1 Pukul 6

Pagi hari ini, Rosemare's Senior High School masih terlihat begitu sepi. Ini pukul 6 tepat. Lampu sekolah yang telah dimatikan, membuat sekolah ini menjadi begitu gelap dan menyeramkan.

Langkah kaki dari arah lobi terdengar begitu jelas.

Seorang gadis tengah berjalan menyusuri koridor sekolah di lantai 3. Cuaca yang masih gelap membuatnya sulit melihat sekitarnya. Ia menyentuh kenop pintu sekolah. Sedangkan di gerbang sekolah baru saja ada yang keluar.

Hasa Hoffmann terkejut dengan seseorang yang telah duduk dikursi pojok. Biar Hasa tebak, sepertinya itu. "Cynthia! Pagi sekali kamu datang. Lebih pagi ya dariku? Belum kerjakan tugas juga ya?" Goda Hasa, ia sudah menaruh tasnya di atas meja dan mengajak temannya mengobrol walaupun tak di respon. Ia melihat ke Cynthia sedikit bergerak ke kiri. Walaupun pertanyaan tadi tak di jawabnya, Hasa tetap mencoba mengajaknya berbicara. "Tch! Malas ya kamu! Gorden saja tidak mau dibuka!" Hasa berjalan ke jendela kelas mereka.

Menarik gorden sampai terbuka semua, dan ia terkagum dengan cuaca pagi ini. Memperlihatkan matahari yang baru saja bangun. "Pemandangannya indah ya." Ujar Hasa lagi.

"BRUKK!" Sesuatu terjatuh begitu keras diperdengarannya. Hasa berbalik badan, menemukan temannya yang tak lagi dikursi. "Astaga Cynthia!! Kamu ketiduran y...a?" langkah Hasa yang tadi sudah mantap kearah Cynthia. Terhenti saat, menemukan banyak noda darah di lantai pojok.

Dengan perlahan, Hasa mengangkat kepalanya. Di lantai kelas dan dinding paling bawa terlalu banyak noda darah yang begitu sangat jelas seketika. Hingga tempat yang di duduki Cynthia telah banjir darah.

Hasa menatap rabun kearah Cynthia. Ia menutup bibirnya dengan kedua tangan. Saat kedua matanya bertemu tatap dengan kedua mata Cynthia yang terbuka lebar. Seketika sinar matahari terlihat dengan jelas. Hasa berteriak histeris dengan kedua mata mereka bertemu dengan kilatan sinar matahari.

Hasa terduduk di lantai dengan lantai kotor akan tanah dan bercampur dengan darah yang bau amis menyengat. Sedangkan seseorang yang berada dibawah tiang basket tersenyum. Karena ia mendengar dengan jelas suara ketakutan dari seseorang. Respon yang baik bagi sang pencipta.

———★————★———

Pukul 7 pagi, pihak berwajib dan ambulan telah memenuhi lingkungan sekolah sekitar 30 polisi telah ditugaskan mencari bukti ataupun petunjuk disekitar sekolah yang memiliki luas 8 hektar tersebut. Anjing pelacak sebanyak 15 ekor telah diturunkan. Polisi mengharapkan penemuan barang-barang yang bisa dijadikan bukti kuat. Tetapi mereka menemukan potong jari milik seseorang. Di pot bunga dekat kelas 11 KU 2.

Karena kejadian mengerikan ini, siswa siswi kelas 10 terpaksa dipulangkan lebih awal. Sedangkan siswa siswi kelas 11 terpaksa memakai ruang kelas 10 untuk belajar dalam mempersiapkan ulangan kenaikan kelas. Kelas 11 tengah di geledah oleh pihak berwajib atas penemuan potongan jari. Tetapi mereka tak menemukan apapun di kelas 11.

Siswa siswi kelas 12 masih diluar kelas. Satu per satu murid di interogasi dari anak teman satu kelas korban maupun tidak.

"Kamu kenal Cynthia Joe Murray ?"

"Aku hanya kenal saja." -Bianca Ryder, 12 KU 3.

····

"Bagaimana menurutmu tentang mendiang Cynthia ?"

"Dia pem-bully." -Ella Quick, 12 TN 3.

····

"Apa saja yang dilakukannya pada korban bully ?"

"Dia mengejek semua anak yang masuk menjadi KU 3, TN 3, IPA 3 dan IPS 3." -Iris Brady, 12 IPA 3.

····

"Memang apa masalahnya ?"

"Baginya anak-anak yang masuk diurutan ke 3 adalah anak-anak yang bodoh dan harus dipermalukan." -Evey Dyler, 12 IPA 1.

"Apa hanya anak-anak masuk di kelas urutan 3 saja yang ia bully ?"

"Tidak juga, beberapa orang yang satu kelas dengannya juga pernah ia bully."

Pria itu mengangkat wajahnya menatap gadis bernama Evey Dyler. Usai mencatat komentarnya, ia bertanya secara pribadi. "Menurutmu siapa yang kau curigai ?"

Gadis itu tersenyum sinis, "orang disekitarnya."

"Iya aku tahu.. Tapi," Pria itu menghembuskan nafasnya berat, "orang yang kau curigai khusus."

"Kenapa...ber..tanya." Ujar Evey dengan nada bicara ia sambung. Detektif Abel Pacilio hanya diam mematung menatap gadis bermata hitam gelap. "Terima kasih informasinya."

"Sebaiknya, kau tidak melupakan menanyakan teman baiknya." Ujar Evey sebelum ia meninggalkan ruang BK.

····

"Kamu kenal Cynthia Joe Murray ?"

"Cukup kenal, dia teman satu sekolah dasar denganku." -Sandy Robinson , 12 TN 1.

"Bagaimana sikapnya dulu ?"

"Sikapnya pendiam, dan sewaktu sekolah dasar ia sering sekali mendapatkan nilai, peringkat dan kelas yang dipandang remeh."

Detektif Abel menatap ke arah gadis berambut panjang terikat ekor kuda yang rapi. "Ceritakan lebih rinci."

"Cynthia dulu di peringkat sekolah terakhir, kelas paling dijuluki murid-murid bodoh dan nilai yang lebih buruk dari anak-anak lainnya yang satu kelas dibilang bodoh."

"Lalu apa saja yang kau ketahui ?"

"Sewaktu kelas 5 sekolah dasar, ia mulai berubah menjadi murid yang rajin belajar dan pandai. Hingga naik kelas 6, ia masuk kelas 6A."

"Menurut mu, apakah di sekolah dasar ia memiliki masalah ?"

"Tidak juga, tapi orang-orang yang mencari masalah dengannya. Mengejeknya sebagai julukan supbodo (super bodoh). Tapi sejak SMA, ia menjadi gadis yang suka...mmmm... mem-bully."

"Saat kejadian penemuan mayat, kau sedang berada dimana ?"

"Saat kakiku baru saja menginjak jalan menuju sekolah. Aku melihat banyak mobil polisi dan ambulan ramai-ramai menuju arah sekolah."

"Kau mengunakan kendaraan apa kesekolah ?"

"Sepeda, ditempat parkir sepeda hanya ada milikku."

Polisi mengecek sepeda milik Sandy. Diroda sepeda hanya ada tanah basah yang terlindas. "Ini sepeda mu?"

"Iya, ban sepedaku kotor sekali ya?"

····

Sebuah mobil BMW masuk ke dalam area sekolah. Tak lama, seorang pria tinggi keluar dengan satu cup kopi panas ditangannya. "Detektif Ben." Panggil seorang pria 60an yang sama-sama memegang satu cup kopi. Inspektur Johan, nama dari pria 60an dengan lambang yang terlihat didepan dadanya. "Selamat pagi, inspektur Johan." Sapa Ben sebelum ia menyeruput kopinya. "AW! Panas!"

"Darimana saja detektif Ben ?" Menatap kesal ke arah Ben. Ben menunduk sedikit, "maafkan saya pak inspektur. Saya tidur di kantor dengan smartphone lupa di charge." Ben menunjukkan bukti ke Johan.

Benda persegi itu tengah di sambungkan kabel dengan Power Bank. "Yasudah, mari ikut aku." Perintahnya.

Sebelum Inspektur Johan dan Detektif Ben memasuki gedung sekolah. Ben memperhatikan setiap inci sekitar gedung sekolah itu. Lapangan luas, tempat parkir sebelah kanan dekat lapangan, dan berakhir gedung sekolah. Para siswa siswi kelas 12 tengah berada di balkon yang dibatasi atau ditutupi kaca. "Apa yang kau cari detektif ?" Tanya Johan yang sudah ada di sampingnya. "Maaf pak."

"Sekolah ini dulu ada kasus bunuh diri dengan melompat dari balkon. Ini sebabnya sekarang gedung ini seluruhnya di tutupi kaca. Guna mencegah kejadian serupa." Jelas inspektur Johan, Ben mengangguk. "Udara segar bisa masuk lewat lubang-lubang kecil di atas kaca-kaca itu." Tunjuk Johan kearah ribuan lubang yang dibuat untuk masuknya oksigen. Tapi, matanya bertemu tatap dengan seorang gadis yang berdiri di ujung koridor. Poninya berhasil menutupi kedua matanya. Wajahnya tak begitu jelas, karena jarak dan rambutnya.

"Ayo detektif, kau harus mulai bekerja." Ben memutuskan kontak mata dengan gadis itu. Walaupun gadis itu masih tetap memperhatikannya.

Sampai di lantai 3, koridor telah dipenuhi siswa siswi kelas 12. Ben mulai mencari gadis yang tadi, saat mereka sedang melempar pandang. "Detektif Ben."

"Iyaa." Johan menatap aneh ke Ben, "Siapa yang kau cari ?"

"Tidak ada, dimana kelasnya pak ?" Ben sepenuhnya menatap ke arah Johan. Dengan gestur menunjuk lewat pupil mata yang bergerak. Ben baru tersadar jika mereka suda didepan tempat penemuan mayat.

Ben menginjakkan kakinya masuk kelas, dan seseorang melewati punggungnya dengan sedikit bertabrakan.

Ben melihat sekeliling kelas, normal pada awalnya. Tetapi saat ia berhenti ditengah kelas. Ia memandang dinding pojok kelas yang banyak noda darah. Betapa mengerikannya, bercak darah dimana-mana dengan banjir darah dilantai. Bekas jejak kaki untuk sepatu khusus pun berada dimana-mana. "Kenapa darah ini dimana-mana ?!" Nada kesal dan tak suka begitu jelas ditangkap oleh Johan. "Ini karena dari awal darahnya sudah mengalir kemana-mana."

"Forensik bilang jika darah ini milik dua orang." -??

–†-T.B.C-†–

avataravatar
Next chapter