webnovel

Ketakutan

Glen meringis. Deraan rasa bersalah muncul saat dia melihat perubahan ekspresi di wajah Chelsea. Wanita itu membelalakkan mata lebar-lebar. Bahu rampingnya bergetar memprihatinkan.

"Chels, kamu tak apa-apa?"

Chelsea menelan ludah. Perlahan tangannya terulur meraih papan tablet yang digenggam Glen.

"Ini benar terjadi?" tanya wanita itu lirih.

Glen mengangguk.

"Kemarin sudah ada beritanya di televisi. Tapi aku lupa apakah dia kabur atau mendapat kebebasan."

Pria itu membimbing Chelsea duduk di sofa. Lembut dia mengelus punggung wanitanya.

"Ini berita yang resmi. Ayah tirimu melarikan diri dari penjara."

Chelsea terhenyak. Pandangannya memelotot hampa dan kosong. Bibir ranum yang biasanya menyunggingkan senyum indah itu kini bergetar. Ada urat tegang yang berkedut di ujung mata Chelsea.

"Chels?"

Wanita itu merasakan genggaman hangat di tangannya. Perlahan dia menundukkan pandangan dan menemukan tangan besar Glen menangkup tangannya.

"Kamu baik-baik saja. Ada aku di sini," bisik pria itu lembut.

Chelsea ingin mempercayainya. Namun, kilasan kenangan menyakitkan di masa lalu kembali membentang. Dia menelan ludah. Sama sekali tidak ingin mengingat hal itu. Namun, otaknya sangat lancang dengan terus memutar memori tersebut.

"Tapi dia ada di luar," balas Chelsea dengan bisikan serak.

"Dia tak akan bisa menyentuhmu. Aku janji."

"Tapi Glen …."

"Aku janji, Chelsea. Kita pernah berpisah. Tapi kali ini aku tak akan membiarkanmu sendirian lagi." Glen mengecup dahi wanita di hadapannya.

"Kamu akan aman bersamaku. Aku janji."

Chelsea mengembuskan napas panjang. Perkataan Glen masih belum mampu membuatnya tenang. Namun, wanita itu tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Dia hanya menurut patuh saat Glen bergerak memeluknya. Chelsea bersandar nyaman di dada pria itu, mendengarkan degup jantung yang anehnya menghasilkan ketenangan dalam hati Chelsea.

"Aku rasa, kemarin malam saat kamu terkejut melihatku, aku asumsikan itu karena kamu sudah mengetahui hilangnya ayah tirimu dari penjara?"

Chelsea mengangguk perlahan. Ketenangan yang sempat dirasakannya menguap. Hati Chelsea tiba-tiba didera rasa kebas yang membuat tidak nyaman.

Wanita itu beringsut menjauhi Glen. Sayangnya rencana Chelsea untuk menjaga jarak dari pria tersebut terbaca jelas. Bukannya menjauh, Chelsea justru makin merapat ke tubuh jangkung Glen setelah ditarik paksa oleh pria itu.

"Glen, lepaskan aku. Aku mohon." Chelsea memberikan tatapan mengiba.

Namun, Glen sudah kebal. Dia tidak terpengaruh aksi Chelsea. Pria itu masih tetap mendekap tubuh wanitanya erat-erat alih-alih memberikan celah untuk bernapas dengan bebas.

"Jika aku lepas, kamu pasti kabur," gumam Glen di puncak kepala wanita itu.

Chelsea melengos. "Kamu sudah tahu itu. Jadi, kita persingkat saja. Lepaskan aku dan kamu bisa pergi tidur."

"Aku tak mau tidur sendiri."

Batin Chelsea lelah. Rasa syok hebat yang menderanya pasca melihat berita kaburnya John membuat kepala wanita itu pening. Dia sedang tidak dalam situasi hati yang bagus untuk berdebat dengan Glen.

"Terserah dirimu saja," ucap Chelsea ketus. "Tak mau tidur sendirian di sini, pergi sewa wanita. Tapi jangan bercinta di sini. Ke hotel sana."

"Chelse."

"Aku lelah, Glen. Aku mau tidur."

"Tidak. Kamu tak akan bisa tidur." Pria itu keras kepala.

Chelsea memutar bola mata. "Maaf, yang punya tubuh ini aku atau dirimu? Sejak kapan kamu jadi cenayang yang mampu mengetahui apa yang bakal aku lakukan?"

"Aku hafal dirimu," jawab Glen tenang.

Chelsea menggeleng-geleng. "Kita pernah berpisah. Perkataanmu tidak valid. Kamu lupa variabel tentang manusia berubah sepanjang waktu."

"Astaga, Chelsea." Pria itu menggeleng-geleng frustrasi. "Kenapa sulit sekali bicara denganmu?"

"Karena seharusnya kamu tidak bicara denganku." Chelsea mendorong dada pria itu. Sayang, usahanya kembali gagal karena tangan besar Glen menahan pergerakan dirinya.

"Prioritas, Chels. Tolong buat prioritas."

Chelsea terdiam. Otaknya tahu persis apa yang dimaksud oleh Glen. Namun, ada sisi ego dalam diri Chelsea yang membuatnya tak ingin semudah itu mematuhi perintah Glen.

"Saat ini yang terpenting adalah dirimu. Bukan aku."

Chelsea bergeming. Glen kembali melanjutkan perkataannya.

"Aku tahu, kamu masih menganggap aku punya hubungan khusus dengan Mita. Aku juga tahu kalau kamu tidak percaya denganku."

"Tidak ada kalau," potong Chelsea dingin. "Itu memang sudah terjadi. Kamu memang sudah bertunangan dengan Mita."

"Pernah bertunangan," koreksi Glen kalem.

"Oh, ayolah, Glen. Aku bukan orang bodoh yang bisa kamu tipu dengan mudah." Chelsea menghela napas berat.

"Tdak ada yang sedang menipumu. Aku justru sedang menawarkan bantuan padamu."

"Glen, aku mohon." Chelsea mulai frustrasi.

Glen menggeleng-geleng cepat. "Tidak. Dengarkan aku. Kali ini benar-benar dengarkan aku."

Chelsea mengalah. Tak ada gunanya juga berdebat. Jika Glen hafal dengan sifatnya, Chelsea pun begitu. Glen adalah tipikal orang yang sangat teguh pada pendirian. Sekali pria itu punya pilihan yang sudah diputuskan, dia tidak akan ragu untuk mempertahankannya sampai akhir.

Termasuk keputusannya pulang ke Indonesia, meski Chelsea sudah memohon agar tetap tinggal di Australia.

"Aku akan menjagamu, Chels." Pria itu berkata penuh tekad.

Jika memang ada makhluk dunia astral di dekatnya dan mampu dilihatnya, Chelsea pasti akan langsung percaya keberadaan mereka. Pasalnya itu lebih mudah diterima akal sehatnya untuk aura mencekam yang muncul saat ini. Ya, itu lebih masuk akal dibanding ekspesi penuh tekad di wajah Glen.

"Kamu aman bersamaku, Chels. Aku bersumpah."

"Jangan pernah mengucap sumpah yang tak bisa kamu tepati. Nada dingin dalam suara Chelsea mendirikan bulu kuduk siapa pun yang mendengarnya.

Namun, hal itu tidak berlaku pada Glen. Pria itu tahu persis siapa Chelsea. Sinis dan sarkas adalah dua hal yang selama ini melekat dalam diri wanita cantik itu. Dan Glen tidak bisa menyalahkan bila Chelsea masih memiliki perangai seperti itu.

Hidup wanita di sampingnya ini sangat keras. Chelsea harus bertahan bahkan saat usianya masih sangat belia. Wanita ini seorang pejuang. Fakta yang membuat Glen membuat keputusan impulsif beberapa tahun silam.

Kini Glen tahu jika dirinya harus mengambil kesempatan yang ada. Dalam hati pria itu merasa ini cara Tuhan untuk menyelesaikan masalahnya. Dalam hati Glen meminta maaf sebesar-besarnya karena mengambil kesempatan dalam kesempitan.

"John tak akan bisa mendekati dirimu lagi, apalagi sampai menyentuhmu."

Chelsea menyipitkan mata. Kecurigaannya sempat terpantik. Namun, wanita itu teringat saran Glen tentang prioritas.

Kesampingkan dulu curiga. Saat ini dirinya harus fokus mengatasi persoalan John, yang Chelsea yakin seratus persen ayah tirinya pasti akan datang ke sini.

"Bagaimana caranya?" tanya Chelsea lugas.

Glen berdeham. Pria itu memperbaiki posisi duduknya. Namun, dia masih mempertahankan Chelsea tetap berada di pelukan.

"Kamu tahu kan, ayahku punya banyak pengawal pribadi?"

Hawa dingin serasa mengaliri punggung Chelsea. Tatapannya terpaku pada Glen dengan mulut yang terbuka lebar. Otak cerdas Chelsea langsung bereaksi keras dengan menggelengkan kepala kuat-kuat.

"Tidak, Glen. Aku tak mau. Jangan repotkan ayahmu hanya untuk melindungiku." Wanita itu buru-buru bicara.

"Siapa yang akan merepotkan ayahku?" Alis Glen terangkat tinggi.

Kening Chelsea berkerut. Dia melontarkan tanya. "Bukankah itu yang akan kamu lakukan? Minta bantuan ayahmu untuk melindungiku?"

"Tidak." Glen terkekeh. Jarinya menjawil puncak hidung mancung Chelsea.

"Jangan sok tahu. Dengarkan aku dulu, baru beri komentar. Oke?"