1 Prolog: Kabar Buruk

Gadis cantik manja, usianya masih belasan tahun. Namanya Inayah, dalam keseharian ia biasa dipanggil Nay oleh kedua orang tuanya dan juga sahabat-sahabatnya.

Inayah putri semata wayang dari pengusaha sukses di kota Bandung, ayahnya bernama Tommy seorang pebisnis hebat dan seorang arsitek pekerja keras, ibunya bernama Celly seorang ibu karir yang bergelar Sarjana Ekonomi, dan menjabat sebagai direktur utama di perusahaan yang bergerak di bidang properti.

Ini kisah tentang kehidupan Inayah, kedua orang tuanya merupakan orang-orang hebat dalam menjalankan bisnis, setiap hari mereka selalu disibukkan dengan berbagai pekerjaan dan tugas perusahaan. Sehingga mereka lupa dengan urusan akhirat seperti halnya salat yang lima waktu, dan ibadah lainnya yang menjadi kewajiban mereka sebagai Muslim.

Separuh waktu mereka, banyak dihabiskan hanya untuk mengurus perusahaan dan pekerjaan. Tidak ada perhatian khusus yang diberikan kepada Inayah sebagai putri semata wayang mereka.

Tommy dan Celly tidak pernah mengajarkan putrinya itu dalam hal pendidikan agama, keseharian Inayah hanya dimanjakan dengan materi dan harta yang mereka punya.

Jangankan untuk salat, belajar ngaji pun Inayah tidak pernah melakukannya.

Kedua orang tuanya terlalu disibukkan dengan urusan duniawi. sehingga lalai akan tanggung jawab mereka sebagai orang tua, dan lupa akan kewajiban mereka sebagai manusia yang punya landasan agama.

Untuk ibadah salat pun, hanya mereka lakukan setahun dua kali. Hanya di hari raya Idul Fitri dan Idul Adha saja, semua itu berdampak buruk terhadap kehidupan Inayah, Inayah buta dengan pengetahuan agama dan tumbuh menjadi seorang gadis nakal, manja, dan keras kepala.

Ketika Inayah duduk di bangku kelas dua sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), kehidupannya mulai kacau, ia terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Pesta dan hura-hura mulai jadi kebiasaan sehari-harinya, tanpa kontrol dan bimbingan dari kedua orang tua yang super sibuk itu.

Kebiasaan itu berlanjut hingga Inayah naik ke kelas tiga. Masa-masa kelam yang tidak akan pernah terlupakan dalam kehidupan Inayah, dan itu akan menjadi satu sejarah hitam baginya.

Inayah seorang gadis yang nakal tidak pernah patuh kepada kedua orang tua, sering sekali dari pihak sekolah memanggil Tommy untuk menghadap kepala sekolah. Karena ulah putrinya itu, yang sering melakukan bolos dan kabur dari kelas ketika masih dalam jam pelajaran. Itu semua dikarenakan perhatian yang kurang dari kedua orang tuanya, sehingga jiwa Inayah berontak dan mencari kesenangan di luar rumah.

Rumah megah yang berada di tengah masyarakat elit kota Bandung, ia anggap sebagai Neraka, Inayah merasa tidak nyaman ketika berada di kediamannya. Meskipun seperti itu, Inayah masih tetap lulus walaupun nilai yang ia dapatkan sangatlah tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kedua orang tuanya.

*

Tiga hari setelah kelulusan, Tommy dan Celly akan segera berangkat ke Bali meninjau proyek hotel yang sedang barjalan di sana. Mereka juga meminta Inayah untuk ikut, tapi Inayah menolak dan lebih memilih diam di rumah bersama Erni–sang asisten rumah tangga di kediamannya.

Tidak seperti biasanya. Hari itu, sebelum berangkat Celly memeluk dan menciumi putrinya, seakan-akan ia dan sang suami akan pergi lama meninggalkan Inayah–putri semata wayangnya. Padahal hanya lima hari saja mereka akan berada di Bali.

Pukul sembilan pagi, Tommy dan Celly sudah bersiap hendak berangkat ke bandara. Karena pukul sepuluh, Tommy dan Celly harus sudah berada di sana. Satu jam berikutnya mereka langsung terbang dengan menggunakan pesawat komersial langsung menuju ke Bali.

Sebelum berangkat, Celly memeluk erat tubuh putrinya itu, hal yang canggung menurut Inayah. Karena tidak seperti biasanya Celly bersikap seperti itu, Inayah tidak bereaksi apa-apa, hanya diam dan tidak menanggapi sikap bundanya itu.

Tak ada firasat sedikit pun yang Inayah rasakan saat itu, karena menurutnya kepergian kedua orang tuanya merupakan kesempatan emas baginya. Ia bebas melakukan apa saja dengan teman-temannya.

"Yes! Akhirnya ayah dan bunda berangkat juga," desis Inayah dengan raut wajah semringah.

Inayah sangat bahagia dengan kepergian ayah ibunya. Seakan-akan, ia merasa bebas jika kedua orang tuanya pergi dari rumah dalam waktu lama.

Mendengar ucapan gadis manja itu, Erni hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala.

"Ya, Allah! Hamba mohon berikanlah hidayah kepada Inayah, agar dia bisa merubah sikapnya dan tidak berani melawan kedua orang tuanya," kata Erni dalam hati.

Setelah itu, Erni langsung memanggil Inayah, "Nay!"

"Iya, Teh. Ada apa? Mau ceramah lagi, ya?" Inayah menjawab sedikit menyindir sang asisten rumah tangganya itu, karena selama ini Erni banyak memberikan nasihat untuk yang sangat keras kepala itu.

"Bukan, Nay! Teteh hanya ingin mengajak kamu makan," jawab Erni tetap bersikap sabar.

"Iya, sebentar!" Inayah bangkit dan segera melangkah menghampiri Erni yang sudah berada di ruang makan. Dengan demikian, mereka pun langsung makan bersama.

Pukul tiga sore, telepon rumah berdering. Inayah tidak mau mengangkat panggilan telepon tersebut. Ia malas untuk keluar kamar. Sehingga suara dering telepon rumahnya itu dibiarkan begitu saja, dan terus berbunyi berulang-ulang, membuat gaduh telinga. Kemudian mati dengan sendirinya.

Selang beberapa menit kemudian, telepon rumah itu kembali berdering keras, Inayah hanya berteriak-teriak memanggil Erni.

''Teh Erni! Angkat teleponnya! Berisik!" teriak Inayah dari dalam kamar.

Setelah mendengar teriakan keras dari Inayah, Erni bergegas melangkah menuju ke ruang tengah dan segera mengangkat telepon itu.

"Berisik banget, aku jadi tidak bisa tidur," gerutu Inayah bangkit dan langsung keluar dari dalam kamar.

Setibanya di ruang tengah, ia duduk dengan mengangkat kedua kakinya. Sikapnya sungguh tidak beradab, kedua kakinya ia letakkan di atas meja yang ada di depannya

''Siapa sih, Teh? Berisik banget!" Inayah tampak merasa kesal.

Dengan penuh kesabaran dan bersikap lembut, Erni pun menjawab lirih, ''Dari pihak bandara, memberi tahukan tentang bapak dan ibu."

Tubuh Erni tampak gemetaran, raut wajahnya berubah pucat seketika. Entah apa yang sedang dirasakan Erni saat itu? Inayah masih belum mengetahuinya. Erni tampak kaget setelah menerima panggilan telepon dari seorang petugas bandara.

''Iya, ayah dan bundaku kenapa?'' tanya Inayah dengan nada tinggi.

Kecantikan wajah yang dimilikinya, tidak senada dengan sikap dan perilakunya.

''Pesawat yang bapak dan ibu tumpangi mengalami kecelakaan, Nay," jawab Erni suaranya datar hampir tidak terdengar.

Dengan demikian, Inayah pun tampak tercengang dan merasa kaget dengan kabar tersebut.

"Sungguh? Teteh tidak sedang bercanda?" tanya Inayah menatap tajam wajah Erni yang sudah terlihat memucat.

"Iya, Nay." Suaranya bergetar dan terdengar berat.

Setelah mendengar ucapan dari Erni, seketika jiwa dan perasaan putri manja itu guncang. Pandangannya mulai redup terhalang bulir bening yang menetes dari kedua kelopak matanya.

****

avataravatar
Next chapter