webnovel

Chapter 16 : Unonfficial Date

Sean tidak bisa mengalihkan tatapannya dari Lareina. Pupil mata pria itu bergerak dari atas ke bawah dan berhenti. Lareina mendengus kesal lalu mendongakkan kepala Sean menggunakan telapak tangannya.

"Haloo?? Muka gue di atas, ngapain liatnya ke bawah terus," sahut Lareina sembari menekan wajah pria itu dengan jari-jari tangannya.

Sean tersadar dan menggelengkan kepalanya, "Sorry, kaget gue."

"Kaget kenapa? Baru pertama kali liat cewek pake dress pendek apa gimana?" tanya Lareina sarkas.

"Pake pakaian biasa aja, kan, bisa. Bukannya kita cuma mau makan-makan?"

Lareina mengangguk, "Emang kalau mau makan-makan gak boleh cantik? Protes mulu. Ayo cepet, gue laper."

Sesuai dengan janji Sean saat pertandingan tenis meja beberapa hari yang lalu, Ia akan mentraktir Lareina makan siang. Mereka memutuskan untuk bertemu di sebuah mal yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolah mereka. Di mal ini juga terdapat berbagai restoran sehingga tidak perlu berpergian ke berbagai tempat.

Lareina berjalan menuju restoran jepang yang diikuti oleh Sean dibelakangnya. Lareina bahkan menyuruh Sean untuk membawakan tasnya. Sepertinya, kebiasaannya sebagai artis yang memiliki asisten tidak bisa menghilang begitu saja.

Gadis itu tidak segan-segan memesan makanan paling mahal yang ada di menu. Sean tertegun ketika melihat harga makanan tersebut. Untungnya, ia membawa cukup uang.

Sean menatap tajam Lareina, "Bener-bener bisa banget ya lo manfaatin traktiran gue," protes Sean.

Lareina tertawa kecil, "Nanti gue traktir minuman deh abis selesai makan."

Sean pun hanya menggeleng mendengar balasan Lareina hingga akhirnya makanan yang mereka pesan pun datang.

Pria itu memperhatikan Lareina melahap makanannya dengan seksama. Ia akhirnya tersadar bahwa Lareina selalu makan dengan cara yang elegan. Tidak seperti remaja pada umumnya. Meskipun belakangan ini Lareina berubah menjadi sedikit kasar dan bermulut jahat, tetapi terkadang aura dewasa yang tidak bisa dijelaskan yang terdapat dalam diri gadis itu.

Lareina sadar akan tatapan Sean yang terus memperhatikannya, "Ngeliatin mulu lo, cantik ya gue?"

Sean tertawa mendengus, "Lo jadi orang pede banget perasaan," ujar Sean.

"Gue gak pede juga ya tetep cantik," balas Lareina lalu meletakkan alat makannya. "Coba deh lo perhatiin, emang gue gak cantik?" lanjutnya.

Lareina merapihkan rambutnya lalu menatap Sean. Pria itu membalas tatapannya dengan tenang, tetapi telinganya yang merah mengatakan hal lain. Sean dengan segera mengalihkan tatapannya ke arah luar restoran.

"Terserah lo deh," ujar Sean yang diikuti dengan tawa Lareina karena melihat tingkah pria dihadapannya itu.

"Fotoin gue dong."

Sean kembali menoleh ke arah Lareina yang sudah menyodorkan ponselnya. Pria tidak menolak dan memotret gadis yang telah berpose cantik dihadapannya. Sean tersenyum ketika melihat hasil potretannya lalu memberikan kembali ponsel tersebut kepada Lareina.

"Lo punya ig?" tanya Lareina.

Sean memiringkan kepalanya kebingungan, "Ig?" tanya Sean balik.

"Instagram."

"Oh, Punya. Kenapa emang?"

Lareina kembali memberika ponselnya pada Sean, "Tulis akunnya disini. Nanti gue follow."

Sean kembali terheran, "Ngapain lo mau masukin akun gue di caption postingan lo?" tanya Sean.

"Gak apa-apa. Gak usah banyak tanya deh, cepet. Oh iya, lo punya path juga kan? Gue mau share location disana."

Sean hanya pasrah dan menuruti kemamuan gadis itu. Ia merasa bahwa bagaimana pun caranya, pada akhirnya ia selalu menuruti kemauan gadis itu. Sean pun hanya bisa menggelengkan kepalanya ketika ia mendapatkan notifikasi dari aplikasi instagram dan path, menandakan bahwa gadis itu telah men-tagnya.

"Harus banget di update di sosial media? Mau nunjukkin ke semua orang kalo lo lagi jalan sama gue?" tanya Sean yang tidak paham dengan jalan pikir Lareina.

"Iya, that's the whole point," balas Lareina singkat.

"Buat apa?"

Lareina terdiam sejenak. Tidak mungkin gadis itu mengatakan bahwa ia melakukan ini demi memenangkan persaingan dengan Aradia. "Ada deh. Udah ah jangan banyak tanya. Mending lo sekarang ke kasir, terus bayar. Abis ini gue mau keliling mal."

Dan sekali lagi untuk ke beberapa kalinya hari ini, Sean hanya bisa mengangguk pasrah dan menjalankan perintah dari gadis itu.

Gedung mal ini memiliki lima lantai. Lareina dan Sean telah berjelajah dari lantai satu hingga lantai empat sembari membawa minuman yang dijanjikan oleh Lareina sebagai kompensasi dari harga makanan di restoran jepang yang sedikit kurang sesuai kantong pelajar.

Mereka pun akhirnya sampai di lantai terakhir, yakni lantai lima. Lareina melihat pintu masuk bioskop dan berbelok begitu saja tanpa memberi tahu Sean. Sean yang melihat itu pun langsung mengikutinya masuk ke dalam bioskop. Di dalam bioskop, Lareina sibuk melihat jadwal-jadwal penayangan film.

"Tahun ini The Conjuring rilis ternyata," gumam Lareina yang terdengar oleh Sean.

"Suka film horor?" tanya Sean.

"Suka. Sayang banget dulu gue gak sempet nonton The Conjuring di bioskop," jawab Lareina memandangi poster film The Conjuring.

Sean mengernyitkan dahinya kebingungan, "Hah? Gimana?"

"Gimana apanya? Ya, gue sibuk dulu makanya gak sempet nonton di bioskop. Padahal The Conjuring yang pertama ini franchise yang paling bagus The Conjuring Universe," jawab Lareina.

Jawaban dari Lareina itu tentu saja tidak menjawab pertanyaan Sean sama sekali, bahkan menambah kebingungannya.

"Dulu? Bukannya film ini baru rilis minggu kemaren? Terus, gimana lo tau kalo film ini paling bagus? Emang sequelnya udah keluar?"

Lareina menghela nafasnya berat ketika ia sadar bahwa ia baru saja salah bicara. Gadis itu mengalihkan pandangannya ke Sean, "Feeling gue doang. Lupain aja yang tadi gue omongin kalo gak mau pusing."

"Lo mau nonton?" tawar Sean yang akhirnya mengganti topik pembicaraan.

Lareina menggeleng, "Kalo nonton sekarang, nanti pulangnya ke maleman. Gue izinnya cuma sampe sore."

"Terus lo mau nonton kapan?" tanya Sean.

"Minggu depan kayaknya."

Sean menarik Lareina untuk duduk di kursi yang terletak dekat dengan loket bioskop, "Sama Moezza-Radith?" tanya Sean setelah dudu.

"Moezza gak suka horor, Radith kayaknya ada tanding bola sabtu depan. Paling sendirian," balas Lareina.

Sean menatap Lareina dengan tatapan ragu, "Itu kode atau gimana?"

Lareina menaikkan alisnya bingung, "Kode apaan?"

"Buat gue temenin," ujar Sean yang hampir membuat Lareina tersedak minuman.

Lareina kemudian tertawa sinis, "Lo itu unexpectedly rada narsis ya anaknya? Enggak perlu ditemenin, gue emang biasa nonton sendiri," balas Lareina memberikan klarifikasi.

Sean tersenyum kecil, "Gue temenin. Sabtu minggu depan, kan? Gue juga mau nonton soalnya."

Lareina mendekatkan dirinya kepada Sean dan memicingkan matanya, "Ini perasaan gue doang apa lo deket-deket sama gue mulu belakangan ini?" tanya Lareina curiga.

Kali ini Sean yang tertawa sinis, "Lo juga unexpectedly narsis ya, geer banget. Gue gak suka nonton sendirian, lagian aneh juga kalo gue ajak temen cowok gue buat nonton film horor bareng," jelas Sean bergantian memberi klarifikasi.

Lareina mengangguk paham, "Oke, kalo gitu, hari sabtu depan nonton The Conjuring. Ketemu langsung disini, kali ini tiketnya gue yang traktir, gimana?" tawar Lareina.

"Oke."