74 Chapter 1 Kota petualang Demi-Human

Kami menjauh dari Motoyasu dan lolos dari kebakaran itu, tapi kami nggak tau harus kemana dari sini.

"Aku tau dia bilang barat daya—tapi kemana tepatnya kita harus pergi?"

Untuk membersihkan nama kami, kami sedang dalam perjalanan untuk bertemu sang ratu yang berada di negeri di barat daya, tapi nggak ada yang memberitahu kami dimana sebenarnya sang ratu berada.

Itu nggak lebih dari sekedar asumsi, tapi aku berharap bahwa kalau kami pergi ke barat daya dan melintasi perbatasan, segalanya akan jelas.

Apa yang gak bisa kupahami adalah gimana bisa Motoyasu mampu mengetahui kemana kami pergi.

Tebakan terbaikku adalah bahwa dia bertanya tentang laporan saksi mata atau semacamnya.

Mungkinkah ada seorang bayangan di pihak musuh juga?

"Bayangan" adalah nama dari prajurit rahasia milik Ratu. Mereka pernah muncul beberapa kali untuk membantu kami.

Tapi dari apa yang kudengar, para bayangan bukanlah organisasi tunggal. Musuh mungkin telah mempekerjakan mereka juga.

Menurut bayangan itu, kelompok milik ratu (yang berusaha menyelamatkan kami) dan Church of the Three Heroea (yang menuduh aku menculik Melty padahal sebenarnya berusaha membunuh dia) tengah berada dalam perselisihan. Kalau Gereja handal dalam menyadap seperti yang kucurigai, mereka mungkin telah memberi informasi tentang keberadaan kami pada Motoyasu.

Para bayangan yang membantu kami berpakaian seperti ninja. Sepertinya kelompok itu dibagi menjadi mata-mata, dan prajurit, dan spesialisasi lain.

"Kita nggak boleh menurunkan kewaspadaan. Kalau kita nggak menunggu Motoyasu sampai jauh dari sini, maka kita harus terus berlari selama seharian."

Karena Motoyasu dan wanita jalang itu, jajanan Melromarc ke arah barat daya telah rusak parah.

Disaat kami punya kesempatan untuk berhenti dan berpikir, kami sudah jauh melenceng dari jalur yang ingin kami tempuh.

"Filo."

"Apaaaaa?"

"Bisakah kau mencari tau kemana perginya Shadow?"

"Umm... Aku bisa mencobanya, tapi Mbakyu Raphtalia lebih hebat dalam menemukan sesuatu yang tersembunyi!"

"Iya kah?"

"Apa itu benar, Nona Raphtalia?"

Melty ikut dalam percakapan.

"Tolong jangan menempatkan begitu banyak tekanan padaku. Terkadang aku merasa.... aku merasa seperti sesuatu yang aneh sedang terjadi... tapi aku nggak bisa menyebutkannya kecuali aku betul-betul dekat."

"Yah, betul juga. Terkadang aku merasa seperti kita diperhatikan dari jauh. Aku nggak tau gimana caranya kita bisa bersembunyi sepenuhnya."

Akan sangat sulit untuk sepenuhnya lolos dari pengawasan para bayangan. Tetap saja, ada seorang bayangan di pihak kami juga, dan fia menarik perhatian menjauh dari kami. Ada kemungkinan yang tinggi bahwa kami bisa menjauhkan Motoyasu.

Yang bahkan lebih baik lagi.... Motoyasu berhenti membuntuti kami setelah malam tiba. Lonte itu mungkin nggak suka bertarung dalam gelap. Dia si monster pembakar itu mungkin mengeluh bahwa tidur malam yang baik adalah dasar dari perawatan kulit yang tepat.

Terserahlah. Asalkan mereka nghak mengejar kami, aku gak peduli.

"Ah."

Melty terlihat seolah dia baru sadar. Dia menatap aku.

"Apa?"

"Aku kenal sebuah keluarga kaya di wilayah ini. Mereka mungkin mengijinkan kita bersembunyi sampai Motoyasu pergi. Lalu kita bisa kabur tanpa ketahuan."

"Kau mau pergi ke kota? Dan aku? Bahkan Filo sangat terkenal belakangan ini."

Wajahku sudah dikenal luas. Bola kristal yang mereka gunakan seperti sebuah foto 3-D yang ada di duniaku. Nggak satupun jiwa yang hidup di Melromarc yang gak tau wajahku.

Kalau seseorang melihat Filo, mereka akan melaporkan itu juga. Dia telah berubah menjadi Filolial yang terlihat seperti rata-rata Filolial belakangan ini, tapi dia tetap mencolok hanya dengan berwarna merah muda.

Kami mengawasi desa dari kejauhan, dan jelas-jelas ada sejumlah penjaga yang ditempatkan disana.

"Dan kau bilang mereka kaya?"

Aku punya alasan yang bagus untuk bertanya.

Keluarga-keluarga berkuasa di Melromarc cenderung betul-betul membenci Pahlawan Perisai. Menurut apa yang dikatakan Melty, dan ajaran dari Church of the Three Heroes, Pahlawan Perisai adalah musuh Melromarc. Nggak perduli seberapa banyak kepercayaan orang yang berhasil kudapatkan dalam perjalanan dagangku. Para bangsawan dan keluarga-keluarga berkuasa tetap membenciku.

"Kurasa nggak apa-apa."

"Kenapa?"

"Keluarga ini selalu bekerja bersama bunda. Kurasa mereka punya cara berpikir yang sama."

"Apa maksudmu?"

"Mereka terlibat erat dalam hubungan manusia dengan demi-human di Melromarc. Mereka berusaha untuk membantu semua orang agar akur."

"Lalu kenapa mereka nggak mengatakannya pada ayahmu, si Sampah, dan Gereja?"

Kalau mereka begitu aktif dan berinisiatif, kenapa semua orang masih nggak mempercayai aku? Kenapa mereka semua membenciku?

Kalau mereka betul-betul bekerja dengan ratu, maka mereka pastinya nggak mungkin nggak mengetahui tentang urusan internal Melromarc.

"Mereka adalah keluarga bangsawan yang bertugas dalam mengelola sebuah wilayah bernama Seyaette. Tapi mereka tewas karena gelombang."

"Oh...."

Kenapa orang baik harus meninggal begitu cepat?

"Mereka sedang berlibur di wilayah mereka saat gelombang terjadi. Mereka bertarung untuk melindungi orang-orang yang tinggal di sana... sampai akhir."

"Itu mengerikan..."

"Ya. Kami kehilangan mereka dalam gelombang pertama. Itu adalah pengorbanan yang besar."

Huh? Gelombang pertama?

Aku melihat kearah Raphtalia. Dia menemui nasib yang keras selama gelombang pertama juga.

Raphtalia mengangguk.

"Desaku berada dibawah perlindungan dari gubernur. Tapi gubernur itu meninggal, dan kami mencoba membangun ulang... desa itu..."

Jadi semua itu benar.

"Saat kami kehilangan keluarga itu, kami kehilangan suara terakhir yang berbicara untuk perlakukan setara atas para demi-human. Kekuatab yang tersisa yang memegang pandangan yang sama diberi penugasan kembali oleh ayah. Itu bukanlah yang terburuk. Aku mendengar bahwa warga Seyaette mengalami nasib yang sulit dalam penindasan yang berikutnya."

"Penindasan oleh para prajurit Raja."

Raphtalia gak mampu menyembunyikan amarahnya.

Melty mengangguk dalam diam. Dia sepertinya memahami apa yang telah terjadi.

"Aku yakin setelah bunda kembali, beliau akan menghukum mereka. Dia mengirim sebuah surat, tapi tampaknya diabaikan. Setelah semua ini berakhir, Raphtalia, tolong beritahu aku tentang para prajurit yang melakukan semua ini."

"Tentu."

"Ayahmu memang biadap."

"Ayah...."

Melty terlihat kecewa.

Dia pasti kecewa. Salah satu orangtuanya serta kakaknya mengincar nyawanya.

Melty bilang bahwa Sampah itu cuma dimanfaatkan, tapi mungkinkah Sampah itu betul-betul nggak bersalah?

Tetap saja, misteri yang sebenarnya adalah sang ratu dan keluarga bangsawan ini. Apa mereka betul-betul bekerja demi pembebasan demi-human? Disini di supremasi manusia, Melromarc? Aku nggak punya informasi yang cukup untuk menebak niat sejati mereka.

Tapi aku ngelantur. Kembali ke topik.

"Ok, dan kau bilang ada keluarga bangsawan di wilayah ini yang berhubungan dengan penguasa sebelumnya dari Seyaette?"

"Kurasa begitu. Mereka nggak dekat dengan ayahku, dan aku yakin mereka secara paksa dikeluarkan dari wilayah mereka."

"Itu adalah pertaruhan yang besar."

Kedengarannya seperti keluarga ini mengalami saat-saat yang sulit. Tapi bukannya aku nggak tau apa-apa tentang wilayah itu.

Kurasa itu terjadi secara perlahan selama beberapa minggu, tapi dengan Filo yang menarik kereta, aku bisa bepergian hampir ke seluruh penjuru negeri. Bahkan ada saat-saat ketika aku mengetahui orang-orang dan tempat-tempat yang Melty sebutkan.

Meskipun aku nggak bepergian sebagai Pahlawan Perisai sih. Aku berpura-pura menjadi seorang holt saint yang didampingi seekor dewa burung, dan aku berkelana menjual aksesoris murah dengan harga yang menguntungkan.

Aku teringat sebuah keluarga muda yang terlihat intelektual. Aku bertemu seorang pria muda yang tampak sangat baik. Julukan pribadi dariku untuk dia adalah "Nice Guy".

Aku secara diam-diam menertawai diriku sendiri, tapi mungkinkah dia membeli barangku—dan dia tau bahwa aku adalah Pahlawan Perisai?

Mungkin saja. Dia tampak ramah. Kalau dipikir-pikir lagi, aku ingat melihat beberapa petualang demi-human disekitar kita juga. Raphtalia mungkin saja bisa berjalan-jalan tanpa menimbulkan kecurigaan.

"Sangat beresiko untuk masuk ke kota, terutama bagi Melty dan Filo."

"Kenapa?"

Melty memiringkan kepalanya sambil bertanya. Filo juga melakukan hal yang sama—kuharap dia nggak meniru-niru Melty.

"Rambutmu yang berwarna biru sangat mencolok."

Rambut milik Melty sangat mudah dikenali. Warna biru gelap... hampir seperti warna laut.

Sangat jarang sekali bertemu dengan orang berambut biru gelap, jadi dia sangat mencolok meski dia menyamar.

Adapun untuk Filo: wujud Filolialnya, dan tentu wujud Filolial Queennya, menarik perhatian orang yang berpapasan. Apalagi wujud manusianya. Dia mustahil untuk bersembunyi. Kalau kami berjalan memakai jubah untuk menyembunyikan identitas kami, itu akan terlihat mencurigakan juga.

"Kau mencolok juga, lho."

"Kau benar."

"Hei, Master! Gimana kalau kita menunggu sampai malam. Lalu semuanya bisa duduk dipunggungku, dan aku akan melompati gerbang kota!"

"Itu bukan ide buruk, tapi kita akan tertangkap kalau ada penjag yang bertugas."

"Raphtalia bisa menggunakan sihir miliknya untuk membantu kita... tapi kurasa bahwa kalau kita menggunakan sihir tingkat atas, itu akan menarik perhatian juga...."

"Apa yang harus kita lakukan kalau begitu? Sepertinya kita bisa mengandalkan dukungan. Namun...."

Lari mungkin bukan ide buruk. Tapi terus-terusan lari dari Motoyasu membuatku lelah.

Tubuhku butuh istirahat. Motoyasu bukanlah satu-satunya musuh kami. Kami mungkin harus melawan para petualang, prajurit, dan pemburu hadiah. Kami harus beristirahat.

"Um...."

Raphtalia mengangkat tangannya.

"Ada apa?"

"Gimana kalau mereka sudah dengar beritanya, dan menduga kita akan datang kesana?"

Hm... Kemungkinan besar sih begitu.

Setelah semua yang terjadi, sepertinya negeri terbagi menjadi dua faksi mengenai bagaimana menangangi aku.

"Benar juga. Dan kau tau, Naofumi, seorang petualang demi-human mungkin lebih bersedia untuk mendengarkan kita."

"Kenapa kau berpikir begitu?"

"Apa kau lupa? Kalau Pahlawan Perisai adalah musuh Melromarc supremasi manusia, maka apa anggapan para demi-human terhadap Pahlawan Perisai?"

Dia ada benarnya. Diantara negeri yang memiliki hubungan buruk dengan Melromarc, salah satu dari mereka adalah negeri demi-human.

Nampaknya Church of the Three Heroes adalah kepercayaan nasional dari Melromarc—yang mana artinya bahwa negeri manapun yang bertentangan dengan Melromarc kemungkinan lebih bersedia untuk bekerjasama dengan kami.

Dan itu artinya bahwa para demi-human mungkin lebih cenderung mendengarkan kami.

Kalau dipikir-pikir lagi, aku teringat pelanggan pertamaku adalah para petualang demi-human. Itu mungkin layak dicoba.

"Baiklah. Saat kita sampai di kota, ayo kita coba berbicara dengan seorang petualang demi-human."

"Baik."

"Kuharap itu akan berjalan baik."

"Ayo pergi!"

Kami menuju ke desa terdekat, berhati-hati untuk tetap bersembunyi disepanjang perjalanan.

"M...Maaf!"

"Hei!"

Saat kami mendekat ke kota dimana kami berharap bertemu bangsawan itu, kami bertemu seorang petualang demi-human di jalan. Kami bersembunyi di balik bayang-bayang dan memanggil dia, tapi....

"Astaga... ini sudah yang kesembilan kalinya! Naofumi, apa yang kau lakukan?"

"Aku gak tau!"

Saat demi-human melihat wajahku, dia meminta maaf yang mendalam dan berlari menjauh.

Tapi kenapa? Apa reputasi burukku sudah menyebar pada mereka?

Segalanya nggak berjalan mulus seperti yang kuharapkan.

"Kayaknya dia nggak melaporkan kita."

"Kau benar. Dia lari, dan kemudian kita lari—tapi nggak ada prajurit yang muncul."

Aku kuatir kalau penjaga kota akan menemukan kami dan mengejar kami. Tapi sejauh ini nggak seorangpun yang muncul.

Sejujurnya, saat kami berjalan di jalanan, sepertinya bahkan para demi-human akan berlari ke jalan yang berbeda saat kami melihat mereka.

"Mungkinkah aku harus mendekati mereka?"

"Maukah kamu melakukannya untuk kami, Raphtalia?"

"Tentu."

"Kalau sesuatu terjadi, segera minta bantuan."

"Baik."

"Berjuanglah, Mbakyu!"

Jadi Raphtalia yang bergerak mendekati demi-human yang kami temui.

Itu membuatku agak kuatir. Para demi-human di Melromarc selalu tampak waspada—selalu siap untuk lari.

Itu pasti sangat nggak nyaman bagi mereka berada di Melromarc. Mereka selalu waspada tentang status mereka.

Aku penasaran apa yang mereka lakukan disini, tapi sejumlah orang nampaknya punya penjelasan yang cukup bagus.

Raphtalia kembali setelah berbicara dengan para petualang demi-human.

"Aku kembali."

"Apa yang terjadi?"

"Yah, aku mengetahui kenapa mereka nggak berbicara padamu. Sepertinya mereka sudah diperintahkan untuk nggak berbicara padamu secara langsung."

"Apa maksudnya?"

"Aku juga berpikir itu aneh, jadi aku menanyai mereka sealami mungkin. Mereka bilang bahwa Pahlawan Perisai menyuruh mereka agar nggak bicara denganmu."

Pahlawan Perisai yang sebelumnya telah menyuruh para demi-human agar nggak bicara denganku? Itu bisa jadi masalah besar.

Jadi alasan Raphtalia berbicara denganku adalah karena, awalnya, dia nggak tau kalau aku adalah Pahlawan Perisai? Dan karena dia dalam masalah? Sepertinya seluruh dunia ini memang dirancang untuk membuatku sengsara!

"Naofumi, apa kau pernah menyuruh para demi-human untuk menjauh darimu?"

"Aku nggak ingat pernah melakukannya."

"Itu aneh. Bunda pernah mengatakan bahwa Pahlawan Perisai telah memerintahkan semua orang menjauh dari dia. Para demi-human memuja Pahlawan Perisai, jadi mereka cuma mematuhi keinginan dia."

Apa?

"Maksudmu karena Master bilang untuk menjaga jarak?"

"Mungkinkah begitu?"

"Aku nggak ingat pernah bilang begitu. Apakah itu kelakuan Pahlawan Perisai yang sebelumnya?"

"Tidak. Jadi maksudmu itu nggak benar? Mungkinkah itu semua merupakan kesalahpahaman?"

Itu pasti kelakukan Church of the Three Heroes!

"Kudengar bahwa ini terjadi beberapa hari setelah kau dipanggil kesini, Naofumi."

Aku sangat kacau saat ini, dan aku nggak ingat banyak tentang minggu-minggu pertama.

Itu adalah saat aku baru difitnah dan ditahan. Aku nggak mempercayai siapapun, dan aku mengusir siapapun yang mencoba berbicara padaku.

Mungkinkah seseorang yang secara tulus ingin berkelompok denganku telah mendekati aku? Mungkinkah aku menyuruh mereka untuk menjauh dariku?

"Naofumi? Jangan-jangan...."

"Terserahlah, bisakah kita masuk ke kota?"

Aku mengubah topik. Aku nggak tahan menerima tatapan Melty padaku.

"Yah, mereka tampak bersahabat saat kami berbicara. Mereka tau seberapa bodohnya Melromarc. Mereka bilang Gereja itu gila."

"Apa mereka menyebutkan laporan tentang kita?"

"Mereka bilang bahwa seseorang telah diberitahu bahwa Pahlawan Perisai ada didekat sini. Tapi mereka juga bilang kalau semua demi-human setuju bahwa mereka nggak akan mengatakan apapun kalau mereka melihat Pahlawan Perisai."

"Huh... Yah, itu kedengaran beresiko, tapi haruskah kita mencobanya?"

Kalau situasinya jadi runyam, kami bisa kabur dengan menunggangi Filo. Kami bisa menutupi wajah kami dengan tudung....

"Halo?"

"Apa?"

Kami bersembunyi di semak-semak, tapi apa seseorang barusaja memanggil kami?

Aku melihat ke arah jalan, dan si Nice Guy ada disana. Dia memakai kacamata, dan duduk di sebuah kereta berkelas tinggi. Dia berhenti dan memanggil kami.

Ya, aku ingat. Nice Guy adalah bangsawan di kota ini.

"Mungkinkah Putri Melty dan Pahlawan Perisai ada disana?"

"Um... ya?"

"Ya."

"Berbahaya bicara di sini. Maukah kalian ikut saya kembali ke kediaman saya?"

Menilai dari arah dia datang, dia pasti datang kesini untuk menemui kami. Jadi dia memikirkan kami.

"Kalau kau coba-coba menyerahkan kami pada para pahlawan lain, kami akan menyebabkan keributan besar."

"Naofumi, kau jangan...."

"Dan dengan 'kami', maksudku adalah para bawahanku dan putri liar ini."

"Apa-apaan itu?"

Melty mengarahkan tatapan dingin padaku.

"Kaulah yang liar."

"Apa yang kau katakan? Aku adalah pahlawan yang paling berkelas."

"Anda pernah menjual sebuah item pada saya, yang mana saya sangat senang. Materialnya cukup sederhana, jadi anda bisa menjumpai item seperti itu dimanapun, tapi desain anda, Pahlawan, membuatnya jauh lebih berharga bagi saya. Harganya lima kali lipat dari item serupa, tapi saya masih merasa itu sepadan."

Melty betul-betul melotot padaku sekarang.

"Aku minta maaf."

Raphtalia menepuk jidatnya.

"Pokoknya, Naofumi, kita harus ikut bersama orang ini sekarang. Kita bisa mendengar semua kelakuanmu nanti."

"Kenapa aku harus membicarakan kelakuanku denganmu?"

"Karena isu-isu ini terus bermunculan. Mungkinkah itu adalah kesalahanmu hingga orang-orang menyebutmu Iblis Perisai?"

"Cerita apapun yang kau dengar adalah kisah-kisah dari tindakan gagah beraniku."

"Jangan bersikap seperti kau bangga akan kejahatanmu!"

Terserahlah. Aku bisa menipu musuhku sesukaku tanpa perlu merasa bersalah sedikitpun.

Itu semua tentang perspektif. Kerendahhatian bisa terlihat sikap pengecut bagi musuh.

"Sudah hentikan. Kalau kalian bikin keributan di sini, Pahlawan Tombak akan menemukan kita."

Hm... Raphtalia betul. Dalam diam kami naik ke kereta milik Nice Guy.

Aku melihat keluar dari jendela kereta untuk mengetahui suasana seperti apa diluar. Kami cuma lari selama beberapa hari, tapi aku mendapati diriku merasa nostalgia akan hiruk pikuk dan keramaian. Kota diluar kereta itu memilik suatu karakter sampingan.

Itu betul-betul terlihat seperti ada lebih banyak demi-human di kota ini: banyak petualang yang keluar masuk.

Nggak lama kami sampai di kediaman Nice Guy. Kami meninggalkan kereta dan menyelinap masuk.

"Maafkan kami."

Melty meminta maaf sebelum melangkah masuk.

Setiap kali dia harus bertindak sebagai putri resmi, dia menjadi sangat sopan. Dia berbicara seperti ketika berbicara pada para pahlawan lain juga.

Sebenarnya, kalau dipikir-pikir lagi, dia cuma kasar saat dia berbicara padaku.

Untungnya, aku nggak betul-betul bertindak berlebihan untuk mendapatkan rasa hormatnya—jadi kurasa aku nggak bisa menyalahkan dia.

"Kalian pasti lelah. Silahkan nikmati waktu ini untuk beristirahat."

Dia menuntun kami ke ruang makan dan melangkah keluar sebelum muncul kembali sambil membawa makanan untuk kami.

Filo nggak punya sikap sopan santun di meja, tapi si Nice Guy tersenyum dan terlihat senang secara tulus.

"Jadi kalian lari sepanjang waktu ini? Kalian berakhir sampai di wilayah saya dan memutuskan untuk mampir?"

"Itu benar. Kami sedang mencari cara untuk lepas dari Motoyasu... maksudku, Pahlawan Tombak. Kami pikir ini mungkin tempat yang bagus untuk bersembunyi."

"Ada sesuatu yang ingin saya tanyakan pada anda. Saya dengar anda membakar pegunungan disekitar sini untuk menghapus jejak anda dan lari dari Pahlawan Tombak. Apa yang sebenarnya yang terjadi?"

Lonte itu. Dia sendiri yang melakukannya, tapi tentu saja dia menuduhkannya padaku.

"Kakak anda sama sekali tidak ragu-ragu, kan? Dia melakukan tepat seperti yang saya duga akan dia lakukan."

"Kakak.... Bagaimana kau...?"

"Jadi itu tidak benar? Saya rasa begitu!"

"Ya, itu bukan kelakuanku. Itu adalah kelakuan putri yang bersama Pahlawan Tombak. Kami tersembunyi dari mereka di semak-semak, dan aku melihat dengan mata kepalaku dia yang melakukan pembakaran."

Si Nice Guy mendesah dalam-dalam.

Seberapa buruk Lonte itu?

"Baiklah. saya harap saya bisa berguna untuk kalian... Apa kalian punya rencana lain?"

"Kami berusaha untuk bertemu dengan sang ratu, tapi kami gak tau harus kemana. Kami menghabiskan waktu kami untuk berusaha menghindari Motoyasu, karena itulah kami nggak dapat banyak kemajuan."

Bangsawan itu berdiri diam sambil berpikir sejenak sebelum mengangguk.

"Baiklah. saya rasa saya paham situasinya. Kami akan melakukan apapun yang kami bisa untuk membantu kalian. Akan tetapi, posisi saya tidaklah sepenuhnya aman, jadi saya tidak yakin seberapa banyak yang bisa saya lakukan."

"Aku nggak berharap banyak. Apapun yang bisa kau lakukan merupakan suatu bantuan."

Selain itu, aku nggak tau seberapa besar kami bisa mempercayai dia. Lagian aku nggak berencana tinggal lama-lama.

"Kami cuma ingin beristirahat sebentar. Oh, apa kau tau sesuatu tentang apa yang sedang dilakukan para pahlawan yang lain?"

Motoyasu bukanlah satu-satunya orang yang harus kami kuatirkan. Aku nggak tau apa yang dilakukan Ren ataupun Itsuki—karena mereka sepertinya nggak mengejar kami. Yang terbaik sekarang adalah mencoba mencari tau apa yang sedang mereka lakukan.

Aku sangat paham tentang kemungkinan bahwa Gereja mengawasi si Nice Guy, jadi setelah aku mendapatkan informasi yang kubutuhkan, aku berencana kabur secepat mungkin.

Kami juga harus melintasi perbatasan... aku ingin mengetahui jalur paling aman yang bisa kami tempuh.

"Baiklah. saya rasa saya bisa mencari tau apa yang sedang dilakukan para pahlawan lain. Mohon tunggu sebentar."

"Kami sudah membahayakanmu. Kami akan pergi besok pagi."

"Kita akan pergi secepat itu? Bukankah kita harus beristirahat sedikit lebih lama lagi?"

Melty harus memastikan kami semua mengetahui apa yang dia rasakan tentang itu.

"Ada kemungkinan yang tinggi mereka akan mencari kita kesini. Kalau kita berlama-lama, kita akan membahayakan orang-orang ini."

"Ya... Itu...."

"Baiklah, saya akan mencari tau apa yang sedang dilakukan para Pahlawan lain, jadi manfaatkan waktu ini untuk beristirahat."

"Terimakasih."

"Rasanya aku ingin beristirahat selama beberapa hari...."

"Nona Melty, anda nampaknya telah berubah selama perjalanan anda bersama Pahlawan Perisai."

"Apa maksudmu?"

"Sebelumnya, anda selalu mendahulukan tugas saat anda berbicara. Emosi sejati anda tidak pernah terlihat saat anda berbicara. Saya rasa orang-orang akan lebih suka dengan anda yang sekarang ini."

So Nice Guy tersenyum pada Melty. Dia terlihat betul-betul senang.

"Itu... Itu tidak benar..."

"Ada apa, Melty?"

"Jangan dengarkan mereka, Filo. Orang ini barusaja memutuskan untuk mengevaluasi aku."

"Oh...."

Si Nice Guy berpaling pada Raphtalia.

"Bagaimana sikap Melty biasanya?"

"Dia selalu berbicara sangat sopan, dan dia selalu memaksa dirinya sendiri untuk sepenuhnya tenang. Dia selalu bersikap seolah posisinya sebagai putri adalah yang utama didalam benaknya. Tetapi saat dia bepergian bersama kami, dan bersama Pahlawan Perisai, dia mulai dewasa kearah yang berbeda. Itu membuatku senang melihat itu terjadi."

"D...Diam!"

"Sangat sopan... Ya... memang begitulah dia. Saya penasaran apa yang membuat dia berubah."

"Apa menurutmu itu adalah kesalahanmu, Tuan Naofumi?"

"Kesalahanku? Kurasa bukan."

Itu bukanlah bepergian bersamaku yang mengubah dia. Itu cuma bahwa sifat sejatinya akhirnya keluar. Kulit luarnya sudah terkupas.

Tetap saja, bukan berarti dia begitu buruk. Di bandingkan dengan ayahnya, si Sampah, dan kakaknya si maniak api, dia dalam kategori yang betul-betul berbeda.

"Itu salahmu, Naofumi!"

"Oh, jangan seenaknya menyalahkan aku. Kaulah penjahat pembakar dalam keluarga. Ciri-ciri histeris itu diwariskan, kau tau?"

"Apa-apaan itu?! Apa kau betul-betul menyamakan aku dengan kakakku? Aku gak terima!"

Melty melotot padaku dengan mata berkobar-kobar.

Dia pasti sangat membenci kakaknya. Untungnya, dia mustahil mirip.

Melihat dari sudut pandang itu, Motoyasu sangatlah mengesankan, bukannya aku memuji dia atau semacamnya.

Tetap saja, Melty adalah saudarinya, jadi dia pasti memiliki beberapa kesamaan.

Kurasa itu berarti bahwa dia nggak pernah mengembangkan rasa atas kemalangan orang lain. Itulah yang kupikirkan, lagipula— tentu saja aku nggak akan mengatakan itu pada dia.

"Minta maaf sekarang."

"Oh baik. Baiklah! Melty, kau nggak kayak kakakmu si iblis api. Sudah kan, senang sekarang?"

"Kau nggak sungguh-sungguh minta maaf!"

"Kau benar."

"Apa?!"

Dia mulai membuatku jengkel.

"Sudah sudah... Jangan bertemanberkelahi. Kau tau Tuan Naofumi nggak serius disaat-saat seperti ini."

Raphtalia bertindak seperti seorang malaikat penerang, berusaha untuk menenangkan Melty.

Filo mengangguk. Ada apa dengan mereka bertiga?

"Kalian selesai makan, jadi silahkan menuju ke kamar kalian dan beristirahat. Saya harus mendapatkan semua informasi yang perlu saya peroleh di pagi hari."

Dia memandu kami ke kamar kami, dan kami mulai bersantai.

Tapi semuanya berjalan begitu mulus hingga aku nggak bisa menghilangkan keraguanku yang masih tersisa. Aku melihat keluar jendela kearah kota.

Sepertinya nggak ada racun apapun dalam makanan kami, tapi aku nggak yakin sejauh mana kami bisa mempercayai orang ini.

"Naofumi. Kenapa kau nggak santai-santai sedikit?"

"Aku sudah membulatkan tekad untuk nggak menurunkan kewaspadaanku disaat-saat kayak gini. Itulah yang diajarkan dunia ini padaku."

"Tapi kalau kau nggak beristirahat, kau cuma akan semakin dan semakin lelah."

"Aku pernah mengalami segala yang kupunya dicuri saat aku tidur. Kalau kau nggak waspada, orang akan menghianatimu."

"Oh ayolah... kenapa sih, nggak bisakah kau mempercayai seseorang sekali saja?"

"Itu karena kakak dan ayahmu!"

"Aku mengerti itu! Aku cuma bilang kau bisa mencoba menaruh sedikit lebih banyak kepercayaan!

"Terserahlah. Aku akan beristirahat kalau aku ingin."

"Nggak cuma kau yang jengkel pada ayah dan kakak! Jadi tenanglah!"

"Siapa lagi?"

"Bunda. Sebelum kami berpisah, dia akan mengambil lukisan dan patung dari Ayah dan Kakak dan membakarnya setiap kali mereka bertindak seperti ini."

"Yah, kau menuai apa yang kau tanam. Kalau dia nggak tau gimana caranya memilih seorang pria, dia nggak akan tau caranya membesarkan seorang putri."

"Apa kau menjelek-jelekkan Bunda?!"

Seperti inilah sejak Melty mulai ikut bersama kami. Dia selalu panik terhadap sesuatu.

Dia bahkan bersikap seperti ini padahal sepenuhnya mengetahui bahwa orang-orang tengah mengincar nyawa kami. Kalau aku menurunkan kewaspadaanku, dia akan membuat kami semua terbunuh.

"Baiklah, Tuan Naofumi. Kami akan terus mengawasi saat kamu beristirahat."

"Huh? Oh.... baiklah kalo gitu."

"Kenapa kau mendengarkan apapun yang Raphtalia katakan?!"

"Karena aku mempercayai Raphtalia."

"Oh, dan kau nggak percaya padaku?!"

"Nggak sepenuhnya..."

Itu cuma bahwa kami berada dalam situasi dimana dia nggak bisa meninggalkan kami.

Orang-orang mengincar nyawa kami, dan dia membantu kami dalam pertempuran. Itu bukannya aku nggak mempercayai dia—bukan begitu.

Dia bersikap seperti dia yang seharusnya, sebagai putri kedua dan penerus utama kerajaan.

Jadi dalam hal itu, aku seharusnya bisa mempercayai dia.

Tapi bukan itu masalahnya.

Tentu, aku bersama Raphtalia jauh lebih lama, tapi meski mengesampingkan itu, Raphtalia jauh lebih berpengalaman daripada Melty.

Kepercayaan punya banyak hubungan dengan itu.

"Hei Mel! Aku ingin memeriksa rumah ini!"

Filo nyerobot masuk kedalam percakapan dengan sesuatu yang sepenuhnya nggak berkaitan.

"Ide bagus. Itu mungkin bagus untuk jalan-jalan untuk memperbaiki suasana hatiku. Baiklah kalo gitu, Raphtalia. Filo dan aku mau jalan-jalan di rumah ini."

"Sebuah petualangan!"

Filo ingin mengatakan "petualangan", tapi Melty cuma tersenyum, melambaikan tangan, dan meninggalkan ruangan.

Akhirnya—tenang juga.

Saat dia meninggalkan ruangan, aku menyadari seberapa lelahnya aku.

Aku berbaring di ranjang, mempercayakan Raphtalia untuk berjaga, dan terlelap.

* * * * *

Urm... Aku bisa merasakan seseorang mendekat. Seberapa lama aku tertidur?

Sejak Lonte itu menghianati aku, aku mulai terbangun dari tidur setiap kali aku merasa seseorang mendekat.

"Kalau kau mendekat lagi, Tuan Naofumi akan bangun."

"Tapi! Tapi! Aku mau tidur sama Master!"

Filo pasti telah kembali dari petualangannya mengelilingi rumah.

....Yang mana itu artinya Melty juga kembali.

Segalanya sungguh berisik belakangan ini... dan aku akhirnya bisa tidur.

"Gak boleh. Kita sudah membicarakan soal ini."

"Tapi! Mbakyu, kau bilang bahwa kau pernah tidur sama dia."

"Kau bisa mendekat saat dia masih bangun. Kau harus melakukannya sebelum dia tertidur."

"Baiklah, kalau begitu aku akan menanyai dia saat dia bangun!"

"....Kurasa dia nggak akan menyukainya."

Raphtalia betul-betul memahami aku.

Kalau seseorang mendekat saat aku tidur, aku nggak akan bisa beristirahat dengan tenang.

Sama seperti apa yang terjadi sekarang. Aku tidur, tapi aku bangun saat Filo mendekat.

".....Fuaaaaaaaaaa."

Raphtalia menguap. Dia pasti ngantuk juga.

"Nona Raphtalia, kamu harus tidur juga. Aku akan berjaga."

"Apa kau yakin?"

"Serahkan padaku."

"Baiklah kalau begitu. Met malem."

Raphtalia berbaring di ranjang sebelah, dan cuma butuh satu menit sampai dia tertidur pulas.

Segera setelahnya, aku mendengar Filo dan Melty berbisik-bisik.

Melty terus mencoba menenangkan Filo.

"Hei Filo."

"Apa?"

Sekarang Melty yang berbisik.

"Aku tau mereka barusaja membicarakannya, tapi itu benar. Aku dulu selalu sangat berhati-hati untuk berbicara dengan sopan."

Ya, Nice Guy telah menyebutkannya.

Memang, dia selalu menggunakan bahasa Formal sebelumnya... Apa dia mencoba untuk mengatakan bahwa dia yang sebenarnya adalah karakter yang sopan?

"Tapi sejak aku mulai berbicara dengan Naofumi, bahasaku jadi lebih kasar... lebih vulgar. Aku dulunya bisa berbicara pada dia dengan sopan, tapi sekarang aku cuma mengeluh saja..."

Itu terdengar seperti dia menangis.

Mungkinkah itu berat bagi dia?

"Sebelumnya, saat Naofumi mengatakan padaku apa yang harus dilakukan, aku bahkan mengejutkan diriku sendiri. Aku terdengar begitu histeris... Itu seperti aku bukan lagi diriku sendiri! Filo, apa... Apa aku akan gila?"

"Um....."

Untuk pertama kalinya, Filo sepertinya gak tau apa yang harus dikatakan.

Melty telah memilih orang yang salah untuk curhat. Nasehat macam apa yang dia pikirkan yang bisa Filo berikan? Raphtalia mungkin bisa membantu, tapi Filo? Aku bisa saja bangun dan berbicara pada dia, tapi dia nggak tau kalau aku sedang mendengarkan, dan dia mungkin vakan panik kalau aku bangun dari tempat tidur sekarang.

"Kau berpura-pura tidur dan menguping?!"

...Dia akan mengatakan sesuatu seperti itu. Itu cuma akan membuat dia semakin kuatir.

Aku nggak tau apa penyebabnya, tapi itu terdengar seperti, seolah menghabiskan waktu bersamaku, Melty telah tersandung pada semacam peralihan total, dan sekarang dia gak bisa menghentikan dirinya dari mengeluh sepanjang waktu. Lebih baik tetap pura-pura tidur. Itu bukanlah tugasku untuk memperbaikinya.

"Mel? Apa yang kau pikirkan tentang Master?"

"Huh? Apa maksudmu?"

"Yah, kau cuma bersikap kayak gitu pada dia, kan? Kau masih sopan pada orang lain."

"Mungkin...."

"Apa kau merasa seperti kau bisa mengatakan apapun pada dia?"

"Huh? M...Menurutmu?"

"Karena saat aku melihatmu berbicara dengan dia, itu seperti kau senang, seperti kau betul-betul masuk kedalam percakapan."

Yah, yah. Filo sudah tumbuh.

Apa itu artinya bahwa Melty, bahwa Melty yang sebenarnya, adalah seorang psiko histeris?

Posisinya dalam kebangsawanan telah memberi dia edukasi, sikap dan kebajikan—semua hal yang dia butuhkan untuk menyembunyikan dirinya yang sebenarnya. Tapi saat dia bersamaku, dia nggak bisa menyembunyikan sifat aslinya. Apa itu yang ingin dikatakan Filo?

"B..Bukan begitu! Filo, jangan mengatakan hal seperti itu!"

"Mel, aku nggak bermaksud mengatakan sesuatu yang aneh. Biarkan saja Master memanjakan kita!"

"Apa yang kau katakan? Itu bukan aku."

"Bukan?"

Itu terdengar seperti mereka akan masuk kedalam suatu argumen.

Ini... ini pasti mimpi. Melty nggak akan berbicara seperti itu. Dia gak akan terdengar begitu lemah....

Itulah yang kukatakan pada diriku sendiri.

Saat aku bangun, Raphtalia tidur di ranjang lain bersama Filo, dan Melty melihat keluar dari jendela. Ini sudah pagi-pagi buta.

Aku bangun dari ranjang, dan Melty melihat kearahku.

Dia terlihat tenang dan lembut. Aku bermimpi lagi.

"Kau bangun."

"Ya. Siap untuk berganti shift?"

"Aku nggak secapek itu, jadi aku baik-baik saja."

"Baiklah."

Tetap saja, aku nggak menggambarkan kami berdua melihat keluar jendela dalam hening. Ruangan ini sangat hening.

"Hei, Naofumi?"

"Apa?"

"Aku kepikiran tentang hal ini sejak kita sampai disini. Aku berpikir... mungkin aku harus meminta keluarga ini untuk mengantarkan aku pada ayahku."

"Benarkah?"

Memang benar kalau kami dikejar-kejar, tapi Melty sendiri nggak dituduh apapun. Raja masih menganggap semua ini sebagai penculikan.

Bahkan jika Sampah itu mengucilkan keluarga bangsawan ini... Kalau mereka mengantarkan Melty pada Sampah itu maka dia akan baik-baik saja.... mungkin?

Tentu saja, dia akan baik-baik saja kalau mereka bisa mengantarkan dia ke istana dan menyerahkan dia pada Sampah itu secara langsung.

Lagipula, itu akan lebih efektif daripada mempertemukan Sampah itu denganku.

"Mungkin... aku nggak mau menarik kalian.... Dan aku mau melakukan apa yang harus kulakukan."

Dia betul-betul berpikir—meskipun masih sangat muda. Dia harus membersihkan namanya, dan kalau dia ingin kembali ke Sampah itu maka dia bisa membuktikan ketidakbersalahanku juga.

"Kalau kita bisa memastikan itu aman, maka itu adalah ide yang bagus."

"Tentu saja, aku sudah tau kalau itu akan berbahaya. Tetap saja, itu lebih aman daripada ikut bersamamu, mempertimbangkan bagaimana kakak mengikutimu."

Bagi Melty, siapapun yang berhubungan dengan kakaknya merupakan sumber malapetaka. Jadi ikut bersama kami ausah dipastikan akan mengalami serangkaian pertempuran yang berbahaya.

Kalau itu benar, maka yang mungkin terbaik bagi dia untuk menyelinap kembali ke Sampah itu sambil kami menarik perhatian menjauh dari dia.

Itu nggak seperti kami butuh Melty bersama kami saat kami bertemu dengan ratu.

"Ingat. Itu cuma sekedar ide."

"Aku tau. Kau pasti memikirkan banyak hal."

"Apa kau memperlakukan aku seperti anak kecil?!"

"Bukan itu maksudku. Aku cuma baru menyadari seberapa banyak kau memikirkan hal itu."

"Tapi kau mengatakannya seperti...."

Dan lagi-lagi dia begini, memulai pertengkaran denganku. Saat ini, aku nggak tau bahwa kami harus menjalankan rencana dia secepatnya. Katalis sudah berjalan.

***

avataravatar
Next chapter