"Baik, Tante. Tante, ini mau dibeliin apa saja?" tanya Usman untuk meyakinkan apa yang harus ia beli untuk lauk makannya. Karena ia tidak mengerti selera Farisha.
"Kamu beli apa saja yang kamu suka. Mau ayam apa telor. Tapi jangan sampai itu kurang! Masa dua puluh ribu buat beli lauk saja kurang. Cepetan sana, aku juga sudah lapar!" perintah Farisha, mengusir Usman.
"Iya-iya, Tante. Saya berangkat sekarang juga," pungkas Usman. Usman keluar dari swalayan dan berjalan ke arah kanan. Ia melihat-lihat adanya warung makan.
Usman berjalan sejauh lima puluh meter. Dan ia melihat sebuah ruko yang ternyata menjual makanan. Selain ruko itu, tidak ada lagi warung yang menjual makanan.
"Permisi, mau beli lauknya saja," ungkap Usman ketika ia baru pertama kali datang dan langsung ada seorang gadis cantik yang menjaga warung.
"Oh, mau pakai apa?" tanya gadis itu ramah dan senyumannya yang manis membuat Usman terkesima.
"Eh, kalau pakai ayam, berapa?" tanya Usman. Dirinya melihat potongan ayam goreng. Walau ukuran kecil tetapi tetap saja ia begitu tergoda.
"Ayam satunya enam ribu. Mau pakai ayam berapa?" tanyanya sambil mengambil capitan. Ia menggunakan kertas minyak untuk membungkus ayam itu.
"Dua saja, Mbak," jawab Usman. Karena uang yang diberikan hanya dua puluh ribu, ia membeli dua ayam untuk Farisha. Jadi ia biarkan makan sayuran saja sudah cukup.
"Oh, lalu apa lagi, Mas?" Setelah mengambil dua ayam, ia membungkusnya dan diikat dengan karet gelang.
"Hemm ... telor dadar berapaan?" Ia bertanya dahulu karena tidak tahu uangnya pas atau tidak. Namun pertanyaan itu mungkin membuat gadis itu marah tapi yang Usman lihat, gadis itu tetap tersenyum.
"Kalau telor dadar, tiga ribuan. Mau telornya sekalian dua, Mas?" Ia melihat Usman mengangguk dan gadis itu juga membungkus dengan kertas minyak. "Lalu apa lagi, Mas?" tanyanya lagi.
"Hemm ... ini sisanya dua ribu, kasih sayuran apa saja, Mbak. Kalau bisa, yang dapatnya banyak, hehehe," kekeh Usman. Karena ia bingung mau menambah apa lagi.
"Kalau gitu, kasih kacang panjang, mau?" tawar gadis itu sambil tetap tersenyum. Ia juga menerima uang dari Usman.
"Iya, Mbak. Enggak apa-apa, terima kasih," tukas Usman. Ia menunggu gadis itu memasukan lauk itu ke dalam plastik. Dan memang dikasih banyak oleh gadis itu.
"Ya sudah, Mas. Karena sudah membeli ayam dan telor, aku kasih banyak, nih. Jangan bilang-bilang sama ibu, kalau Mas ke sini lagi, yah!" ujar gadis itu sambil menyunggingkan senyum. Ia mengulurkan satu kantong kresek hitam berisi pesanan Usman.
"Oya, Mbak yang baik. Terima kasih, yah!" ungkap Usman menerima kantong kresek dan dibalas dengan anggukan kepala oleh gadis itu.
Setelah menerima lauk, Usman kembali ke swalayan. Ia sudah sangat lapar karena dari pagi belum makan dan baru makan roti setelah dikasih oleh lelaki paruh baya pemilik toko. Usman yang sudah lelah itu menghampiri bosnya yang sedang asyik menelpon dan panggilan itu pakai kata sayang-sayangan.
"Ternyata dia sudah punya suami?" gerutu Usman. Karena di usianya yang sudah terlihat lebih tua darinya, tentu Farisha sudah menikah, begitu yang ada di pikiran Usman.
Usman berjalan menuju ke belakang. Dan di belakang itu, ia membuka pintu dan terdapat ruangan yang lain. Ia juga menemukan sebuah lorong dan lantai ke atas. Tapi di bawah tangga itu adalah dapur. Jadi Usman pun ke dapur dan sudah tersedia alat masak lengkap. Ada juga piring dan tempat cucian piring.
"Ini sudah seperti rumah saja. Kalau tinggal di tempat ini, nggak masalah! Jika nantinya muncul hantu, bukannya aku lebih seram dari hantunya?" Usman mulai bicara sendiri.
Walau tidak gila, ia memang suka berbicara seorang diri. Kadang ia juga mengajak hewan atau benda untuk bicara dengan dirinya. Walau tidak akan ia temukan jawaban apapun. Usman yang sudah lapar, membuka rice cooker dan nasinya terlihat pulen dan sudah matang.
"Eh, nasinya sudah matang, belum? Kalau sudah, waktunya makan!" Farisha tiba-tiba muncul dari balik pintu setelah selesai mengobrol via telepon.
"Sudah matang, Tante. Tante mau aku ambilkan nasinya?" tawar Usman. Ia mengambil piring terlebih dahulu sebelum mendapatkan jawabannya.
"Sudah, nasinya segitu saja!" ucap Farisha. Wanita itu pun mengambil nasi yang diambil oleh Usman. "Aku sudah lapar banget! Kamu juga makan yang banyak biar kerjanya kuat! Karena kerjaanmu masih banyak!" Farisha meninggalkan Usman seorang diri dan menuju ke depan.
"Kenapa dia lebih perhatian padaku ketimbang paman dan bibi? Dia bahkan mengurusi ke makan ku juga? Benar-benar tante Farisha orang yang baik," ucapnya terharu dan mengelap air matanya yang merembes.
Ia baru kali ini mendapatkan perhatian dari seseorang begitu dalam. Bagaimana sih, perasaan seseorang yang seumur hidupnya selalu diperlakukan buruk? Bahkan oleh paman dan bibinya sendiri. Mereka senantiasa memaksanya untuk mencari uang.
Di umurnya yang sudah dua puluh tahun itu, Usman sudah mengalami kepahitan hidup bahkan terbiasa hidup dalam kelaparan. Paman dan bibinya pun tidak peduli dirinya makan atau belum. Ketika menemukan makanan di dapur, ia akan makan. Ketika tidak ada apa-apa, ia hanya minum air bening. Kadang ia juga mencuri mie instan di lemari dan akhirnya dipukuli sampai punggungnya memar.
"Ah, kenapa aku ini? Aku harus bekerja lebih keras lagi! Aku ingin membuktikan pada paman Kardi dan istrinya itu, aku bisa kaya tanpa bantuan mereka," tekad Usman dengan semangat membara.
Setelah mengambil nasi yang cukup untuk dirinya, ia keluar dari dapur dan melihat Farisha duduk di kursi dan melahap makanannya. Ia juga makan dengan lahap. Tidak peduli apa yang ia makan, bukanlah yang dipikirkan oleh Farisha.
"Kamu kerja di sini, kerja yang baik! Jangan bikin aku repot dan jangan malas. Nanti setelah selesai makan, kamu bawa beras ke atas. Dan nanti ku kasih kerjaan lagi!" ungkap Farisha santai.
"Iya, Tante. Aku akan bekerja keras dan akan menuruti apa yang Tante katakan," janji Usman dengan tulus. Pokoknya mulai hari ini ia harus mematuhi semua yang dikatakan oleh Farisha.
"Bagus! Kalau begitu, ini lauknya buat kamu semua!" Farisha menyerahkan bungkusan lauk itu pada Usman. Karena dirinya sudah mengambil bagiannya.
"Terima kasih, Tante." Usman membuka bungkusan itu dan menemukan daging ayam, telor dadar dan lauk kacang panjang. Itu benar-benar dibagi dua oleh Farisha.
"Kalau kamu mau minum, kamu ambil sendiri di galon belakang! Kalau habis, kamu ganti yang baru lagi," ungkap Farisha lalu meneruskan makannya.
"Iya, Tante," balas Usman menunduk. Usman kemudian menaruh semua lauknya ke dalam piring. Alangkah bahagianya Usman ketika ia melihat ayam dan telor dadar di piring makannya.
Usman pun sangat bersyukur karena mendapat bos yang baik seperti Farisha. Ia akan bekerja keras untuknya. Ia tidak akan mengecewakan kepercayaan Farisha padanya.
***