webnovel

Semakin Ragu

Sudah sampai tengah malam, Eliza belum bisa tidur. Pikirannya terbagi-bagi tidak menentu. Akhirnya dia mengambil telepon selulernya, sekedar mengibur hatinya yang sedang nelangsa. Dia membuka aplikasi jejaring sosial. Dia melihat secara acak gambar-gambar yang diunggah teman-temannya. Sampai satu notifikasi masuk mengejutkan Eliza.

'El, belum tidur?'

Eliza membuka profil sipengirim pesan, ternyata Dirga. Eliza baru paham ternyata dia dan Dirga sudah berteman di jejaring sosial tersebut.

'Belum Mas, lagi gak bisa tidur.'

'Boleh aku telepon?'

'Boleh.'

Setelah saling berbalas pesan, Dirga langsung menghubungi Eliza.

"Kenapa belum tidur? Sudah tengah malam loh .…" tanya Dirga begitu Eliza mengangkat teleponnya.

"Hemmm, gak tahu sih. Sanking banyak pikiran kali .…" jawab Eliza asal.

"Banyak pikiran apa sih El? Sudah seperti orang tua saja."

"Iya Mas, Mas sendiri kenapa belum tidur jam segini?"

"Aku baru sampai Jakarta, lagi rebahan dulu. Capek menyetir dari Magelang tadi."

"Ooh lagi di Jakarta?"

"Iya. Besok ketemuan yuk .…"

"Besok? Boleh sih, tapi aku gak bisa lama-lama. Gak apa-apa?"

"Sibuk banget ya?"

"Ya gitu deh Mas, dari pagi sampai siang kuliah, kadang sore juga. Terus sore kan aku buka praktik di rumah. Jadi waktunya sudah terbatas banget. Bukan sombong loh ya .…"

Dirga terkekeh, "Aku gak ada bilang kamu sombong El, santai saja. Aku paham kok posisi kamu."

"Ya syukurlah."

"Jadi jam berapa kita ketemu besok?"

"Sore ya Mas, nanti aku kabari deh."

"Oke, aku tunggu besok ya."

"Iya Mas. Ya sudah, aku tidur dulu ya Mas, sudah larut banget, Mas juga harus segera istirahat kan?"

"Iya El, sampai ketemu besok."

***

Hari ini Eliza jadwal kuliahnya tidak terlalu padat, jam 1 siang semua sudah selesai. Karena Eliza sudah janji dengan Dirga akan bertemu sore ini, Eliza memutuskan untuk ke rumah Eric siang ini saja.

Sampai di rumah Eric, Eliza bingung melihat beberapa asisten rumah tangga Eric berlarian. Mereka panik.

"Buruan Mia panggil Pak Asep gendong Eric sekarang …" Terdengar teriakan Ibu Eric dengan panik.

"Pak Asep … Pak Asep .…" Mia berteriak-teriak ke luar dari kamar Eric.

Eliza semakin bingung, dia segera menghampiri Mia, "Kak Mia ada apa?"

"Eh El, itu Eric gak sadarkan diri. Gak tahu kenapa, ini mau dibawa ke rumah sakit dulu. Sudah dulu ya, aku mau cari Pak Asep dulu .…" Mia berlalu dari hadapan Eliza berlari menuju ke belakang.

Eliza tidak tahu harus berbuat apa, dia hanya berdiri menyaksikan semuanya. Menyaksikan Ibu Eric menangis berusaha membangunkan Eriz, menyaksikan Mia yang panik tidak karuan, dan yang paling menyayat hati adalah melihat Eric digotong dengan keadaan tidak sadarkan diri.

Ada ketakutan di dalam hati Eliza, apa mungkin dia akan bisa menghabiskan sisa hidupnya bersama Eric yang sakit-sakitan seperti ini. Itu artinya Eliza akan lebih banyak menghabiskan waktunya mengurus Eric nanti. Eliza diam, sibuk dengan segala pikiran negatifnya.

"El … Eliza .… kamu ikut gak ke rumah sakit gak?" Mia membuyarkan lamunan Eliza.

"Eh, ehmm iya Kak. Aku ikut saja."

"Ya sudah yuk .…"

Eliza ikut ke rumah sakit bersama Mia, mengantar Eric masuk IGD. Eric segera mendapat perawatan, segala upaya dilakukan. Ibunya Eric sudah meminta kepada rumah sakit untuk memberikan yang terbaik pada Eric, berapapun biayanya akan ditanggung. Setelah mendapat perawatan pemeriksaan dari dokter, dokter memutuskan Eric harus dirawat di ruang ICU. Itu artinya tidak akan ada yang bisa menunggui Eric di ruangan. Semua hanya bisa menunggu di luar.

"El, kamu di sini?" Ibunya Eric baru sadar kalau Eliza ikut ke rumah sakit.

"Iya Tante."

"Kamu tahu dari mana Eric masuk rumah sakit?"

"Ehmmm, tadi aku ke rumah. Kebetulan hari ini kuliah gak padat banget, aku mau main ke rumah. Karena kemarin Eric minta aku main ke rumah Tante .…"

"Ya ampun … Tante gak tahu lagi loh gimana caranya membalas ketulusan kamu Nak." Ibu Eric memeluk Eliza. "Makasih ya El, kamu sudah perhatian sekali dengan Eric, kita doakan Eric bisa lalui ini semua dengan baik ya El," tambahnya lagi.

"Iya Tante .…" jawab Eliza dengan bingung. Eliza tidak tahu kenapa Ibu Eric bisa sampai berterimakasih seperti itu, padahal di dalam dirinya sendiri saja sekarang sudah ada keraguan terhadap Eric.

"El, ini kan Eric mau pindah ke ICU. Kita juga gak bisa bebas masuk, dari pada di sini gak berbuat apa-apa mending kamu pulang saja. Kamu juga capek kan, sudah seharian belajar peras otak,nanti sore juga kamu harus buka praktik. Mending kamu istirahat saja .…" ujar Mia menghampiri Eliza.

"Ehmmm, gak apa-apa Kak?"

"Gak apa-apa lah El, kami malah gak enak kalau kamu di sini."

"Ehmm ya sudah, kalau begitu. Tapi kalau ada apa-apa kabari ya Kak."

"Pasti, tenang saja."

"Ya sudah Mia, kamu antar Eliza pulang dulu. Biar Mamah di sini, sebentar lagi Papah juga sampai kok."

"Gak usah Tante, aku naik taksi saja gak apa-apa. Nanti malah Kak Mia capek lagi, kasihan."

"Ya sudah, sekali lagi makasih banget ya El…"

"Iya Tante, kalau begitu aku pamit ya Tante."

Eliza berjalan menuju pintu ke luar, diliriknya jam yang melingkar di tangannya sudah sekitar pukul setengah empat sore. Kalau harus pulang ke rumah, akan memakan waktu lama. Eliza memutuskan untuk menghubungi Dirga dan bertemu sekarang.

"Halo Mas, masih sibuk gak?"

"Baru saja selesai El, kenapa El?"

"Ehmm, jadi gak ketemuannya?" tanya Eliza malu-malu.

"Aku dari tadi tunggu info dari kamu kok El, sekarang kamu lagi ada waktu?"

"Iya Mas, kebetulan aku hanya ada waktu beberapa jam sampai jam 6 sore nanti."

"Oh ya sudah, ketemu dimana El? Atau kamu lagi dimana sekarang? Biar aku jemput saja."

"Ehmm boleh, aku kirim lokasinya saja ya Mas."

"Boleh, aku tunggu ya."

Setelah Eliza mengirimkan lokasinya, Eliza pergi ke toilet. Entah kenapa, ada niat di dalam hatinya ingin tampil segar di depan Dirga. Eliza memoles wajahnya, menyemprotkan minyak wangi, dan menyisir kembali rambutnya. Sekarang penampilannya lebih segar.

Eliza kembali ke luar, dia duduk menunggu jemputan Dirga. Dari kejauhan Mia melihat Eliza yang masih duduk di sekitaran rumah sakit. "Itu Eliza kan? Kenapa dia masih ada di sana? Ya ampun, segitu cintanya dia sama Eric sampai masih menunggu di sana sendiri. Kasihan," gumam Mia.

Mia berniat menghampiri Eliza, tapi langkahnya terhenti saat seseorang pria berseragam polisi menghampirinya. Mia memperhatikan pria itu, dia tidak mengenalnya tapi wajahnya tidak asing. Dia melihat Eliza yang berjalan bersama polisi itu masuk ke dalam sebuah mobil berwarna merah. Mobil itu juga tidak asing bagi Mia. Mia masih terus memperhatikan mereka, Mia berusaha mengingat dimana dia pernah melihat lelaki itu.