webnovel

Inayah Berduka

Sontak, gelas dalam genggaman tangannya ia lempar hampir mengenai sisi kiri sebuah televisi yang ada di ruangan tersebut.

Inayah menangis sekeras-kerasnya, dan berlari ke arah Erni

''Tidak, Teh! Teh Erni pasti bohonh, yah?'' tanya Inayah sedikit mendorong-dorong tubuh Erni, teriakan gadis itu sangat keras. ''Ayah dan bunda, baik-baik saja, kan?'' sambung Inayah, terus memegang pundak Erni dan menangis pilu.

Erni hanya terdiam dengan wajah pucat, tertunduk lesu menahan kesedihan yang mendalam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya, mungkin ia juga merasakan shock seperti apa yang dirasakan oleh Inayah.

Perlahan Erni mengatur napas dan berusaha menenangkan diri, setelah itu ia berusaha menenangkan Inayah.

Dengan lirih Erni menasihati gadis manja itu, ''Semua yang terjadi merupakan kehendak Allah. Kamu harus sabar dan ikhlas!'' kata Erni lirih sambil memeluk erat tubuh mungil gadis cantik itu. Erni terus berusaha untuk menguatkan Inayah, agar tidak larut dalam duka dan kesedihan.

Seketika, terbayang semua kesalahan-kesalahan dan sikap buruk yang pernah ia lakukan terhadap kedua orang tuanya, melempar buku di depan ayahnya dan bundanya, di saat keinginannya tidak dipenuhi oleh kedua orang tuanya.

Kabur dari ruang kelas di kala masih dalam jam pelajaran, pesta dan hura-hura, Semua kembali terbayang dalam benak Inayah saat itu.

"Betapa durhakanya aku selama ini, belum sempat aku meminta maaf, dan belum sempat juga aku berbakti kepada kedua orang tuaku. Allah telah lebih dulu menjemput mereka dalam satu musibah kecelakaan," desis Inayah masih dalam pelukan Erni, kalimat yang penuh sesalan terlontar dari mulut manisnya.

Hari itu, gadis manja tersebut telah kehilangan kedua orang tuanya untuk selama-lamanya. Tak ada bahu dan tak ada lagi tempat untuk bersandar.

Jasad kedua orang tuanya tidak bisa ia sentuh untuk terakhir kalinya. Karena, pesawat yang ditumpangi oleh Tommy dan Celly hancur dan tenggelam di tengah laut.

Tidak ada satu pun jasad dari para penumpang yang bisa ditemukan, termasuk jasad ayah dan bundanya. Batin gadis itu terguncang hebat, bumi terasa lembek saat ia pijak.

Separuh nyawanya telah pergi untuk selama-lamanya, meninggalkan raga kecil yang masih butuh belaian kasih sayang seorang ibu dan bimbingan seorang ayah.

*

Satu bulan telah berlalu, kedua orang tua Inayah sudah pergi untuk selama-lamanya. Kini hanyalah Inayah dan Erni saja yang tinggal di rumah itu.

Rumah megah dengan sederet kemewahan hanya dihuni oleh dua orang gadis tidak ada keluarga yang lain di kediaman megah tersebut, selain Inayah dan Erni.

Karena semasa hidup, ayah dan bundanya Inayah sudah dalam keadaan yatim piatu. Tommy terlahir sebagai anak tunggal dan Celly hanya mempunyai satu saudara kandung yang saat itu tidak diketahui keberadaannya.

Hidup di Bandung pun, mereka tidak mempunyai sanak saudara, hanya rekan bisnis dan tetangga di sekitar kediamannya saja. Itu pun tidak terlalu akrab karena kedua orang tua Inayah tergolong orang yang sibuk jarang bergaul dengan warga lain di sekitaran tempat tinggal mereka.

*

Kepergian kedua orang tuanya, membuat hidup Inayah hampa, tidak ada bahu untuknya bersandar dan sudah tidak ada lagi wadah untuk Inayah mencurahkan isi hatinya.

Hanya Erni yang saat itu setia menemani dan mengurus keperluan Inayah sekaligus menjadi teman setianya. Karena, sudah tidak ada orang lain lagi di rumah megah itu, selain Erni.

Berkat nasihat dan bimbingan Erni, hidup Inayah berangsur pulih dan kembali bangkit dari keterpurukan.

Seiring dengan berjalannya waktu, Inayah mulai meninggalkan kebiasaan buruk yang membalut kehidupannya.

Saat itu Inayah sudah tidak lagi bergaul dengan teman-teman yang hobinya pesta dan hura-hura, ia lebih memilih diam di rumah dan selalu menolak ajakan dari sahabat-sahabatnya.

Hati Inayah mulai terketuk untuk memperbaiki diri, Erni adalah orang pertama yang memberikan ruang untuk Inayah berubah dan memperbaiki cara hidupnya. Erni terus menuntun dan membimbing tanpa lelah, mengajarkan mengaji dan tata cara salat serta doa-doanya.

Meskipun, status Erni di rumah tersebut hanya sebagai asisten rumah tangga biasa. Namun, kasih sayang Erni terhadap Inayah seperti layaknya seorang kakak terhadap adiknya.

Seperti halnya Inayah yang sudah menganggap Erni sebagai kakaknya sendiri, karena hanya Erni yang setia menemani Inayah ketika dalam suka maupun dalam keadaan duka.

Meskipun kedua orang tua Inayah sudah meninggal, Erni tetap bertahan di rumah itu, dan menjadi teman satu-satunya yang setia menemani dan dapat menjadi bahu untuk bersandar di kala Inayah sedang dilanda kesedihan. Sikap setia dan kesabaran yang Erni tunjukkan mampu meluluhkan kerasnya sifat Inayah.

*

Di suatu hari, ada dua orang tamu yang berkunjung ke kediaman Inayah, tamu tersebut adalah orang kepercayaan almarhum Tommy.

Kedatangan mereka untuk menyampaikan surat wasiat yang sudah lengkap dengan tanda tangan Almarhum Tommy.

"Assalamu'alaikum," ucap salah satu tamu tersebut dengan mengetuk daun pintu.

"Wa'alaikum salam," jawab Erni bangkit dan bergegas melangkah untuk membuka pintu.

Setelah pintu terbuka tampak dua sosok pria berpakaian rapi berdiri di depan pintu kediaman tersebut.

"Selamat siang, Mbak. Bisa bertemu dengan Mbak Inayah?!" ucap pria berkemeja biru tua bersikap ramah.

"Bisa, Pak. Silahkan masuk!" Erni mempersilahkan kedua tamu itu untuk masuk ke dalam rumah.

"Iya, Mbak. Terima kasih." Kedua tamu tersebut langsung masuk ke dalam mengikuti langkah Erni.

"Silahkan duduk, Pak!" ucap Erni mempersilahkan duduk kepada kedua tamu tersebut. "Sebentar ya, Pak. Saya panggilkan dulu Mbak Inayah!" sambung Erni tersenyum ke arah kedua pria itu.

"Baik, Mbak. Kami tunggu!" jawabnya lirih balas tersenyum dengan sikap ramah.

Erni langsung melangkah menuju ke arah kamar Inayah dan langsung mengetuk pintu kamar tersebut. 'Tok, tok, tok, Nay, keluar dulu! Ada tamu," kata Erni dengan lirihnya.

"Iya, Teh. Sebentar!" sahut Inayah dari dalam kamar.

Setelah itu, Erni langsung melangkah ke arah dapur segera menyiapkan air minum untuk kedua tamu itu. Usai membuatkan air minum, Erni kembali melangkahkan kedua kakinya menuju ke ruang tengah dan menyajikan minuman tersebut kepada kedua tamu tersebut.

Selang beberapa menit kemudian, Inayah sudah datang menghampiri dan langsung menyapa serta berjabat tangan dengan tamu-tamu itu.

"Maaf, Bapak-Bapak ini siapa, yah?" tanya Inayah lirih dengan sikap ramahnya.

"Kami, orang kepercayaan Almarhum Pak Tommy, Mbak," jawab salah satu dari pria yang berpenampilan rapi itu. ''Kami, sebagai pengacara Almarhum Pak Tommy, akan menyampaikan surat wasiat ini sesuai dengan pesan almarhum semasa hidupnya. Semua ini akan kami serahkan langsung kepada Mbak Inayah selaku ahli waris tunggal putri dari Almarhum Pak Tommy,'' sambungnya menjelaskan.

Inayah langsung menerima surat wasiat tersebut, dan langsung diminta untuk menandatangani sehelai kertas putih lengkap dengan materai, sebagai bukti surat wasiat tersebut sudah diterimanya sebagai ahli waris tunggal.