webnovel

Pindah Rumah

Sepanjang jalan dia terus merenung memikirkan banyak rencana jangka panjang untuk mencapai tujuannya. Beberapa kali dia berpapasan dengan demi human yang berjalan dari arah yang berlawanan, Satria hanya mengernyitkan alisnya saja sebab dia tidak tahu apakah demi human juga tinggal di desa manusia, padahal di kota-kota yang jumlah demi humannya lebih banyak saja mereka tinggal di penginapan yang berbeda.

Tapi Satria tidak terlalu mengkhawatirkannya sebab mungkin ada juga orang yang bisa hidup berdampingan dengan demi human seperti mereka. Tanpa terasa akhirnya Satria sampai kembali di Kota Lunar dan langsung menuju ke kediaman Miria. Nekora dan Lixia menyambut kedatangannya dan ingin mendengar hasilnya.

Satria menjelaskan besok pagi mereka akan langsung pergi ke Desa Whis, karenanya Satria meminta mereka untuk bersiap malam ini juga. Hingga larut malam mereka berempat mulai mengemasi barang-barang yang ada, beberapa barang yang bisa disimpan di slot tas langsung Satria masukan sementara benda-benda besar yang tidak cocok dimasukan ke dalam tas mereka kumpulkan di toko, semua senjata dan barang di toko juga Satria masukan ke dalam slot tas miliknya. Setelah selesai barulah mereka kembali beristirahat.

***

Esok paginya pagi-pagi sekali Satria sudah mencari kereta kuda yang bersedia mereka sewa, dua kereta kuda dan tiga kereta gerobak dia sewa untuk mengantarkan barang ke Desa Whis. Setelah bernegosiasi akhirnya mereka sepakat biayanya sebesar 25 koin emas secara keseluruhan yang berarti 5 koin emas untuk setiap kereta kuda. Barang-barang besar seperti lemari dan alat penempa langsung diangkut ke kereta kuda dengan gerobak.

"Aku tidak menyangka jika akan meninggalkan tokoku seperti ini," tutur Lixia seraya melihat toko peninggalan ayahnya sebelum naik ke kereta kuda.

"Apakah tidak akan ada yang keberatan jika demi human sepertiku tinggal di desa manusia?" ujar Nekora agak ragu. Kereta kuda yang mereka tumpangi mulai berjalan menuju Desa Whis.

"Tidak masalah, lagipula Kerajaan Luxurie pada dasarnya memang menerima penghuni dari berbagai ras," tutur Satria.

"Tenang saja Dek Nekora, kalau ada yang berani mengganggumu nanti kakak getok kepalanya pakai palu," tutur Lixia sambil memeluk Nekora dan membelai ekor serta telinga kucingnya.

"Kelihatannya mereka sudah jauh lebih akrab," batin Satria saat melihat tingkah keduanya.

Di jalanan mereka berpapasan dengan Trixi dan Alexa yang sedang berjalan kaki untuk bekerja di asosiasi petualang. Setelah berbincang sebentar mereka melanjutkan perjalanannya ke desa. Setelah sampai mereka langsung membereskan barang-barang mereka ke dalam rumah, Foxi juga ikut membantunya hingga dalam waktu singkat mereka bisa membereskan semuanya.

"Satria, ini tukang yang aku bicarakan kemarin," tutur Foxi sambil memperkenalkan tukang yang akan merenovasi rumah serta toko Lixia. Mereka berdua langsung berkenalan sambil duduk di teras rumah Foxi.

"Langsung saja, saya ingin tuan memborong pengerjaannya. Dari mulai material, bahan bangunan, upah dan semacamnya. Tolong perhitungkan juga biaya makan dan sejenisnya karena saya tidak mungkin menyediakannya," tutur Satria.

"Baik tuan. Tapi sebelumnya saya ingin tahu bentuk rumah dan toko seperti apa yang tuan inginkan nantinya?" tanya tukang. Saat itu juga Satria langsung menjelaskannya, tukang bangunan langsung mengilustrasikannya di buku yang dia bawa setelah dirasa sesuai mereka lanjut membahas biayanya.

"Begitu tuan, jadi jika ditotal maka jumlahnya membutuhkan 20.000 koin emas sampai selesai," pungkas tukang bangunan setelah merinci semua kebutuhan renovasi hingga selesai.

"Hehe.. kalau bentuknya seperti itu sudah bukan renovasi lagi namanya, tapi membangun ulang lagi," tutur Foxi yang sejak tadi menyimak percakapan mereka berdua.

"Yah begitulah yang saya inginkan tuan," kata Satria sambil berusaha ikut tersenyum kecil.

"Tapi ngomong-ngomong tuan ternyata memiliki selera yang bagus untuk menentukan ruangan dan struktur bangunannya. Saya pikir tuan sangat berpengetahuan dalam bidang arsitektur seperti ini," puji tukang bangunan setelah mendengar rancang bangunan yang dijelaskan Satria.

"Sebagai petualang saya juga sudah melihat berbagai bentuk bangunan dan memperhatikannya, jadi saya hanya mencontohnya saja," jawab Satria.

"Baiklah untuk masalah biaya saya akan siapkan sekarang juga, tapi kiranya kapan prosesnya akan dimulai?" tanya Satria.

"Eh?" Foxi dan tukang bangunan terlihat terkejut karena Satria tidak menawar harganya sama sekali. Tapi bagi Satria sejak awal malah memperkirakan biayanya mungkin bisa mencapai 50.000 koin emas, jadi harga segitu menurutnya terbilang lebih murah dari perkiraannya.

"Besok saya akan mengumpulkan tenaga kerjanya dahulu. Mungkin lusa kami akan mulai merobohkan bangunan toko serta rumah tersebut. Setelah selesai membersihkan puing-puingnya mungkin baru kami akan mulai membangunnya lagi. Kira-kira kalau lancar maka prosesnya bisa sampai sebulan hingga bisa ditinggali," jelas tukang bangunan.

"Lebih lama dari dugaanku," batin Satria.

"Apakah jika ditambah tenaga kerjanya prosesnya akan cepat selesai?" tanya Satria.

"Hmm.. tapi itu akan memerlukan perlatan yang lebih banyak juga tuan. Saya sih yakin kalau dua minggu juga selesai tapi ya biaya tambahannya juga akan lebih banyak lagi," jawab tukang bangunan.

"Saya tidak masalah, lebih cepat juga lebih baik," jawab Satria. Tukang bangunan dan Foxi tampak saling memandang karena heran sebab Satria terlihat ingin buru-buru menyelesaikan pembangunannya.

"Maaf nak Satria, tapi kenapa sangat buru-buru seperti itu? Sebab setahu saya biaya tambahan seperti itu bisa sampai setengah biaya pembangunan loh, jadi tidak sedikit," tanya Foxi.

"Saya mengerti tuan. Tapi alasan saya ingin segera menyelesaikannya karena saya ingin segera menjalankan rencana lainnya. Ada tujuan besar dalam hidup saya yang sebisa mungkin ingin saya capai dalam waktu dekat," jawab Satria.

Dia sudah sadar bahwa kesempatan paling bagus untuk membalas dendam adalah di dunianya saat ini. Tapi setelah kehilangan jejak seperti itu dia yakin akan perlu waktu lama dalam mencari jejak mereka semua. Terlebih kepindahannya ke dunia ini saja masih menjadi misteri, segala kemungkinan bisa saja terjadi saat ini.

"Begitu ya," ujar Foxi setelah melihat tekad kuat dari ucapan Satria barusan.

"Biaya tambahannya 10.000 koin emas tuan," tukas tukang bangunan sambil memberikan rincian biaya yang dia tulis.

"Saya akan menyiapkannya sekarang. Jadi tolong ditunggu," tukas Satria sambil menuju ke rumah barunya yang ada di seberang ruamh Foxi.

Terlihat di dalamnya Lixia serta ibunya dan Nekora masih sibuk menata barang-barangnya. Mereka terlihat senang karena bisa tinggal di rumah yang jauh lebih luas berkali-kali lipat. Satria menghitung uang di kamarnya lalu membawanya keluar dan langsung diberikan kepada tukang bangunan. Foxi terlihat sangat terkejut karena Satria benar-benar membayarnya secara tunai.

"Di usianya yang semuda itu dia sudah bisa mengumpulkan uang sebanyak itu?" batin Foxi.

"Terima kasih banyak tuan. Saya pasti tidak akan mengecewakan tuan," kata tukang bangunan setelah menerima uang dari Satria.

"Tidak dihitung dulu?" tanya Satria.

"Tidak usah tuan, nanti saya hitung di rumah saja. Saya ingin segera memberitahu pekerja yang lain," jawab tukang bangunan sambil berpamitan.

"Sekarang uang di brankasku tersisa 136.975. Aku harap itu cukup untuk nanti membeli perlengkapan pandai besi dan membeli material untuk membuat senjata. Sisanya mungkin harus aku putar di bisnis lain agar keuntungan yang aku dapat menjadi lebih besar," batin Satria.

Bersambung…