webnovel

44. Gara-gara masalah ranjang

"Apa Ayah, dan Bunda bertengkar BIk? Kenapa mereka berdua tidak makan siang berdua? Apa karena masalah Daffa sakit mereka jadi bertengkar?" tanya Daffa yang masih sangat penasaran dia sampai tidak berselera makan gara-gara masalah ini.

"Bibik tidak tahu pasti Tuan, tapi sebaiknya Tuan Daffa segera menghabiskan makan siangnya agar Ayah, dan Bunda Tuan tidak bertengkar lagi," usul bik Nam.

"Baiklah Bik terima kasih sudah mengingatkan saya, kalau begitu saya lanjutkan makannya," sahut Daffa.

Dia mulai memasukkan makanannya sampai semua makanan yang ada di piringnya itu habis tak bersisa. Bik Nam dengan cekatan merapikan lagi meja, dan piring kotor begitu Daffa sudah makan siang setelah itu dia keluar kamar tidak lupa menutup pintunya kembali.

"Aku harus menemui ayah dulu, dan bertanya kenapa Bunda sampai berubah seperti ini? Apa memang terjadi sesuatu yang tidak aku ketahui sama sekali?'' tanya pada dirinya sendiri.

Daffa terasa pusing ketika berdiri pertama kali, tetapi setelah beberapa saat dia tidak lagi, dan bisa menstabilkan tubuhnya. Daffa berjalan pelahan menuruni tangga, dia berpegangan erat pada anak tangga agar tidak terjatuh lalu setelah berhasil turun Daffa kemudian menghampiri ayahnya yang ada di ruag tengah.

"Daffa kenapa tidak beristirahat saja Nak? Bukankah kau baru saja sadar dari pingan jadi, harus lebih banyak istirahat agar kesehatanmu cepat pulih," ucap ayah Tama yang membantu putranya ketika melihat Daffa melangkah perlahan mendekatinya.

"Tidak apa-apa Ayah, Daffa juga bosan di kamar saja lagian Daffa juga istirahat terus dari kemarin," sahut Daffa.

"Terserah kau saja, tapi dengan siapa kau mau bertemu besok Nak? Apa ada hubungannya dengan istrimu itu? Lalu bagaimana dengan istri keduamu Jesliin, Nak? Ingat sayang, kau harus adil karena mau bagaimana pun dia adalah istrimu karena yang aku dengar Roy yang selalu memenuhi setiap keinginan dari istrimu itu," terang ayah Tama.

"Aku tidak peduli dengannya Ayah karena gara-gara dia aku, dan istriku akhirnya berpisah jadi, kalau Roy mau melayaninya itu terserah padanya aku tidak mau ikut campur," ucap Daffa cuek.

"Daffa kenapa kau itu keras kepala sekali sama sepert Bundamu? Apa tidak bisa kau mendengarkan nasihat orang yang masuk di akal?" tanya ayah Tama yang sedikit kesal.

"Kenapa Ayah menyangkut pautkan aku dengan Bunda? Memangnya apa yang Bunda lakukan? Sehingga Bunda menjadi sangat membenci istriku, Ayah," tanya Daffa.

"Sudahlah Nak jangan membahas masalah Bundamu dulu sekarang karena Ayah sedang malah mengatakannya, bagaimana kalau kita keluar mencari udara segar? Kepala Ayah sakit sekali kalau kelamaan di rumah ini bisa-bisa nanti gantian Ayah yang akan berbaring di tempat tidur menggantikanmu," ajak ayah Tama.

"Baiklah, ayo Daffa temani, tapi kita mau ke mana Ayah? Sekarang masih siang Daffa bingung mau membawa ayah pergi ke mana?" tanya Daffa yang mengikuti langkah ayahnya.

"Ajak Ayah pergi ke klub saja Daffa, Ayah mau minum-minum menghilangkan kesal di hati siapa tahu masih ada wanita yang mau menemani Ayah di tempat itu," ungkap ayah Tama, tapi belum lama ayah Tama melangkahkan kakinya di tempat itu tiba-tiba Bunda Felicia datang menghentikan langkah kaki mereka berdua.

"Ayah jahat apa karena Bunda sudah tua, dan tidak cantik lagi? Sehingga Ayah sudah berpikir mau mencari wanita yang lebih cantik lagi di luar sana. Bunda benci sama Ayah yang tidak pengertian, dan selalu cuek untuk apa kita liburan kalau waktu yang Ayah habiskan di tempat itu hanya bermain handphone, dan laptop saja. Ayah mau pergi bukan silahkan pergi, tapi ingat apa yang Ayah lakukan maka Bunda juga akan melakukan hal yang sama seperti yang Ayah lakukan itu." Bunda Felicia berbalik, dan kembali ke dalam kamarnya dengan membanting pintu kamarnya agak keras.

"Daffa, kita tidak jadi pergi karena Ayah sudah tahu kenapa Bunda selalu marah-marah sejak awal pulang?" ucap ayah Tama yang meninggalkan Daffa sendirian di ruang tamu.

"Astaga ternyata Bunda marah karena tidak mendapat jatah dari Ayah, aku baru tahu kalau perempuan marah karena masalah ranjang bisa seperti itu. Ayah juga salah kenapa tidak memberikan Bunda jatah terlebih dahulu baru bermain handphone?" ucap Daffa yang kembali masuk ke dalam kamarnya sambil geleng-geleng kepala.

"Memang sepertinya hari ini aku harus banyak istirahat biar besok lebih sehat ketika bertemu dengan Marvin." Daffa membuka pintu kamarnya tidak lupa menutupnya kembali setelah itu dia berbaring di tempat tidur kemudian memejamkan matanya.

Sedangkan ayah Tama yang sudah masuk ke dalam kamarnya mendekati sang istri yang sedang berbaring telungkup di tempat tidur. Ayah Tama berbaring di dekat sang istri lalu dia memeluk istrinya yang sama sekali tidak berbalik mengahadapnya.

"Sayang maafkan aku yang tidak mengerti semua keinginanmu, kau benar sayang kalau suamimu ini sangat tidak pengertian, dan juga cuek makanya kau pantas jika marah bahkan membenciku. Sayang apa yang harus aku lakukan untuk menebus kesalahan yang telah aku lakukan? Ayah sanggup jika Bunda meminta Ayah begadang hanya untuk melayani kebutuhan Bunda yang belum terpenuhi," papar ayah Tama.

Bunda masih tidak memberikan reaksi apapun yang terdengar hanya suara isak tangisan saja. Ayah Tama bingung apa yang harus dilakukannya agar istrinya tidak marah lagi karena dari tadi sudah berusaha membujuknya tetapi tetap tidak mendapatkan tanggapan dari istrinya.

"Sayang, Ayah bingung harus melakukan apa lagi?" tanya ayah Tama yang berangsur turuun dari ranjangnya lalu melangkah perlahan menjauhi ranjangnya.

"Ayah jahat kenapa tambah lama tidak mengerti yang Bunda inginkan? Bunda itu maunya kalau sedang marah dipeluk, dan dicium apalagi jika sedang telungkup seharusnya Ayah balikkan Bunda setelah itu baru dipeluk, dan dicium." Bunda bicara sambil membuang mukanya karena masih sangat kesal pada suaminya, dia duduk di tepi ranjangnya dengan tangan dilipat di dadanya.

"Hahahahah ... maafkan suamimu yang tidak pengertian ini sayang, kenapa tidak mengatakannya dari tadi kalau tahu begitu Ayah tidak perlu pura-pura mau keluar lagi.

Bunda Feliicia menangis dengan kencang karena terus digoda oleh suaminya. "Sana jauh-jauh Bunda nggak mau ada Ayah di kamar ini, Bunda benci sama Ayah tadi bukankah Ayah mau pergi bersenang-senang kenapa tidak jadi pergi? Bunda juga bisa pergi sendiri walaupun tidak ada teman lagi," ketus bunda Felicia yang masih marah pada suaminya.

"Ayah tidak mau pergi sayang, tapi Ayah mau meminta maaf pada Bunda saja." Ayah Tama duduk berjongkok di depan sang istri setelah itu dia menarik lembut tangan istriya yang semula melipat di depan dadanya. Ayah Tama genggam tangan itu sambil sesekali menciumnya dengan lembut, bunda menatap wajah suaminya itu tanpa berkedip dia menunggu sang suami bicara.