webnovel

Guru Baru

(POV Akemi)

Semua anak memandang ke depan kelas. Mata mereka tertuju pada sesosok makhluk lembut berkacamata yang sedang berdiri di hadapan kami. Wanita itu berambut hitam sebahu, dan bau parfumnya sangat semerbak.

"A-anu, perkenalkan. Saya Tanabe Yui, mulai hari ini saya akan mengajar di SMA Subarashii. Mo-mohon bantuannya anak-anak." Yui-sensei membungkukan badan.

"Ya, sensei!" jawab anak sekelas, kompak.

Yui-sensei terlihat sangat kikuk. Dia sering sekali mengucapkan kata maaf, padahal pelajaran belum dimulai. Yui sensei berpostur cukup tinggi, sedikit di bawah Sera. Kalau aku lihat dari penampilannya, Yui-sensei pasti berumur sekitar 24, berbeda 2 tahun dengan Jui-sensei.

"Sebelum saya mulai pelajaran. Apa ada yang mau bertanya?"

Semua anak mengangkat tangan, kecuali Hide.

"Wah, kalian semua bersemangat sekali. Coba, kau duluan botak." Yui-sensei menunjuk pada Hoshi.

Semua anak tercengang, termasuk Hoshi. Yui-sensei yang kami kira sopan dan kikuk ternyata memiliki mulut yang kasar. Kepribadian seseorang memang tidak bisa dilihat dari penampilan luarnya saja.

"E-eh? kenapa kalian tercengang begitu? Apa Ibu kurang sopan? M-maaf, waktu SMA Ibu ada dendam pada orang botak. Mohon maaf, Ibu tidak bisa mengendalikan diri." Yui-sensei meminta maaf lagi sambil membungkukan badan.

"I-iya, gapapa sensei. Saya sudah terbiasa dipanggil botak," hibur Hoshi.

"Oh begitu, syukurlah. Jadi, kau mau nanya apa botak?"

Mendengar itu, Hoshi terlihat kesal, tapi dia menahan diri.

"Kenapa sensei masuk ke sekolah ini? Rumah Yui-sensei kan ada di Hokkaido, kenapa jauh-jauh datang ke Tokyo?" tanya Hoshi.

"Soalnya sekolah ini bagus, gajinya juga lumayan. Selain itu, Ibu ingin tahu saja bagaimana kehidupan di Tokyo," jawab Yui-sensei.

Setelah itu, giliran Shino yang bertanya.

"Sensei, apa kau kenal Jui-sensei?"

Yui-sensei yang sedang meminum air putih langsung memuntahkannya.

"A-ah, ya, I-Ibu kenal Ju-Ju-Jui-senpai. D-dulu Ibu adik kelasnya saat sekolah di Hokkaido. Ta-tapi, Ibu datang ke sini bukan untuk mengejar Jui-senpai kok, a-apalagi mengajaknya menikah. I-ibu, hanya ingin mencari uang, cu-cuma itu kok," jawab Yui-sensei dengan kikuknya.

"Heeee?" Kami semua memandang Yui-sensei dengan tatapan curiga.

"Be-benar, ibu tidak bohong. Ibu tidak mengejar Jui-senpai, kok. I-ibu cuma ingin melihat wajahnya saja." Yui-sensei masih terlihat kikuk.

"Heeee?" Kami masih memandangnya dengan curiga.

"Ka-kalian kenapa? Kenapa kalian memandang Ibu begitu?"

"Yui-sensei, sepertinya kami harus menginterogasi Ibu secara mendalam," saran Emili.

Yui-sensei langsung memasang expresi shock.

"Ya ampun, kalian ini. Ya sudah, mau bagaimana lagi." Yui-sensei menggeleng-gelengkan kepalanya.

Akhirnya, Yui-sensei pun mulai menceritakan kisahnya saat dia bertemu dengan Jui-sensei.

Yui-sensei bercerita dengan penuh bersemangat. Dia menceritakan bagaimana sifat Jui-sensei saat masih SMA, bagaimana kenakalannya, dan bagaimana dia bisa merebut hati Yui-sensei tanpa melakukan apapun. Jui-sensei memang tampan, tapi di mata Yui-sensei, Jui-sensei lebih istimewa dari itu.

"Sebelum dia lulus, ibu memberanikan diri menembak Jui-senpai loh. Tapi, dia menolak ibu. Jui-senpai hanya tersenyum pada ibu, dia malah mengelus kepala ibu, kemudian dia berkata 'Aku tidak ingin menodaimu'. Setelah berkata begitu, dia langsung pergi entah ke mana. Hahaha, Jui-senpai orang yang aneh ya," curhat Yui-sensei.

Padahal, ini adalah hari pertama kami bertemu dengan Yui-sensei. Tapi, entah mengapa kami merasa ada ikatan yang tak terlihat di antara kami dan Yui-sensei. Kami merasa seperti melihat sosok ibu pada Yui-sensei. Sama seperti saat kami melihat sosok ayah pada Jui-sensei. Yui dan Jui memang nama yang mirip.

"Jui-senpai lucu banget, loh. Dulu dia pernah masuk sekolah memakai rok dan lipstick, soalnya kalah taruhan saat main catur. Anehnya, Jui-senpai pede-pede saja, dia gak merasa malu sedikitpun. Jui-senpai malah mendalami karakternya dan pura-pura jadi bencong. Saat itu, ibu gak berhenti ketawa dari kejauhan."

Kami semua ikut tertawa mendengar cerita Yui-sensei.

"Jui-senpai punya kebiasaan aneh loh, saat sedang berbohong Jui-senpai pasti mengusap alisnya. Selain itu, suara bersinnya juga lucu, seperti singa lagi pilek, hahaha."

"Waah, gitu ya... saya baru tahu."

Begitulah reaksi anak-anak.

"Ya sudah, karena Ibu sudah bercerita. Sekarang kita mulai saja pelajarannya, ya!"

Di hari itu, kami sekelas sudah sepakat. Kami harus membantu Yui-sensei untuk mendapatkan Jui-sensei. Bagaimanapun caranya, Yui-sensei harus berpasangan dengan Jui-sensei. Itulah yang ada di pikiran kami.

***

Sepulang sekolah, aku masuk ke ruangan guru karena harus mengumpulkan tugas matematika yang Jui-sensei berikan. Di sana, ada Jui-sensei sedang duduk sendirian. Guru lain sudah pada pulang.

"Jui-sensei, ini tugas Kelas 1-F," kataku.

"Oh ya, taruh saja di sana," jawab Jui-sensei yang sedang sibuk dengan gadgetnya.

"Anu, Yui-sensei mengajar di kelas kita hari ini. Dia orang yang sangat baik ya," kataku setelah menaruh tumpukan kertas tugas di mejanya.

"Begitulah, tapi dia sangat kikuk. Dia masih harus banyak belajar."

Aku memandang Jui-sensei dalam-dalam.

*Jiiiii.

"H-hei, ada apa Akemi? Kenapa kau memandangku begitu?" Jui-sensei berhenti bermain handphone karena ditatap curiga olehku.

"Jui-sensei, apa Anda punya perasaan pada Yui-sensei?" tanyaku.

"Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?"

"Tidak apa-apa. Ingin tahu saja."

Jui-sensei menyeruput kopi hitam yang ada di cangkirnya. Kemudian membalas perkataanku. "Tidak ada kok, Akemi. Aku dan Yui-sensei cuma teman biasa."

"Kalau tiba-tiba Yui-sensei bilang suka pada Anda, bagaimana?"

"Aku akan langsung menolaknya," jawab Jui-sensei sambil mengusap alisnya.