webnovel

Dentuman Keras di Malam Hari

Esok harinya Satria dikejutkan karena rombongan tukang bangunan yang menemuinya. Mereka bilang hari ini sudah siap untuk merobohkan bangunan milik Lixia, karena merobohkan saja memang tidak perlu peralatan khusus. Ternyata tukang bangunan yang menjadi pemborong kemarin langsung mengumpulkan pekerjanya agar bisa cepat selesai seperti keinginan Satria.

Hari itu Satria sendirian pergi ke Kota Lunar bersama rombongan tukang bangunan. Sementara itu Lixia, Miria dan Nekora tetap tinggal di Desa Whis untuk memeriksa tanaman di sekitar rumahnya. Di Kota Lunar Satria menyaksikan bahkan membantu perobohan dan pembersihan puing-puing bangunan, para pemilik toko dan tetangga Miria tampak heran. Mereka mungkin berpikir keluarga Lixia tidak bisa membayar hutangnya hingga kediamannya dihancurkan.

Siang harinya semuanya sudah selesai, puing-puing bangunan sudah dibereskan. Mereka akhirnya beristirahat sambil memakan bekal yang mereka bawa dari desa. Hal itu benar-benar mengingatkan Satria dengan masa-masa awal masuk SMA, dia juga sering membawa bekal untuk menghemat uang beasiswa, rutinitasnya itu hancur setelah berkali-kali Andre dan teman-temannya mengganggu waktu makannya hingga dia menjadi terbiasa untuk tidak makan di sekolah.

"Andaikan saja ada sihir untuk membangun rumah pasti akan lebih cepat," batin Satria sambil bangkit.

"Aku akan pulang duluan ke Desa Whis," tutur Satria kepada kepala pemborong.

"Oke tuan. Kami juga akan segera pulan setelah makan siang di sini," jawab pemborong sambil melambaikan tangannya.

Satria langsung kembali ke Desa Whis dengan berjalan kaki. Diperjalanan dia lagi-lagi berpapasan dengan beberapa petualang demi human yang menuju ke Kota Lunar, kalau tidak salah ingat beberapa diantara mereka adalah demi human yang waktu itu juga berpapasan dengan Satria. Satria benar-benar merasakan firasat buruk, tapi dia pikir mungkin itu karena perbawa pikirannya yang selalu waspada berlebihan.

Sore harinya Trixi dan Alexa juga sudah pulang ke Desa Whis, kali ini mereka sengaja menumpang kereta kuda agar bisa pulang lebih cepat. Satria yang sedang berbincang dengan Foxi tentang pembangunan dan rencananya ke depan langsung terkejut melihat Trixi dan Alexa pulang lebih cepat dari hari kemarin.

"Tumben sekali kalian pulang lebih cepat?" tanya Satria.

"Kita kan mau pesta malam ini untuk menyambut tetangga baru," jawab Trixi.

"Eh?" ujar Satria sambil mengernyitkan keningnya. Memang terlihat Alexa dan Trixi membawa belanjaan yang cukup banyak.

"Pesta ya, hanya buang-buang uang saja," batin Satria. Selama lebih dari dua tahun ini Satria sudah tidak pernah merasakan lagi yang namanya pesta meriah, setiap acara besar yang diadakan di sekolahnya pasti berakhir dengan bullyan.

"Oh iya tuan, apakah di desa tetangga atau desa ini demi human memang bisa tinggal bersama?" tanya Satria.

"Demi human? Setahuku baru Nekora saja yang tinggal di desa ini. Bahkan di desa tetangga juga tidak ada penduduk demi human, seperti yang kau tahu kalau kita ini bagaikan minyak dan air yang tidak bisa bersatu meski tidak ada larangan yang tertulis," jawab Foxi.

"Justru aku kaget saat mendengar kabar kalau kalian tinggal dengan demi human satu rumah. Sebenarnya itu memang bukan hal yang dilarang, tapi jarang ada orang yang berani melakukannya," sambung Foxi.

"Kenapa?" tanya Satria mencoba mencocokan pendapat Foxi dengan pendapatnya sendiri.

"Hmm.. Mungkin demi human yang lebih mirip seperti Nekora masih tidak terlalu masalah. Tapi kebanyakan orang tetap saja merasa jijik jika harus tinggal bersama, bagaimanapun mereka tetaplah mirip binatang. Sementara demi human sendiri banyak yang membenci manusia, terlebih banyak diantara mereka yang menjadi korban jual beli untuk budak," tutur Foxi.

"Demi human yang bertugas sebagai prajurit kerajaan saja biasanya melalui proses yang ketat. Bahkan ada rumor yang mengatakan bahwa mereka sudah dicuci pikirannya agar berpihak dan menurut perintah kerajaan, intinya tetap menjadi budak manusia. Sebagai mantan petualang aku tahu semua itu salah sebab nyatanya demi human juga sama seperti kita manusia, itu juga hanya rumor belaka tapi banyak yang mempercayainya," sambung Foxi.

"Begitu ya," ujar Satria. Kini dia benar-benar semakin khawatir dengan apa yang dilihatnya pada malam hari beberapa hari yang lalu.

"Rasanya di dunia nyata ataupun di dunia ini rencanaku banyak yang berjalan sesuai keinginan. Tapi tidak mengapa, aku tidak akan goyah dengan tujuanku saat ini," batin Satria sambil berdiri. Kepalanya langsung menengadah ke langit melihat awan hitam kelam yang menghalau sinar rembulan.

"Ada apa Satria? Kelihatannya kau begitu gelisah?" tanya Foxi.

"Aku hanya memiliki firasat buruk, yah meskipun itu tidak aneh karena pikiranku memang dipenuhi hal yang buruk," jawab Satria.

"Kenapa sampai begitu?" tanya Foxi sambil ikut khawatir.

"Waktu aku pulang dari sini malam hari, aku sempat berpapasan dengan beberapa demi human yang menuju ke arah beberapa desa tetangga. Hari ini aku melihat beberapa demi human yang aku lihat itu kembali ke Kota Lunar, dari perlengkapannya jelas-jelas mereka adalah seorang petualang," jawab Satria.

"Bukankah tidak mungkin jika mereka sedang memburu monster di sekitar desa?" tukas Foxi.

"Itu memang benar, tapi aku masih merasa banyak hal yang janggal saat ini," tutur Satria. Entah mengapa menurut sebagian perhitungannya dia khawatir ini ada hubungannya dengan informasi yang dijelaskan Alexa waktu di gedung asosiasi petualang kemarin.

Malam harinya terdengar begitu sunyi. Satria masih duduk di teras rumahnya sementara Lixia, Nekora, Alexa dan Trixi serta adik-adiknya sedang bersiap untuk membuat panggangan di luar rumah. Miria yang keluar dari rumah terlihat merenung sejenak melihat Satria yang melamun.

"Apa kamu tidak ingin bergabung dengan yang lainnya?" tanya Miria.

"Nanti saja bibi. Sekarang saya lebih khawatir dengan sesuatu," jawab Satria sambil terus menatap langit.

"Pemuda sepertimu sebaiknya jangan kebanyakan memikirkan hal buruk. Waspada memang perlu, tapi kebahagiaan juga perlu kau dapatkan. Pikiran buruk hanya akan menimbulkan kenyataan yang buruk juga," tutur Miria sembari tersenyum lalu meninggalkan Satria.

"Aku tahu itu bibi. Tapi sulit rasanya tidak berprasangka buruk setelah apa yang aku alami dua tahun lebih ini," batin Satria seraya menghela nafas dalam.

Tiba-tiba saja dari arah barat laut langit tiba-tiba terang benderang, cahaya gradasi berwarna merah tampak bersinar terang di langit sebelum akhirnya tampak kobaran api kecil melesat ke bawah. Jika dilihat dari ukurannya, pasti jauh lebih besar jika dilihat dari jarak dekat. Saat itu juga Satria langsung melompat ke tanah dan menatap ke arah barat.

'Ddhhhoommrr'

Terdengar suara ledakan samar-samar di kejauhan seiring dengan cahaya-cahaya kecil berbagai warna menghiasi langit Kota Lunar. Jelas itu bukanlah kembang api melainkan sihir serangan. Kepulan asap hitam terlihat membumbung ke langit Kota Lunar, semua penduduk Desa Whis termasuk Foxi langsung keluar dari rumahnya setelah mendengar suara dentuman keras.

"Celaka," ucap Foxi.

"Kelihatannya kita diserang!" teriak beberapa warga desa. Foxi langsung berlari menuju balai desa, tak lama kemudian terdengar suara lonceng pertanda bahaya langsung dibunyikan olehnya.

"Ada apa ini?" tanya Luxi yang juga keluar dari rumahnya. Sementara Dex dan Nixi langsung bersembunyi dibalik tubuh kakaknya.

"Satria, apa yang terjadi?" tanya Alexa.

"Aku yakin kalau Kota Lunar sedang diserang. Persiapkan perlengkapanmu, aku yakin dampaknya juga akan sampai kemari," tukas Satria. Melihat Satria seserius itu Alexa langsung pergi ke dalam rumahnya.

"Lixia, Nekora kalian tinggal saja di sini. Aku akan menemui tuan Foxi," perintah Satria sambil berlari menuju balai desa.

Kini orang-orang Desa Whis langsung berhamburan berkumpul ke balai desa setelah mendengar suara lonceng bahaya yang memanggil mereka. Foxi tampak sedang memberikan beberapa arahan kepada warganya. Hal itu membuat Satria takjub sebab langkah Foxi memang terbilang cepat dan tepat, jika terlambat maka warga akan keburu panik dan kondisinya akan semakin buruk.

Bersambung…