Es jeruk pake es batunya yang banyak. Gila diluar panas banget. Mamah.. Kapan nih kita liburan? Udah bete nih". Bibinya yang mendengar teriakan anaknya menjawab "Iya sayang. Nanti ya hari minggu kita jalan-jalan, kamu mau kemana?" "Eropa dong Mah" seru Liza.

"Baru masuk sekolah, udah minta jalan-jalan ke Eropa. Sayang kalau liburan kesana hanya pas weekend doang, buang-buang waktu dijalan" timpal Zainal yang ternyata ada dirumah karena hari itu jadwal kuliahnya sedikit. "Ih kakak ko sewot sih, disini kan panas. Sedangkan disana adem. Atau ke Jepang aja kan cuma 7 jam, bolak balik dijalannya malem aja jadi dipesawat kita tidur, baru deh minggu pagi-sore bisa keliling, malahan gak perlu nginep di hotel. Senin udah bisa sekolah lagi. Lagian sekarang bulan Oktober disana lagi musim gugur, cuacanya pas banget adem tuh" komentar Liza. Zainal menanggapi lagi "Eh tahun lalu di Jepang kan tsunaminya dahsyat banget. Gimana pas kita tiba disana tiba-tiba gempa besar disusul tsunami? Elu mau mati muda disana? Gue sih ogah". "Ih.. kakak ngeselin deh. Kalau gak mau ikut juga gak apa-apa. Kita berdua aja yang liburan, setuju kan Mah?" Liza meminta persetujuan ibunya. Ibunya merespon "Kalau gitu kita liburan di Singapura aja, jarak dekat dan aman dari gempa. Ibu setuju kita berdua aja yang liburan, kakakmu biar fokus nyiapin skripsinya". "Hore.." teriak Liza kegirangan.

Ayu yang mendengar percakapan bibi dan sepupunya itu hanya geleng-geleng kepala sambil merapihkan belanjaan bibinya kemudian dilanjutkan membuat minuman untuk Liza. Setelah itu kegiatan Ayu dilanjutkan berkebun dan memasak untuk makan malam. Akhirnya Ayu terbebas dari tugasnya ketika jam menunjukan pukul 9 malam, sebelum tidur ia belajar dan mengerjakan PR yang ditugaskan gurunya tadi disekolah. Setelah belajar dan salat Isya, barulah ia tidur jam 10 malam.