Suasana malam hari di rumah Kanselir Leopold terasa begitu hangat dan semakin ramai dengan kedatangan Simone dan Vivi. Mereka berkumpul di ruang tengah sambil memandang kolam yang dipenuhi dengan berbagai macam ikan koi. Kanselir Leopold duduk di kursi panjang dengan Elizabeth yang bersandar pada pundaknya, sementara Athena, dan Vivi duduk mengapit Simone yang terletak di kursi panjang sebelah kiri Kanselir Leopold, sedangkan Charla, dan Charlemagne duduk di kursi panjang sebelah kanan dari Kanselir Leopold.
"Jadi kau adalah anak tirinya, Simone," kata Kanselir Leopold menatap Perempuan berambut pendek bergelombang berwarna merah.
"Iya, Tuan Kanselir. Beliau sudah seperti ayah bagiku," kata Vivi.
"Aku senang kau mau tinggal di sini," kata Kanselir Leopold.
"Aku hanya tidak enak dengan Puteri Daniella. Dia merasa aku telah merebut ayahnya. Jadi, aku putuskan untuk ikut mommy ke Berlin," balas Vivi.
"Keponakanku yang satu itu memang begitu. Sebagai anak pertama dan anak perempuan satu-satunya. Dia sangat dekat dengan ayahnya dan dia tidak terima jika ada orang lain yang dekat dengan ayahnya, sehingga Danielle sering ribut dengan Charla, Athena, dan Charlemagne." Kanselir Leopold menatap mantan istri keduanya, "Sepertinya kau sedang mengalami banyak cobaan, Aphrodite. Aku turut berbela sungkawa atas kematian ayahmu, dan juga pasanganmu. Aku merasa bersyukur bisa berkenalan dengan perempuan bermental baja seperti dirimu."
"Terima kasih atas ucapan bela sungkawamu, Frederick," balas Simone. "Aku benar-benar berterima kasih mau menerima kami di sini."
"Sudahlah, kau tak perlu memikirkannya. Bukankah Elizabeth sudah menganggapmu seperti adiknya sendiri. Jadi aku hanya menuruti perintah istriku yang tengah hamil tua," kata Kanselir Leopold. "Aku mau kau menemaninya dikala aku tak ada di sisinya."
Elizabeth hanya tersenyum mendengarnya. "Padahal Sigismund itu lelaki yang tidak jujur atau dalam Bahasa Jepang-nya 'tsundere'. Dia sebenarnya masih suka denganmu, Simone. Mengingat kau memiliki paras yang cantik dan tubuh yang seksi."
Kanselir Leopold menundukkan mukanya yang memerah, karena istrinya telah membuka rahasianya. Charla berjalan menghampiri Ayahnya dan mencengkram kerah baju Ayahnya, "Aku tahu sebenarnya kau juga masih menyimpan rasa pada mommy, dilihat dari tatapan wajahmu padanya. Bisakah kau menjelaskannya dan sepertinya ada hal yang kau tutupi. Karena kita semua berkumpul di sini. Aku ingin ayah terbuka."
Charlemagne menghampiri Charla dan melepaskan cengkramannya pada kerah baju ayahnya. "Kau tak perlu berlebihan, Charla."
"Perempuan yang aku maksud saat kita berbicara secara empat mata adalah Franceque Marie Gloria von Anhalt. Setelah aku meninggalkan Elizabeth di saat dia hamil kalian berdua. Ayah dan ibu-ku memanggilku untuk bertemu dengan Gloria dan menjodohkannya. Walaupun dia cantik, tapi aku tidak suka dengannya," ungkap Kanselir Leopold.
"Padahal dia itu peraih Miss Universe di masanya," celetuk Charlemagne.
Para perempuan terkejut akan tipe perempuan yang diinginkan Charlemagne.
"Oh, jadi perempuan yang benar-benar disukai oleh Charlemagne adalah para Miss Universe," balas Athena yang tersenyum lebar.
"Aku rasa mereka adalah perempuan pilihan. Bukan hanya modal fisik, tapi juga spiritual, dan intelegensi yang bagus. Jadi, bisa dikatakan mereka adalah yang terbaik dari yang terbaik," balas Charlemagne.
"Ayah, lanjutkan ceritanya," kata Charla.
"Kami berdua sudah lama mengenal Simone, mengingat dia dahulu bekerja sebagai seorang Perawat di tempat tinggal kami di Limburg. Elizabeth merestui hubungan kami walaupun dikatakan hanyalah sebatas teman dan perlahan menuju ke arah romantis. Aku membawa Simone ke Berlin. Di hadapan orang tua-ku, Gloria, dan keluarganya. Aku mengatakan bahwa aku akan menikahi Simone karena telah menghamilinya, padahal saat itu aku hanya menunjukkan alat tes kehamilan yang menyatakan bahwa Elizabeth positif hamil. Gloria yang sangat terkejut segera berlari dan lompat dari gedung. Dia mati secara mengenaskan. Situasi yang benar-benar tak terduga dan cepat, membuat aku dan Simone menikah. Sebenarnya aku tahu bahwa Simone itu lesbian, dlihat dari tatapan matanya ke Elizabeth. Aku sangat membenci perempuan lesbian, karena ibuku adalah seorang lesbian, di mana walaupun dia sudah bersuami dan punya anak, tapi ibuku sering bermain dengan para perempuan lesbian di Perancis, Belgia, Belanda, dan Luxemburg. Begitupula dengan ayahku, yang sering bermain perempuan juga. Kau tidak tahu betapa hancurnya seorang anak, di mana orang tuanya sering bermain perempuan di negeri tetangga. Ayah dan ibuku tidak merestui hubungan antara aku dan Elizabeth. Dan saat itu. Aku melakukan ini semua untuk melindungi keluargaku, khususnya Elizabeth, Charla, Charlemagne, dan Athena"
Orang-orang di sana terdiam mendengar penjelasan panjang lebar dari Kanselir Leopold. Sementara, Elizabeth hanya memasang ekspresi wajah datarnya sambil memeluk suaminya dengan lebih erat.
"Terus memangnya aku salah, jika aku masih mencintai Aphrodite. Walaupun dia perempuan lesbian, setidaknya dia tidak pernah disentuh oleh lelaki, dan juga saat aku bersamanya aku merasa seperti bersama Elizabeth," kata Kanselir Leopold dengan wajah yang memerah. Dia terlihat sedikit malu-malu. "Dia juga orang yang membantu persalinan Elizabeth saat melahirkan Charla dan Charlemagne."
Charla tertawa lepas melihat ekspresi Ayahnya, "Ternyata akhirnya kau mengaku juga." Charla masih tertawa lepas dengan suaranya yang cukup keras, "Ternyata kau itu memang orang yang tidak jujur."
Elizabeth juga ikut tertawa. Namun tidak keras. "Padahal dulu Leo saat berjalan dan berkumpul dengan banyak perempuan dia terlihat biasa saja. Namun saat dia berada di sampingku. Dia terlihat salah tingkah. Aku suka sekali dengan ekspresi malu dari Leopold."
Kanselir Leopold terlihat sedikit marah ketika dia digoda seperti itu oleh istrinya. Dia menyentil keras jidat istrinya. "Jangan buka rahasia," katanya dengan nada dingin.
.
.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Simone masih berdiam diri di kamarnya sambil menatap langit yang bertabur bintang. Hatinya terasa begitu sepi setelah dia ditinggal pergi oleh Juliette yang dia cintai dan ayah yang dia sayangi.
Elizabeth membuka pintu kamarnya dan berjalan masuk, diikuti oleh Kanselir Leopold yang berjalan di belakangnya.
"Kau masih belum tidur, Simone?" tanya Elizabeth.
"Entahlah, aku hanya ingin melihat jutaan bintang yang bersinar," jawab Simone dengan nada sendu.
"Kamu terkadang kurang kerjaan. Selalu menatap bintang," kata Kanselir Leopold.
"Yah, setidaknya itu jauh lebih baik daripada merokok," balas Simone.
Kanselir Leopold dan Elizabeth berjalan menghampiri Simone. Elizabeth mengaitkan tangan kanannya pada pinggang Simone, dan duduk bersandar pada pundak kirinya. Sementara Kanselir Leopold, duduk di samping kanannya. Tangan sang Kanselir membelai lembut wajah cantik istri keduanya.
"Kau yang sekarang memang masih seperti dirimu yang dulu. Terlihat sangat anggun dan cantik," puji Kanselir Leopold.
"Dia memang cantik dan tampan. Seandainya saja dia lelaki, aku ingin Simone menjadi suamiku," kata Elizabeth tertawa pelan.
Simone merasa begitu canggung, sementara Elizabeth mulai meremas-remas dadanya sambil menjilati lehernya. Kanselir Leopold mulai melucuti kancing baju Simone dan perlahan dia mendekatkan wajahnya pada wajah Simone. Bibir mereka berdua saling berciuman dengan penuh nafsu. Tangan kanan Elizabeth meraih wajah Simone dan sekarang gilirannya mencium Simone. Secara bergantian Kanselir Leopold dan Elizabeth menciumi bibir merah Simone. Mereka berdua mulai melepas baju mereka dan juga melucuti busana Simone.
Kanselir Leopold membawa tubuh Simone ke atas kasur. Elizabeth menjilati dan mengulum gunung bagian kanan Simone yang berukuran besar, yaitu g-cup. Sementara Kanselir Leopold memasukkan barang berharganya ke area kewanitaan Simone.
Simone hanya bisa meringis ketika setelah sembilan belas tahun dia berhubungan kembali dengan Leopold.
"Desahanmu cukup imut. Aku tidak ingin desahanmu menanggu anak-anak yang tengah tidur." Elizabeth mencium bibir merah Simone dan kedua tangannya meremas-remas kedua gunung kembarnya dengan keras.
Kanselir Leopold dan Elizabeth tengah menikmati malam mereka dengan bermain bertiga dengan Simone.
Kini posisi mereka bergantian, di mana Elizabeth menjilati area kewanitaan Simone, sementara Kanselir Leopold meremas-remas gunung kembarnya sambil mencium bibirnya dengan penuh nafsu.
Elizabeth mendekatkan wajahnya pada telinga kanan Simone dan berbisik, "Aku mengajak Leo untuk bermain bertiga denganmu. Aku senang kita bisa bermain bertiga, walaupun usia kita tidak lagi muda."
Elizabeth memasukkan kedua jari tangan kirinya ke area kewanitaan Simone dan mengerayanginya dengan keras. Elizabeth menggerayangi area kewanitaan Simone dengan keras, di mana dia sambil menggigit gunung bagian kanan Simone. Dari area kewanitaan Simone keluar cairan bening yang banyak.
Wajah Simone terlihat memerah dan nafasnya terengah-engah.
"Seandainya saja saat itu kau mengajakku bermain dengan Simone. Mungkin saat itu aku tak perlu mengusirmu, Eliz," kata Kanselir Leopold.
"Maaf, Simone datang kepadaku secara tiba-tiba," balas Elizabeth.
Tangan Kanselir Leopold dan Elizabeth meremas-remas gunung kembar Simone yang berukuran besar. Sementara mereka berdua secara bergantian menciumi bibir merah Simone. Sebagai mantan Artis Porno lesbian, sudah lama Simone tidak berhubungan dengan banyak orang. Mengingat dia dan Juliette pensiun dari dunia itu ketika Vivi berusia delapan belas tahun.
Malam ini adalah malam yang panas bagi Kanselir Leopold, Elizabeth, dan Simone, di mana seolah-olah bumi ini adalah milik mereka bertiga. Sebuah malam di mana menikmati sebuah hubungan untuk saling berbagi rasa cinta dan kasih sayang.
Ketiga orang berusia empat puluh tahun itu tidur dalam keadaan telanjang bulat setelah menikmati hubungan mereka bertiga. Elizabeth memeluk Simone dari samping kiri dengan tangan kanannya yang masih meraba area kewanitaan Simone dan membelai wajah cantiknya. Sementara Kanselir Leopold, memeluk Simone dari arah samping kanan dan menjilati lehernya.
"Kau dan Eliz memiliki banyak kesamaan. Aku senang kau mau bermain dengan kami berdua. Aku juga ingin kau melahirkan anak-anakku," bisik Kanselir Leopold.
"Entahlah, lihat saja nanti. Bagiku, anak yang tengah dikandung oleh Elizabeth adalah anakku sendiri. Aku juga senang dan bahagia melihat Elizabeth hamil. Aku juga senang melihat kalian berdua hidup bahagia. Yah, mungkin sudah takdir bagiku menjadi orang ketiga di antara hubungan kalian, dan aku ikhlas menerimanya," ungkap Simone. Dia mengelus perut Elizabeth yang tengah hamil tujuh bulan. "Aku sudah tidak sabar untuk menjadi seorang ibu."
"Walaupun kau berkata demikian. Bagiku, kau, dan Leopold sama saja. Sama-sama orang yang aku cintai dan aku sayangi," balas Elizabeth.
"Bukankah kau juga seorang ibu bagi Charla, Charlemagne, Vivi, dan Athena," balas Kanselir Leopold.
"Yah, maksudku aku akan menjadi ibu bagi anak kalian berdua. Aku sudah tidak sabar menantikan kehadirannya. Aku benar-benar sangat menyukai bayi yang sangat lucu dan menggemaskan. Setiap kali aku melihat para bayi dan anak-anak. Aku merasakan sebuah kedamaian dan ketenangan," ungkap Simone.
"Yah, akupun juga demikian sama seperti dirimu. Semenjak menjadi istri Kanselir. Aku memiliki program untuk membangun banyak Panti Asuhan dan aku selalu berusaha untuk mengujungi Panti Asuhan dan bermain bersama dengan mereka. Aku senang berkumpul dengan mereka, dan aku merasa bahagia," balas Elizabeth.
"Kalau begitu, ajak aku yah, jika kau mau mengunjungi Panti Asuhan," kata Simone.
"Pasti," balas Elizabeth.