webnovel

43. Hilangnya restu dari Bunda Felicia

"Dia bernama suster Nani, Tuan besar. Suster yang merawat Tuan Daffa, tapi suster itu mencoba melakukan pelecehan kepada Tuan yang sedang pingsan dengan cara menidurinya," jelas pak Herman.

"Kenapa putraku sakit, tapi tidak ada yang memberitahukannya pada kami?" tanya ayah Tama yang segera turun dari mobil lalu dengan cepat masuk rumah menuju ke dalam kamar sang putra.

"Ayah tunggu! Kenapa Bunda ditinggal sih?" tanya bunda Felicia memanggil suaminya.

"Ayo Bunda susul saja, Ayah mau melihat putra kita, kenapa dia bisa sakit? Apa karena ditinggalkan istrinya?" tanya ayah Tama setelah menjawab pertanyaan istrinya.

Ayah Tama, dan Bunda Felicia melangkah bersama menuju ke kamar putranya. Bunda Felicia berjalan dengan sedikit tergesa-gesa mendekati sang putra yang terbaring di ranjangnya.

"Daffa apa yang terjadi padamu, Nak? Bangun Daffa jangan buat Bunda khawatir, kalau kau mau mencari istrimu akan Bunda temani, tapi bangunlah lebih dulu. Ayah, kenapa dengan putra kita? Cepat panggilkan Dokter. Bik Nam ... Bik panggilkan Dokter," teriak bunda Felicia dengan panik.

"Bunda tenanglah jangan seperti ini biarlah Ayah yang akan menelepon Dokternya," ucap ayah Tama yang menangkap tangan sang istri agar tidak keluar lalu ayah pun mengambil handphonenya yang ada di saku jasnya.

"Maaf Tuan, saya datang terlambat," sapa Dokter Danu.

"Dari mana saja kau? Katakan apa yang terjadi pada putraku? Kenapa kau memberikannya seorang suster cabul? Apa kau sengaja ingin menjebak putraku?" bentak ayah Tama dengan pertanyaannya.

"Saya minta maaf Tuan atas insiden yang terjadi pada Tuan Daffa, tapi saya sungguh tidak menjebak Tuan dengan sengaja memberikan seorang suster cabul. Saya sengaja memilih dia karena tidak ada pilihan lain lagi semua perawat rumah sakit banyak yang dikirim di tempat korban bencana, dan hanya dia saja yang tersisa."

"Ya sudah lalu bagaimana dengan anakku? Apa yang terjadi padanya?" tanya ayah Tama.

"Tuan Daffa hanya kurang cairan, dan tidak istirahat selama hampir 48 jam makanya pingsan, tetapi Tuan Tama jangan khawatir karena saya telah memberikannya obat tidur," terang Dokter Danu.

"Lalu kapan putra saya akan segera sadar Dokter?" tanya bunda Felicia.

"Sepertinya tidak lama lagi Tuan Daffa akan segera sadar Nyonya," ucap Dokter Danu lagi.

"Baiklah saya lega mendengarnya, kalau begitu terima kasih atas penjelasannya Dokter," sahut ayah Tama.

"Sama-sama Tuan Tama, kalau begitu saya permisi dulu," pamit Dokter Danu yang telah selesai memeriksa Daffa.

"Ayah ... Bunda, apa yang kalian berdua lakukan di kamar ini? Kapan kalian pulangnya? Bukankah katanya kalian belum mau pulang!" tanya Daffa yang membuat ayah Tama, dan bunda Felicia terkejut sekaligus bahagia karena putra mereka sudah siuman.

"Daffa, kau sudah sadar Nak, bagaimana Ayah, dan Bunda tidak khawatir jika mendengar kalau putranya sakit? Kau juga apa yang terjadi? Kenapa bisa sampai tidak makan, dan tidur dua hari? Apa yang kau dapat dengan melakukan semua ini? Bukankah istrimu sendiri yang memutuskan pergi dari rumah jadi, untuk apa kau mencarinya? Bukankah kau sudah memiliki istri lagi lalu kenapa kau harus membuang energi hanya untuk wanita yang tidak mau menghargaimu? Jika kau mau masih banyak wanita di luar sana yang mengantri untuk menikah denganmu, tapi kenapa hanya dia wanita yang kau harapkan saja?" murka bunda Felicia yang sudah habis kesabarannya.

"Tidak mau Bunda, Daffa hanya mau dengan Meisya tidak mau dengan wanita yang lainnya lagi, walaupun Meisya membenci Daffa sekalipun Daffa akan tetap berusaha mendekati Meisya, dan membujuknya bersama Daffa lagi," ungkap Daffa dengan lantang dia tidak terima kalau bundanya melarangnya bersama lagi.

"Daffa benar, kenapa Bunda bisa berkata seperti itu? Bukankah Bunda orang yang paliing menyayangi Meisya dari pada siapapun juga! Lalu apa yang terjadi sekarang? Kenapa Bunda malah menyuruhnya mencari wanita lain?" tanya ayah Tama yang heran dengan kelakuan istrinya.

"Terserah, Bunda tidak peduli kalau kau tidak mau mencari wanita lain biarkan Bunda saja yang akan mencarikan wanita untuk kau nikahi pastinya aka jauh lebih baik dari wanita yang telah pergi meninggalkanmu itu," jawab bunda Felicia lagi.

"Bunda cukup," bentak ayah Tama. Dia tidak sanggup melihat kesedihan yang terlihat di wajah putranya sekarang karena perkataan bundanya.

"Kenapa Ayah membentak Bunda hanya karena wanita tidak tahu diri itu? Apa Ayah tidak melihat gara-gara dia putra kita sekarang sakit? Jadi apa yang harus dipertahankan dengan wanita yang tidak memiliki perasaan seperti dia? Dia dengan teganya membiarkan putra kita tidak makan, dan tidur hanya karena mempertahankan egonya itu," cerca bunda Felicia sambil menangis lalu dia keluar dari kamar putranya.

"Kenapa Bunda bisa seperti itu Ayah? Kenapa sampai hilang restu dari Bunda untuk istriku? Daffa sangat mencintai istriku Ayah, dan sampai kapanpun tidak akan pernah menceraikannya," ungkap Daffa setelah kepergian bundanya.

"Ayah juga terkejut Nak, kenapa Bunda menjadi sangat membenci istrimu itu? Tapi kau tenang saja Ayah akan bicara dengan Bundamu, dan tidak akan membiarkan kalian berpisah," ucap ayah Tama yang menenangkan putranya.

"Iya Ayah terima kasih banyak, tapi ini hari apa Ayah?" tanya Daffa yang masih berbaring di tempat tidurnya.

"Ini hari sabtu Nak, tapi kenapa kau bertanya tentang hari?" tanya ayah Tama.

"Daffa ada janji dengan seseorang Ayah, Daffa juga nggak boleh ngebatalin janji padanya karena perjuangan Daffa untuk bertemu dengan dia sangatlah besar," ucap Daffa.

"Ayah tahu, tapi sekarang kau sedang sakit jadi, jangan terlalu memaksakan dirimu begitu. Bagaimana kalau Ayah saja yang menemui temanmu itu? Ayah juga akan mengatakan kalau kau lagi sakit pasti dia akan mengerti," ucap ayah Tama.

"Kita lihat besok saja ayah, dan mudah-mudahan Daffa sudah lebih baik jadi Daffa sendiri bisa menemuinya," sahut Daffa.

"Ya sudah kalau begitu Daffa istirahat saja dulu Ayah mau menemui Bundamu, dan berdoa saja agar Ayah bisa membujuk Bunda lagi," terang ayah Tama, dia mengusap rambut putranya setelah itu keluar dari kamar itu menemui sang istri.

Setelah Ayah Tama keluar dari kamarnya Daffa melamun memikirkan semua perkataan bunda Felicia. "Kenapa Bunda sangat membenci istriku? Apa itu benar-benar Bunda, atau bukan? Aku hampir tidak percaya Bunda bisa melakukan itu pada istriku," gumam Daffa dalam diamnya.

"Permisi Tuan, Bibik mengantarkan makan siang untuk Tuan Daffa," sapa bik Nam lalu dia membantu Daffa duduk, dan meletakkan meja kecil di depannya setelah itu menaruh beberapa makanan yang menggugah selera.

"Terima kasih Bik, oh iya apa Ayah, dan Bunda sudah makan siang Bik Nam?" tanya Daffa yang mulai memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

"Tuan besar hanya makan sendirian saja di meja makan, tapi Nyonya besar, Bibik tidak tahu ada di mana? Karena Tuan besar tidak membahas apapun di meja makan, dan Bibik tidak berani bertanya juga pada Tuan?" ucap Bik Nam, dan Daffa meletakkan kembali sendok yang baru saja akan dia masukkan ke dalam mulutnya karena mendengar perkataan pembantunya itu.