webnovel

SUMPAH PEREMPUAN ITU!

Skay berada di balkon kamarnya, ia menikmati suasana sore ini. Sebentar lagi ia akan pergi dari sini menuju Desa Komora, segala persiapan sudah ia lakukan dan tinggal menunggu hari keberangkatan. Ini memang bukan pertama kalinya, namun rasa sedih meninggalkan kedua orang tua masih ada.

Tiba-tiba ia merasa ada yang menepuk pundaknya, ia menoleh ke samping dan mendapati Tio —Papa Skay— tengah tersenyum ke arahnya. Skay pun membalas senyuman hangat itu, senyuman yang pasti akan ia rindukan nanti. Ia sangat beruntung mempunyai orang tua seperti Tio yang pengertian dan tentunya sayang dengan dirinya.

"Semuanya udah Skay siapin' kan?" tanya Tio.

Skay mengangguk. "Papa sedih enggak Skay pergi ke Desa Komora?" tanyanya.

"Sedih pasti, tapi itu untuk kebaikan bukan cuma 1 atau 2 orang. Banyak orang yang merasakan manfaat kamu datang ke sana," jawab Tio.

"Misi kali ini cukup berat. Papa tau Dark Wolfe?" tanya Skay.

"Iya? Memangnya kenapa?" tanya Tio.

"Mereka lah yang menghancurkan Desa Komora, setengah populasinya lenyap karena ulah mereka," jawab Skay.

Tio mengangguk paham mendengar penjelasan dari sang anak, ia sendiri sangat tau siapa komunitas itu. Tak boleh di anggap remeh, dan komunitas itu tak seharusnya ada. Ciptaan komunitas itu bisa berdampak pada keberlangsungan hidup manusia di dunia ini.

Ia tak suka dengan namanya orang yang sok berkuasa, berilmu namun sama sekali tak bermanfaat. Namun dalam waktu dekat anaknya akan 'berperang' dengan Dark Wolfe yang mana ketuanya tak diketahui oleh banyak orang. Sebab rumor yang berada ketua Dark Wolfe menutup diri dari mata publik.

"Papa berpesan agar kamu hati-hati, jangan gampang tertipu dengan mereka yang beruang. Kehidupan tak hanya di penuhi dengan kekuasaannya," ucap Tio.

"Skay tau hal itu, dan Skay enggak akan pulang sebelum masyarakat di sana mendapatkan keadilan yang sesungguhnya," balas Skay dengan penuh tekad.

"Itu baru anak papa," bangga Tio.

"Eh, ada apa ini kok mama enggak di ajak?" tanya seorang perempuan dari belakang. Dia bernama Gina mama Skay.

"Mama, do'akan Skay ya. Sebentar lagi Skay berangkat ke Desa Komora," ujar Skay sembari memeluk mamanya.

"Do'a mama selalu menyertai Skay, hati-hati dan hubungi mama sewaktu kamu sempat," pesan Gina.

Skay melepaskan pelukannya, ia mengusap sedikit air matanya yang turun tanpa ia minta. Kedua orang tuanya ialah penyemangatnya sekarang, berkat mereka berdua membuat ia bisa melangkah sejauh ini. Berjalan membela orang yang tertindas dari para si rakus yang datang dari kota.

"Papa sama mama masuk dulu, jangan sampai ada yang terlewatkan untuk kamu bawa. Dalam keadaan apapun selalu ingat kalau doa mama papa selalu menyertai."

Kedua orang tuanya pamit pergi, kini di balkon hanya ada dirinya. Menyiapkan batin untuk menghadapi esok hari, bersiap dengan masalah yang akan datang nanti. Semoga dimudahkan semuanya tanpa ada kendala sedikitpun. Ia pun masuk ke dalam kamar dan melihat apa yang anggotanya lakukan di markas Dexstar.

***

"Kita barangkat nanti malam!" ucap Kenzo sang ketua Dark Wolfe.

"Kenapa terburu-buru sekali?" tanya Tije.

"Siapkan saja dan kau!" Kenzo menunjuk lelaki yang duduk di sebelah Tije. "Buat ribuan cairan yang bisa menggantikan makanan. Sediakan jarum suntik untuk kebutuhan saya selama di sana," imbuh Kenzo.

"Apa tidak terlalu bahaya jika anda hanya mengandalkan suntikan cairan makanan?" tanya lelaki itu, sebut saja dia bernama Satya.

"Tidak ada cara lain, cari orang yang berani-berani menyumpahi saya!" titah Kenzo.

Segera mungkin salah satu di antara mereka melacak keberadaan orang Kenzo maksud. Dia melacak menggunakan komputer yang memang tersedia di ruangan ini. Saat ini Kenzo dan yang lain berada di markas besar Dark Wolfe, sekitar ada 8 orang di sini.

Mereka terkejut dengan keputusan Kenzo yang mendadak dan meminta keberangkatan malam ini juga. Untung saja persiapan sudah di lakukan 100 persen jadi mereka tak terlalu gusar. Keputusan Kenzo memang tak bisa diganggu gugat, sebab mereka tau keputusan itu untuk Dark Wolfe ke depannya.

"Coba saja kau makan makanan lunak," usul Tije.

"Tak semudah itu," jawab Kenzo tanpa melihat ke arah lawan bicaranya.

"Maaf, Dokter Edward menunggu di ruangan anda."

Kenzo menoleh ke arah seseorang yang baru saja berbicara. "Baru sampai?" tanyanya dan mendapatkan anggukan dari orang itu.

"Ikut dengan saya," ajak Kenzo kepada Tije.

Kenzo dan Tije berjalan keluar dari ruangan ini, mereka berjalan beriringan dengan Kenzo yang menaruh tangannya di saku celana. Sampai akhirnya mereka sampai di depan ruangan Kenzo, Tije berdiri di depan dan membuka pintu. Dia masuk dan disusul oleh Kenzo.

Benar saja ada seorang laki-laki memakai jas dokter duduk di sofa dengan kaki satu disilangkan. Gayanya cukup tengil dan Kenzo tak suka itu, namu ia tetap duduk di sebelah laki-laki yang selalu ia sebut dengan nama Dokter Edward. Lihatlah, tanpa dirinya suruh Dokter Edward sudah duduk dan ambil minum.

"Bagaimana keadaan tubuh kamu selama ini?" tanya Dokter Edward menatap Kenzo.

"Tak ada yang perlu dikhawatirkan," jawab Kenzo.

"Ambilkan makanan apapun yang ada di dalam kulkas!" suruh Dokter Edward kepada Tije dan langsung dilaksanakan oleh dia.

"Untuk apa?" tanya Kenzo dengan alis berkerut.

"Melihat apa yang sebenarnya membuat kau tak mau makan, dugaan saya sementara kau mungkin jijik dengan makanan itu. Hobimu membunuh bau darah membuat sebagian orang jijik, mungkin kau termasuk," terang Dokter Edward.

"Sangat tak masuk akal!" tukas Kenzo.

Detik itu juga Tije datang dengan membawa mangkuk yang diatasnya terdapat makanan sejenis sup yang berasal dari benua merah. Tije memberikan apa yang dibawa kepada Dokter Edward dan Dokter Edward sendiri tampak mengamati makanan itu.

Entah apa yang dia lihat sampai sebegitu fokusnya. Tiba-tiba saja mangkuk itu diberikan kepada Kenzo, mau tak mau Kenzo menerimanya. Dokter Edward mengkode agar Kenzo menyuapkan makanan itu ke dalam mulutnya. Kenzo diam, ia masih mengumpulkan niat.

Ia lapar dan ia tak jijik dengan makanan ini, namun mengapa ada yang aneh? 1 suapan mendarat di dalam mulut Kenzo, suasana hening. Kenzo mencoba untuk menelan makanan itu hingga keringat bercucuran dari pelipisnya, sampai akhirnya ia benar-benar menyerah dan berlari menuju kamar mandi.

"Huek ... Huek ... Sial!" umpat Kenzo setelah memutahkan isi perutnya.

"Apa yang kau rasakan?" tanya Dokter Edward dengan nafas memburu sebab ia berlari menyusul Kenzo ke dalam toilet.

"Makanan ini enak, saya tak bisa menelannya," jawab Kenzo setelah membasuh mulutnya dengan air mengalir.

"Ini semua gara-gara perempuan yang sudah menyumpahi saya! Gara-gara dia saya menjadi tak tak nafsu makan!" ucap Kenzo dengan intonasi datar.

"Yang benar saja," ujar Dokter Edward dengan nada tak percaya. Bahkan dia hampir tertawa dengan pernyataan yang Kenzo ucapkan.