webnovel

Terbukti Bersalah

Garis kuning telah terpasang jelas di kamar tersebut, banyaknya polisi membuat Gita semakin gugup. Semua mata tertuju padanya, banyak awak media yang berkumpul di luar hotel hingga luar kamar dimana mayat tersebut ditemukan.

Sedangkan Gita yang berada di kamar tersebut seolah-olah seperti tersangka, beberapa kamera menyorot dirinya. Hingga seorang polisi mendekat.

"Maaf Bu, bisa ikut saya untuk menjelaskan semua yang terjadi."

Hanya bisa menggelengkan kepalanya, dia takut jika dirinya bersalah dengan apa yang bukan merupakan perbuatanya.

"Bu" Panggil polisi tersebut.

"Iya, Pak."

Setelah menjawab, Gita ikut dengan polisi tersebut dan mayat yang sudah diketahui identitasnya yaitu seorang pengusaha bernama Dirgantoro sedang dibawa oleh ambulan untuk diotopsi.

***

Berada di kantor polisi untuk memberikan keterangan tentu saja membuat dirinya tidak tenang, terlebih lagi dengan dia yang tertidur semalam di kamar hotel tersebut.

Seorang perempuan duduk di kursi dengan polisi yang berada di hadapannya, tatapannya sungguh membuat Gita gemetar.

"Bisa Ibu jelaskan kronologinya?"

Pertanyaan itu membuat dirinya bingung, apa yang harus dia jawab?

Entahlah mengapa Gita merasa bahwa sesuatu buruk akan terjadi padanya.

"Jelaskan saja Bu, tidak perlu takut jika anda tidak bersalah."

Perkataan polisi itu benar, untuk apa Gita takut dengan apa yang bukan kesalahannya. Dia pun menceritakan dengan sejujur-jujurnya.

Namun tatapan polisi itu penuh dengan selidik, seolah-olah tidak percaya dengan ucapan Gita.

"Hei kamu pelakor," teriak seseorang dari belakang sambil menarik rambut panjang Gita dengan sangat kencang hingga beberapa helai terjatuh.

Semua terkejut termasuk dengan Gita yang mendapatkan serangan tiba-tiba, dia bingung siapa wanita tersebut dan mengapa dengan tiba-tiba menyerang dirinya.

Tangan Gita mencoba melepaskan tangan wanita yang terbilang sudah berumur, namun orang itu ternyata semakin brutal dan selalu mengatakan kalau dirinya adalah seorang pelakor.

"Ibu sudahlah, lihat semua pasang mata melihat ke kita."

Seorang pria yang terlihat muda, mungkin dia seumuran dengan dirinya, pria itu datang dan melerai pertengkaran yang terjadi. Memanggil wanita tadi dengan sebutan Ibu, itu membuat Gita tahu bahwa pria berkacamata bulat tersebut adalah anak dari wanita gila yang menyerangnya.

Gita bernapas lega, dirinya kembali duduk begitu juga dengan wanita tadi. Dia duduk di samping Gita, lalu putranya berada di kursi belakang.

"Ibu Gita perkenalkan ini Yarla, dia adalah istri dari mayat yang berada di kamar tersebut."

Gita tersenyum dan mengulurkan tangannya.

"Saya Gita."

Perkenalan itu tidak berawal sempurna, wanita yang dikenal dengan nama Yarla tidak menerima jabatan tangannya. Justru hanya tatapan tajam dan penuh dendam yang terpancar.

"Gak usah so baik."

"Maksudnya?" tanya Gita dengan bingung.

"Saya tahu, kalau kamu selingkuhan suami saya Nada Anggita kan, dan kamu juga yang sudah bunuh dia hanya untuk hartanya."

Pernyataan yang sungguh membuat Gita sangat terkejut, tertuduh sebagai selingkuhan dan yang lebih parahnya seorang pembunuh. Hal yang sangat tidak dirinya pikirkan.

Namun nama yang disebutkan tadi memang hampir mirip, hanya saja nama dirinya adalah Nanda Anggita. Dan entah bagiamana hanya tertinggal satu huruf saja yang tidak terbawa. Ini semua sangatlah aneh, dan mengapa semua serba kebetulan.

"Saya bukan selingkuh suami Ibu, dan saya juga bukan pembunuh," jawab Gita dengan penuh penekanan.

"Maling ngaku penjara penuh."

"Saya menjawab jujur, saya adalah Gita. Kejadian itu tidak saya ketahui."

"Aneh, tidak masuk akal. Jelas-jelas dia berada di kamar tersebut, dan hmmm... mulut anda bau sekali alkohol."

"Sesuai yang saya jelaskan, mungkin bapak polisi bisa menjelaskan kembali."

Polisi yang awalnya terdiam dan hanya menyaksikan perdebatan mulut antar kedua perempuan ini tiba-tiba di perintahkan untuk membuka suara.

Menjelaskan kronologi seperti apa yang telah diucapkan oleh Gita, namun Yarla tetap tidak percaya dan terus saja menuntun kalau Gita lah yang bersalah.

**

Gita benar-benar bingung ketika polisi itu juga menganggap dirinya bersalah, dia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya lagi. Orang tuannya sudah melakukan banyak untuk Gita. Sawah dikampung sudah habis terjual untuk biaya kuliah Gita di ibu kota. Lalu hanya rumah lah yang tersisa, namun sekarang rumahnya pun juga sudah ikut dijual untuk membayar pengacara. Akan tetapi rupanya Gita tetaplah kalah, dia kalah dengan Yarla.

Pengacara Yarla sangatlah terkenal dan sudah menangkan kasus beberapa kali. Dan salah satunya adalah kasus ini. Palu sudah terketuk dengan jawaban kalau dirinya terbukti bersalah. Padahal dia tidak melakukan apapun.

Temannya Rani dan Bila tidak mau menjadi saksi, dia justru memutar balikan fakta dan berpura-pura tidak mengenal Gita.

Semua menjauh dari dirinya, kemana teman yang selama ini selalu ada?

Identitas Gita yang benar-benar sangat mirip dengan selingkuhan suami Yarla dan beberapa pesan yang sudah di simpan. Hanya sebuah foto yang mampu menyatakan kalau Gita lah yang bersalah. Apalagi dengan kondisi Gita yang pada malam itu sedang mabuk, membuat dirinya tambah disalahkan.

Hukuman 4 tahun telah ditetapkan, antara sedih dan bersyukur saat mengetahui hanyalah 4 tahun dia harus bertahan nanti.

Berada di jeruji besi tanpa adanya keluarga membuat dia sungguh stress dan sedih. Siapa yang nanti akan menjadi tulang punggung keluarga, ketika dimana seorang Ayah dan Ibu yang mengharapkan anaknya sukses dan berjaya. Justru dirinya hanyalah beban, dimana yang seharusnya di hari kelulusan dan saat ini melamar pekerjaan, akan tetapi dia diam di tempat yang sunyi dan menyeramkan.

"Aku tidak salah, mengapa semua mata tertuju pada aku? Awak media, orang setempat. Bahkan sepertinya orang tuaku malu dengan anaknya ini, apa ini adalah hukuman karena aku telah berbohong kepadanya?"

Air mata menetes tak henti-henti, dia menangis di dalam penjara. Ini bukan rencana Gita yang sudah tercatat di buku diary miliknya. Dia hanya ingin membahagiakan orang tuanya dengan lulusannya saat ini, mencari kerja layak dan sukses sesuai kemampuannya. Membuat nama keluarga harum, namun yang diharumkan adalah wangi busuk.

"Anak baru, bisa gak si gak usah nangis. Lu udah kayak orang paling suci di sini tahu gak? Diam tuh mulut, atau mau gua robek," ucap salah satu wanita yang berada di dalam sel yang sama.

"Maaf," jawab Gita.

Namun ucapan maaf sepertinya tidak terlalu cukup, wanita itu bangkit dari duduknya yang tanpa alas dan berjalan mendekati Gita. Terkejut ketika beberapa wanita lain juga ikut mendekat ke arahnya.

"Apa yang mau kalian lakukan?"

Tidak mendapatkan jawaban, Gita justru mendapatkan layangan pukulan ke wajahnya yang cantik. Semua wajah cantiknya penuh dengan lebam-lebam, dia tersiksa dan tidak mendapatkan pertolongan dari siapapun.

"Ayah... Ibu.... " Gita bergumam di ketika dirinya meringkuk kedinginan.

Next chapter