3 Bab 3-HASIL UJIAN

Semenjak melakukan perjanjian dengan ayahnya, Florence terus belajar dengan giat. Hari-harinya selalu ditemani dengan buku-buku, guru les private pun didatangkan ke rumahnya, atas permintaannya kepada sang ayah.

Gadis itu tidak punya waktu untuk bermain, seringkali teman-temannya mengajaknya keluar untuk sekedar jalan-jalan, tetapi dia tidak pernah mau. Flo lebih memilih tenggelam dalam buku-bukunya. Dia menggunakan kesempatan yang diberikan sang ayah dengan sebaik-baiknya dan dia mengikuti tes untuk masuk fakultas kedokteran dan juga mengikuti tes sebagai calon penerima beasiswa.

Setelah beberapa waktu, akhirnya hasil tes diterimanya. Dia membuka amplop itu di depan kedua orang tuanya.

Florence menangis keras membaca hasil tesnya. Dia mendekap kertas itu di dadanya.

"Aku gagal," ucapnya lirih penuh kekecewaan. Kerja kerasnya terasa sia-sia.

Irvin terkejut mendengarnya. Dia menadahkan tangan ingin melihat hasilnya. Florence pun memberikan kepada ayahnya lalu dia berhambur ke dalam pelukan ibunya.

Lelaki itu membaca hasil tes putrinya, "Flo, kau lulus!" ucap Irvin bingung.

"Aku lulus tes untuk masuk di fakultas kedokteran, tapi aku gagal mendapatkan beasiswa."

Irvin tersenyum simpul, ah tentu saja Florence gagal mendapatkan beasiswanya. Semua orang tahu siapa dirinya. Putrinya tentu saja harus menyertakan latar belakang kehidupannya sebagai syarat untuk mendapatkan beasiswa, sementara dirinya lebih dari mampu menyekolahkan putrinya di sana. Sudah pasti Flo akan gugur dengan sendirinya dan kesempatan itu akan diberikan kepada yang lebih berhak.

"Aku bangga kepadamu, Flo." Irvin membuka kedua tangannya memberikan ruang pelukan hangat untuk sang putri tercinta.

"Bangga? Tapi aku tidak lulus." Flo menyapu air matanya.

"Aku hanya ingin melihat seberapa keras usahamu, dan aku bangga kau berhasil lolos. Kau pasti jadi dokter yang hebat nantinya. Ayo kemari, beri ayahmu ini pelukan!" pinta Irvin dengan mata berkaca-kaca. Ya, dia melihat jelas bagaimana usaha anak semata wayangnya yang pantang menyerah.

"Daddy…" Flo berhambur ke dalam pelukan ayahnya. Menangis haru.

Mia menyusut air matanya penuh rasa bahagia.

***

Bulan berlalu tahun berganti. Florence lulus menjadi sarjana kedokteran. Betapa dia sangat bahagia. Pesta perayaan pun dilakukan di rumahnya. Kedua orang tuanya sangat bangga, begitu juga dengan dirinya.

Flo mencari-cari Edward di antara banyaknya tamu undangan. Senyumnya mengembang saat melihat sahabatnya itu dan juga kedua orang tuanya.

"Selamat, ya Flo." Mereka bergantian memeluk gadis itu.

"Terima kasiiiih." Florence sangat bahagia. Jika bukan karena Edward dan ayahnya dia tidak akan pernah bisa menjadi seperti yang dicita-citakannya. Florence dan dan kedua orang tuanya pun membaur dengan semua orang di pesta itu. Penuh sukacita dan kebahagiaan.

"Boleh aku mengajakmu berdansa, Nona Foster." Edward mengulurkan tangan.

"Tentu. Dengan senang hati, Tuan Quill. Suatu kehormatan bagiku." Florence mengulurkan tangan.

Edward pun menggenggam tangan Flo lalu mengecup punggung gadis itu. Tubuh mereka pun saling berdempetan dan tangan keduanya saling terjalin.

"Selamat, ya … kau berhasil," ucap Edward dengan lembut dan hangat di telinga Florence.

"Terima kasih. Aku sangat bahagia. Semua ini karena bantuanmu dan juga ayahmu," ucap Florence dengan mata berkaca-kaca, "entah dengan cara apa aku bisa membalasnya."

Edward menatap dalam mata ocean blue milik Florence, "Dengan menjadi istriku," seloroh lelaki muda seakan tanpa beban.

"A-apa?!" Florence sangat terkejut. Ya dia ingat Edward pernah mengatakan hal itu, tetapi temannnya itu berkata hanya bercanda.

"Flo aku mencintaimu, sejak lama," ucap Edward dengan disertai senyuman hangat, "kau tau sendiri oramg tua kita sering menjodohkan-jodohkan kita, tapi kurasa hal itu harus kita yang menentukan bukan dipaksa. Aku mencintaimu Flo, apakah kau mau mencobanya? Mencoba mencari tau apakah hubungan ini bisa berhasil jika kita lebih dari sekedar berteman."

"Ed__" kata-kata Flo tercekat. Dia menatap dalam-dalam wajah sahabatnya itu.

Edward memajukan wajahnya, lalu berhenti saat bibirnya dan bibir Flo hanya berjarak 3 sentimeter. Dia merasakan hangat napas Flo menyentuh pipinya. Tidak tidak berani langsung mengecup bibir sahabatnya itu, takut akan mendapatkan penolakan.

Iris cokelatnya bertaut dalam dengan manik biru laut milik Florence. Dadanya berdebar cepat, beberapa detik kemudian gadis itu memajukan wajahnya. Mempertemukan bibir mereka lalu saling berpagut mesra penuh cinta.

Beberapa saat bibir mereka bertaut penuh gairah yang bergejolak. Flo dan Edward melepaskan perlekatan mereka, saling mengambil napas dengan kening yang saling menempel.

"I love Flo," ucap Edward dengan napas tersengal.

"I love you too…" jawab Flo dengan napas yang tak kalah cepat dari Edward.

Tubuh keduanya sama-sama saling menginginkan. Saling mendamba satu sama lain. Sinar mata keduanya berubah meredup dan sayu sama-sama terbakar gairah.

"Flo, kau duluan ke kamarmu, nanti aku menyusul," bisik Edward di telinga sahabatnya yang kini berubah menjadi kekasihnya.

Florence mengangguk pelan sambil menelan ludah. Ada perasaan gugup menyeruak hebat di dalam dadanya, tetapi keinginan untuk segera membuka "segelnya" bersama orang yang dicintainya lebih kuat dari keinginan apa pun lagi.

Gadis itu melangkah pelan meninggalkan khalayak ramai menyibak kerumunan. Dia menoleh sambil berjalan, menatap dalam kepada Edward, sahabatnya yang sudah lama mencuri hatinya, tetapi dia terlalu takut untuk menyatakan perasaannya meski orang tua keduanya sepertinya menjodoh-jodohkan mereka dengan cara halus.

Wajah tampan Edward dan senyuman manisnya membuat Florence melayang ke udara. Seseorang yang sudah berjasa sangat besar kepada dirinya, menjadikannya seperti saat ini, menggapai apa yang dicita-citakannya.

Florence duduk di tepian kasur menunggu lelaki yang menjadi tambatan hatinya itu datang.

Edward memasuki kamar Florence, dia terdiam sejenak menatap gadis itu, sahabatnya yang akhirnya menjadi kekasihnya. Dengan cepat dia menutup pintu. Ditariknya pinggang Florence merapat ke tubuhnya.

Florence mengalungkan tangannya di leher Edward, mata keduanya saling bertaut dalam, menyiratkan kehangatan penuh cinta juga gairah. Bibir keduanya saling berkecup mesra. Hinga lama-kelamaan semakin liar penuh hasrat yang membara. Pakaian mereka pun berserakan di lantai. Tangan dan kecupan Edward menjelajahi setiap jengkal tubuh Florence.

Desahan terdengar lirih bersahutan. Penyatuan mereka terasa sangat indah dan juga nikmat. Hingga keduanya terkulai lemas dan lelah, tetapi rona wajah mereka menyiratkan kepuasan dan kebahagiaan yang mendalam.

***

avataravatar
Next chapter