webnovel

Putus

NAYLA POV

Aku tidak tahu bagaimana cara mendeskripsikan perasaanku, perasaan yang membuatku merasa begitu pusing dan tidak tenang sepanjang waktu. Aku ingat bagaiman cara ia mengutarakan cinta di awal pertemuan kami, begitu manis, begitu indah dan memabukan, membuatku percaya bahwa ya, memang dia mencintaiku dan akan selalu begitu. Namun sekarang, yang ku lihat berbeda, seolah perasaan cinta itu sudah hilang dalam dirinya, seolah ia sudah lelah bersamaku namun terus memaksakan diri untuk bersamaku, apakah kita memang sudah tidak bisa untuk merasa bahagia? Perasaanku begitu hancur ketika aku tahu bahwa ia masih menyimpan segala hal tentang wanita dari masa lalunya, memandangi foto dari wanita tersebut di saat ia sedang tidak bersamaku, membaca ulang percakapan mesra mereka saat sedang merindukannya, apakah wanita itu yang ia cintai, dan bukan aku?

"Jujur sekarang Rey! Aku sama sekali gak masalah kalau kamu masih mencintai dia, kamu hanya perlu jujur dan tinggalin aku!" ucapku saat bertemu dengan Rey di cafe tommy. Cafe kecil yang terletak di pusat kota namun berada di antara gang-gang kecil kota Jakarta itu menyimpan segudang cerita tentang aku dan Rey, tentang aku dan Rey yang baru saja bertemu dengan malu-malu, memandang satu sama lain dengan wajah tersipu dan pipi bersemu merah. Rey, laki-laki itu dahulu tidak seperti sekarang, ia memperlakukanku dengan sangat baik saat kami pertama kali bertemu, menggeserkan kursi dan membersihkan dudukkannya sebelum aku menaruh tubuhku di sana, membawakanku coffe serta makanan yang kami pesan. Aku sangat ingat hari itu, pertemuan pertama yang ditemani oleh ribuan rintik hujan yang turun ke bumi dan membuat suasana menjadi terasa dingin. Rey melepaskan jaketnya dan memakaikan benda itu padaku "Aku ingin kamu selalu merasa hangat dan nyaman" itu adalah kalimat indah pertama yang aku dengar dari mulutnya secara langsung, kalimat yang membuat hatiku ikut menghangat dan merasa dicintai.

"Aku udah bilang kalau aku gak ada hubungan apa-apa sama dia! Aku gak pernah suka ke dia Nay! Yang kamu lakuin sekarang itu hanya sedang mencari-cari kesalahanku!" Suara Rey melengking tinggi hingga menarik mata para pengunjung cafe, aku hanya bisa mngernyitkan dahi dan menahan sesak di dada, Rey memang sering membentakku sejak kamu meginjak satu tahun dalam hubungan ini, dan perilakunya berlanjut hingga sekarang. Yang aku ingat, dulu dia adalah laki-laki yang begitu lembut, dan sekarang ia begitu kasar terlebih ketika ia menghempaskan tanganku di hadapan banyak orang ketika aku sedang memohon kepadanya untuk berkata dengan jujur.

"Terus ini semu apa?!" Aku menunjukkan rentetan video yang aku ambil saat sedang memeriksa laptop miliknya, video singkat yang menunjukan sebuah folder bernama Kimi, folder tersebut adalah folder tempat Rey menyimpan semua hal tentang wanita di masa lalunya, wanita bernama Kimi yang sempat menjadi seseorang yang ada di hati Rey dalam beberapa kurun waktu ke belakang. Aku tidak pernah mengerti, apakah menyimpan segala hal tentang wanita lain dan menyimpannya dengan rapih adalah sesuatu yang wajar untuk lelaki yang sudah berpasangan dan akan segera melangsungkan pernikahan? Terlebih lagi, aku mengetahui bahwa Rey masih tetap berhubungan dengan wanita itu, aku membaca semua percakapannya dan terlihat jelas ada sebuah kerinduan disana, sebuah harapan bahwa mereka akan bisa seperti dulu, saling mengutarakan perasaan cinta, berkata-kata mesra dan melemparkan perhatian.

Aku tahu, bahwa perlakuan manis yang dilakukan oleh Rey padaku selama ini ternyata ia lakukan pula pada wanita lain, meskipun ia selalu berkata tidak memiliki hubungan apapun dengan wanita itu, meskipun ia mengatakan bahwa tidak pernah mencintai mereka dan hanya aku seorang yang ia cintai, namun perkataanya dan perlakuannya selalu saja tidak berkesinambunngan. Bagaimana mana mungkin ia bisa memperlakukan para wanita yang tidak ia cintai seperti ia memperlakukan kekasihnya sendiri? Dan ketika aku membahas hal tersebut, mengutarakan tentang ketidak sukaanku terhadap kebiasaannya, Rey akan menjadi lebih sensitif di banding biasanya, ia akan menjadi mudah marah dan balik menyalahkanku.

"Rey, apakah masih ada perasaan cinta dalam dirimu untukku?" tanyaku dengan mata yang berlinang, untungnya aku masih bisa menahan rasa sedih itu hingga tidak mengalirka air mata yang deras di wajahku, di wajah yang saat ini sedang menatap Rey dengan penuh harap, berharap bahwa lelaki itu akan balik menatapku dan mengasihaniku, membuatku percaya bahwa memang hanya akulah wanita yang Rey cintai.

"Kalau aku mengatakan masih pun, kamu tidak akan percaya bukan? Hubungan ini sudah tidak bisa lagi kita lanjutkan Nay! Aku sudah lelah dengan semua drama yang kamu buat!" ujar Rey, Usai mengatakan kalimat itu, Rey tidak pernah lagi melirikku, ia melepaskanku begitu saja dan tidak menengok lagi ke belakang. Aku belum begitu siap dengan perpisahan, sekalipun aku selalu mengatakan pada Rey untuk meninggalkanku jika ia memilih wanita itu, sesungguhnya aku tidak pernah menginginkan perpisahan itu, aku masih selalu ingin dia berada di dekatku dan menemaniku seperti biasanya.

Rico, pelayan cafe yang merupakan teman kuliahku mendekatiku dan memberikanku satu gelas frappucino dengan rasa pahit dan creame manis di atasnya, ia memintaku untuk tetap kuat dan segera melupakan Rey, mencari lagi lelaki lain yang lebih baik darinya, yang akan membuatku tertawa bukan berlinang air mata. Rico, lelaki yang tidak pernah berpacaran selama hidupnya itu menasehatiku, seolah ia adalah seorang pakar cinta yang memiliki segudang pengalaman, namun tentu saja semua nasehatnya hanyalah kutipan dari para pujangga yang sering melintas di beranda tweeternya.

Melepaskan dan melupakan sesuatu akan selalu menjadi hal yang sulit untuk aku lakukan. Rey adalah cinta pertamaku, sekalipun ia bukanlah kekasih pertamaku, dan sekarang ia adalah luka pertamaku yang terasa begitu dalam.

"Tidak ada yang boleh manangis di cafe ku" Suara lelaki itu terkesan dingin dan juga kasar, aku menengok dan yang ku dapati hanyalah punggung lebar yang dibalut oleh jas berwarna merah maroon, lelaki itu berjalan tak acuh, memasuki ruangan di sudut cafe dan mengunci pintu ruangan tersebut, membiarkan dirinya dalam ke sendirian di dalam ruangan yang tidak pernah disentuh oleh siapapun, Rico mengatakan bahwa ruangan tersebut bisa saja ruang pesugihan hingga tidak diperbolehkan dimasuki oleh siapapun.

"Itu, Tommy, pemilik cafe ini. Abaikan saja dia, dia memang selalu seperti itu, bertindak tanpa perasaan, sungguh tidak punya hati" Rico berdumel sembari memegang nampan kayu dengan erat, memandangi pintu ruangan yang ditempat oleh Tommy dengan penuh dendam. Sebuah sapu tangan nampak di tangan kiriku, sapu tangn berbahan linen dengan warna putih itu terasa begitu lembut dengan sebuah ukiran nama sang pemilik yang terletak di sudut bawah sebelah kanan 'Tommy' itulah nama yang tertera di sapu tangan tersebut. Lelaki yang selalu Rico sebut sebagai manusia tak berpeerasaan itu memberikan sedikit perasaannya melalui sapu tangan yang aku genggam sekarang, sapu tangan yang indah dan terlihat mahal hingga aku tidak tega untuk memakainya mengelap air mata dan juga cairan kental yang keluar dari hidungku.

Aku menarik nafas dan menghembuskannya berkali-kali, sembari memukul dadaku yang terasa sesak, menahan air mata agar tidak lagi keluar, pasalnya selang beberapa menit Tommy mengunci diri di ruangannya, ia muncul lagi keluar dengan selembar kertas dengan huruf yang dicetak tebal dan besar, 'MENANGIS DISINI DIDENDA DUA JUTA RUPIAH PER-MENIT' itulah isi dari tulisan dalam kertas yang Tommy bawa keluar dan di tempalkan di dinding samping meja kasir. Lagi-lagi Rico berdecak karena kesal dan kembali merutuki bosnya "Aku harap ia akan menangis disini suatu saat nanti" guma Rico sembari mengigit kain lap yang semenjak tadi menggantung di apron hitam yang ia kenakan.

"Datanglah ke rumah Sari, dan minta dia untuk mengenalkanmu dengan teman-temannya yang tampan dan tentunya lebih baik dari Rey si kurang ajar itu!" ujar Rico sebelum ia kembali ke dapur untuk mengambil pesanan dari pelanggan cafe yang lain.