31 MERASA KEHILANGAN

Enam hari sudah Inayah tidak bertemu dengan Yusuf, bahkan tidak ada kabar sama sekali. Ridwan juga tidak datang atau memberi kabar pada Shafiyah.

Inayah dan Shafiyah sama-sama gelisah menunggu kabar dari Yusuf dan Ridwan.

"Inayah, kamu yakin Ustadz Yusuf tidak menghubungi kamu sama sekali?" tanya Shafiyah dengan perasaan cemas karena Ridwan juga tidak memberi kabar padanya.

Inayah menggelengkan kepalanya dengan putus asa.

"Aneh, Ustadz Ridwan juga tidak memberi kabar padaku. Apa Ustadz Yusuf dan Ustadz Ridwan sibuk dengan pekerjaannya?" ucap Shafiyah sambil melihat ponselnya barangkali ada pesan dari Ridwan.

"Shafiyah, bukankah setiap hari Jumat di Pondok Pesantren selalu ada kegiatan rutin pertemuan para ustadz dan santri? kenapa Ustadz Ridwan tidak datang ke sini untuk membahas acara besok Jumat?" ucap Inayah pada Shafiyah yang sedang mengamati ponselnya.

"Harusnya Ustadz Ridwan datang hari ini, aku tidak tahu kenapa Ustadz tidak datang." ucap Shafiyah masih mengamati ponselnya.

"Sekarang sudah siang, tapi Ustadz belum datang juga. Sangat aneh kan?" ucap Shafiyah lagi dengan perasaan tidak enak.

Inayah menganggukkan kepalanya tidak bisa memberi komentar apa-apa. Sedangkan dirinya sendiri dalam keadaan dilema tidak berani menghubungi Yusuf sebelum dirinya benar-benar merasa yakin dengan hati dan perasaannya untuk bertemu dengan Yusuf.

"Assalamualaikum." panggil seseorang dari luar pintu.

"Waalaikumsallam." sahut Shafiyah dengan cepat menegakkan punggungnya menatap Inayah kemudian bangun dari duduknya.

"Apa mungkin itu suara Ustadz Ridwan, Inayah? aku tidak yakin." ucap Shafiyah merasa gugup.

"Sebaiknya kita temui saja Shafiyah." ucap Inayah sambil membetulkan hijabnya.

Dengan hati berdebar-debar Shafiyah membuka pintu tampak dua orang santri berdiri di depan pintu dengan tersenyum ramah.

"Selamat siang Ukhti, kita berdua datang atas permintaan Ustadz Ridwan untuk memberikan uang untuk acara besok. Dan untuk menunya Ustadz Ridwan bilang terserah Ukhti saja." ucap salah satu santri sambil memberikan amplop putih pada Shafiyah.

Shafiyah menelan salivanya menatap kedua santri yang ada di hadapannya secara bergantian.

"Maaf, Akhi...kalau boleh tahu, kenapa Ustadz Ridwan tidak datang? apa beliau sibuk?" tanya Shafiyah memberanikan diri bertanya tentang Ridwan.

"Ustadz Ridwan memang beberapa hari yang lalu sibuk keluar kota dengan Ustadz Yusuf. Tapi sudah tiga hari ini Ustadz Ridwan sakit jadi tidak bisa ke sini." ucap salah satu santri kepercayaan Ridwan.

Hati Shafiyah tiba-tiba merasa sakit setelah mendengar jawaban dari salah satu santri kepercayaannya Ridwan.

"Jadi, Ustadz Ridwan sakit sudah tiga hari ini?" ucap Shafiyah dengan suara lirih.

"Iya Ukhti, sakitnya tidak parah hanya demam dan radang tenggorokan saja. Mungkin karena terlalu banyak berdakwah keluar kota." ucap Santri itu lagi memberi penjelasan pada Shafiyah agar tidak merasa cemas.

"Terima kasih atas penjelasannya Akhi. Insyaallah nanti sore aku akan ke sana bersama Inayah. Dan tolong jangan bicarakan tentang kedatanganku pada Ustadz Ridwan. Aku tidak ingin merepotkan Ustadz Ridwan." ucap Shafiyah tiba-tiba merasa rindu ingin bertemu dengan Ridwan.

"Baiklah Ukhti, karena kita berdua sudah menyampaikan apa yang telah di perintahkan oleh Ustadz Ridwan. Kita minta izin untuk kembali pulang. Assalamualaikum." ucap salah satu santri itu dan di ikuti temannya mengucapkan salam.

"Terima kasih Akhi, Waalaikumsallam." ucap Shafiyah dan Inayah hampir bersamaan.

Setelah dua santri kepercayaan Ridwan pulang, Inayah dan Shafiyah saking pandang dengan tatapan rumit.

"Shafiyah, apa kamu yakin mau melihat keadaan Ustadz Ridwan?" tanya Inayah dengan tatapan penuh.

Shafiyah menganggukkan kepalanya.

"Aku merasa cemas dengan keadaan Ustadz Ridwan, Inayah. Sebaiknya kamu mandi dan shalat dulu. Aku akan bicara dengan Ummi untuk belanja buat acara besok. Waktunya sudah sangat mendesak sekali." ucap Shafiyah kemudian pergi meninggalkan Inayah untuk menemui Ibunya.

Inayah menghela nafas panjang, tidak bisa berpikir apa-apa selain berdoa dalam hati agar Ridwan dan Yusuf dalam keadaan baik-baik saja.

Dengan perasaan gelisah Inayah mengambil handuk bersih untuk segera mandi dan menjalankan shalat dhuhur.

Setelah mandi dan menjalankan shalat dhuhur Inayah berdoa khusyu' mendoakan Yusuf agar sehat dan tidak menghadapi masalah apapun dalam hidup Yusuf.

"Inayah, apa kamu sudah selesai shalat?" tanya Shafiyah yang kebetulan ada halangan jadi tidak di wajibkan shalat.

Inayah menganggukkan kepalanya kemudian mendekati Shafiyah yang sudah berpakaian rapi.

"Shafiyah, apa sebaiknya aku tidak ikut saja. Biar aku membantu Ummi di sini. Kasihan Ummi harus menyiapkan makanan untuk para duafa dan juga untuk pondok pesantren." ucap Inayah merasa tidak enak kalau ke Pondok Pesantren tanpa ada alasan yang jelas.

Shafiyah terdiam sejenak kemudian menganggukkan kepalanya sambil mengusap bahu Inayah.

"Baiklah Inayah, aku pergi tidak akan lama. Setelah melihat keadaan Ustadz Ridwan, aku langsung pulang." ucap Shafiyah dengan tersenyum.

"Hati-hati di jalan ya Shafiyah." ucap Inayah dengan tersenyum merasakan kerinduan dan rasa kehilangan pada Yusuf.

Shafiyah menganggukkan kepalanya dengan malu-malu.

"Assalamualaikum Inayah, aku pasti akan membawakan kabar tentang Ustadz Yusuf padamu. Kamu tenang saja ya." ucap Shafiyah sambil mengedipkan mata.

"Waalaikumsallam." sahut Inayah tanpa menjawab ucapan Shafiyah selain menganggukkan kepalanya.

Bergegas Shafiyah berjalan cepat masuk ke dalam mobilnya dan menjalankannya ke luar dari halaman rumahnya menuju Pondok Pesantren Al Ikhlas yang tidak jauh dari rumahnya.

Tiba di Pondok Pesantren, Shafiyah menemui Syakila adik perempuan Ridwan.

"Assalamualaikum Syakila." sapa Shafiyah dengan tersenyum.

"Waalaikumsallam, Shafiyah? apa kamu ke sini mau melihat keadaan Abang Ridwan?" tanya Syakila menggoda Shafiyah yang sangat tahu kedekatan Ridwan dan Shafiyah tapi keduanya masih menutupi perasaan hatinya.

"Iya Syakila, tapi selain itu aku mau membahas tentang acara pertemuan besok." ucap Shafiyah sambil memberikan bingkisan buah pada Syakila.

"Oh... begitu, ayo... Shafiyah aku antar ke kamar Abang. Abang sedang istirahat, sudah dua hari demam kecapekan keliling kota dengan Abang Yusuf." ucap Syakila lebih suka memanggil saudaranya Abang daripada Akhun.

"Sebentar ya Shafiyah." ucap Syakila setelah berada di depan pintu kamar Ridwan.

"Assalamualaikum Abang." ucap Syakila seraya mengetuk pintu kemudian membukanya.

"Ceklek"

Syakila membuka pintu kamar lebar-lebar agar Shafiyah ikut masuk ke dalam.

"Waalaikumsallam Kila." sahut Ridwan dengan suara lemah berusaha bangun dari tidurnya.

"Abang, lihat siapa yang datang? dan ini buah-buahan untuk Abang." ucap Syakila menggoda Ridwan.

Ridwan mengangkat wajahnya sangat terkejut saat melihat Shafiyah berdiri di belakang Syakila.

"Shafiyah? kamu ke sini?" tanya Ridwan menegakkan punggungnya berusaha tidak menampakkan rasa lemas yang masih di rasakannya.

Shafiyah tersenyum seraya menganggukkan kepalanya dengan hatinya berdebar-debar.

"Abang, Shafiyah aku pergi dulu ya. Semoga Abang cepat sembuh karena obatnya mujarabnya sudah datang." ucap Suskikat dengan tatapan menggoda kemudian keluar kamar.

"Shafiyah, duduklah." ucap Ridwan masih merasa serba salah karena sungguh tidak percaya kalau Shafiyah datang melihat keadaannya.

avataravatar
Next chapter