webnovel

Memulai Perjalanan ke Ibukota Luxurie

"Tapi satu hal yang ingin aku ingatkan kepada kalian. Jangan mengatakan kepada siapapun bahwa kalian sudah menjual toko ini kepadaku, jika ada yang menanyakan darimana kalian mendapatkan uang sebanyak itu katakan saja kalian mendapatkan pinjaman dari rentenir lain, itupun jika kalian sudah tidak bisa menutupinya lagi," kata Satria.

"Baik tuan," jawab Miria.

"Setelah ini aku akan langsung berangkat ke Ibukota. Apa kalian tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke Ibukota?" tanya Satria.

"Dulu suami saya biasanya tiga hari sampai ke Ibukota jika menggunakan kereta kuda. Tapi jika berjalan kaki akan lebih lama lagi," jawab Miria.

"Oh iya selagi aku pergi, aku ingin kamu memulai pekerjaanmu Lixia. Aku ingin kamu menempanya menjadi pisau, tapi jika ada pelanggan lain maka kerjakanlah milik mereka dahulu," ucap Satria sambil menyerahkan satu taring Leviathan yang masih utuh. Sedangkan yang satunya dia berniat menempanya di Ibukota nanti.

"Ba-baik tuan," jawab Lixia. Dari wajahnya terlihat keraguan apakah dia bisa menempanya atau tidak, namun Satria memang sengaja melakukannya agar keterampilan Lixia meningkat. Dia ingin tahu sejauh mana Lixia bisa berkembang selama dia pergi.

"Kalau begitu aku pergi dulu. Katakan kepada rentenir bahwa kalian baru akan membayar bunganya lagi paling lama satu bulan lagi, aku yakin mereka tidak punya alasan untuk menolak permintaan kalian jika sudah mendapatkan uang sebanyak itu," ucap Satria seraya berbalik.

"Anu.. tuan kenapa anda sampai percaya menyerahkan uang sebanyak ini kepada kami?" tanya Miria saat Satria sudah berbalik hendak pergi.

"Aku tidak pernah mudah percaya lagi kepada orang lain, karena itulah aku ingin tahu sejauh mana kalian bisa aku percayai. Jadi aku harap kalian juga jangan percaya begitu saja kepadaku, sebab kepercayaan itu ibarat pedang bermata dua," jawab Satria tanpa menoleh sedikitpun. Tapi tiba-tiba saja dari luar toko mendadak terdengar seseorang mengetuk.

"Lixia!" terdengar teriakan seorang wanita dari luar toko, sejenak Satria tertegun karena rasanya dia pernah mendengar suara tersebut.

"Eh Trixi," sahut Lixia dari dalam toko, Satria akhirnya sadar kalau itu memang suara Trixi. Mereka bertiga langsung menuju ke toko dan membukakan pintu.

"Ara, Satria ternyata masih ada di sini?" ucap Trixi dengan kaget. Alexa juga tampak berdiri di samping Trixi.

"Jadi kalian memang sering kemari?" tanya Satria.

"Tentu, Lixia itu temanku. Seperti biasa kami sepulang kerja langsung mampir ke sini," jawab Trixi sambil memberikan bingkisan berupa makanan kepada Lixia.

"Hari ini aku membawakan kalian roti special, dicoba deh pasti enak," kata Trixi sambil tersenyum.

"Begitu rupanya, jadi ini adalah bentuk pertemanan yang sebenarnya. Tidak heran jika Trixi merekomendasikanku toko ini meski dia tahu kualitasnya buruk, tapi tujuannya adalah membantu temannya yang kesusahan. Apakah di dunia nyata juga ada ikatan seperti ini?" batin Satria.

"Terima kasih banyak Trixi, kami selalu saja merepotkanmu," tutur Lixia.

"Tidak masalah, lagipula kalian juga sering membantuku memperbaiki perlengkapan," jawab Trixi sambil tersenyum.

"Kebetulan sekali, hari ini aku akan langsung pergi ke Ibukota Luxurie karena ada sedikit kegiatan di sana. Kalau nanti kartu identitasku datang aku ingin kamu menyimpannya dulu, Alexa," kata Satria sambil menatap Alexa yang balas menatapnya.

"Baiklah, hati-hati di jalan," ucap Alexa.

"Eh.. meski pemula tapi kelihatannya dia sibuk sekali," tutur Trixi.

"Oh iya katanya dia ingin menempa senjata, apa kalian menerimanya?" tanya Trixi sambil menatap Miria.

"Kami menerimanya, padahal kami sudah bilang kualitas tempaan Lixia masih buruk," jawab Miria sambil menunjuk taring Leviathan di dalam toko.

"Taring apa itu? Rasanya aku pernah melihatnya dulu," batin Alexa.

Sementara itu Satria terus berjalan di Kota Lunar mencari kereta kuda yang mau berangkat ke kota, setelah mencari ke beberapa tempat akhirnya dia menemukan seorang pedagang yang mau ke Ibukota. Setelah negosiasi harga akhirnya Satria diperbolehkan ikut di rombongan kereta kudanya dengan membayar 2 koin emas serta 10 koin perak.

Tujuan Satria ke Ibukota tak lain adalah Dungeon Luxurie, dia berniat mengalahkan monster sebanyak-banyaknya dan menjualnya ke pengepul monster, dengan begitu dengan cepat dia akan bisa mengumpulkan uang untuk membayar hutang ke rentenir. Menurutnya hal itu lebih efektif daripada harus menghabisi monster di dalam quest dan menjualnya ke petualang lain, terlebih dia masih khawatir petualang lain akan semakin mencurigainya jika terus melakukan hal itu.

"Semuanya sudah siap, kita akan segera berangkat," terdengar teriakan kusir dari rombongan pedagang yang ditumpangi Satria. Saat itu juga Satria dan warga lainnya yang akan pergi ke Ibukota langsung naik ke kereta kuda khas di dunia fantasi.

"Aku harap tidak turun hujan," ucap nenek-nenek yang ikut menumpang di kereta kuda.

"Aku malah berharap turun hujan, dengan begitu kecil kemungkinan kita akan dihadang bandit," tukas seorang pria paruh baya.

Satria hanya terdiam saja mendengarkan pembicaraan para penumpang di dekatnya. Baginya satu-satunya harapan yang dia inginkan saat ini adalah menemukan jejak dari target pembalasan dendamnya. Suara derap langkah kuda dan roda gerobak kereta terdengar mulai nyaring berbunyi seiring dengan tubuh penumpang yang ikut bergetar karena kereta tempat mereka mulai berjalan.

"Tiga hari ya, kelihatannya akan sangat membosankan. Padahal di dalam game kita bisa langsung tiba dalam sekejap kecuali ada player yang ingin melakukan PK, monster yang menghadang atau ada event tertentu," batin Satria.

***

Awalnya Satria memang membayangkan tiga hari akan berlangsung sangat lama karena membosankan. Namun seiring kereta kuda berjalan Satria bisa melihat berbagai pemandangan indah dunia baru yang dia tempati saat ini, suasana khas di dunia fantasi yang diluar imajinasinya. Pemandangan indah pegunungan, hutan, ladang, pedesaan, sungai dan hewan-hewan unik bisa dia saksikan.

Untuk masalah makan, kereta kuda sesuai rute biasanya akan berhenti di kedai makanan yang ada di pedesaan. Mereka juga biasanya menginap di pedesaan yang dilewati, hal itu dilakukan untuk menghindari bandit-bandit yang biasanya memang kerap muncul pada malam hari. Karena itulah sampai saat ini mereka berhasil selamat.

Pagi ini kereta kuda yang ditumpangi oleh Satria sudah melaju lagi dari desa tempat mereka bermalam. Menurut pemilik kereta kudanya mereka sebentar lagi akan sampai di Ibukota Kerajaan Luxurie. Kereta kuda mulai melaju di jalanan yang agak besar dan sudah rapi karena terbuat dari tanah yang padat, di tepi kiri dan kanan jalan terdapat pepohonan berjejer rapi menambah sejuk udara. Di samping barisan pohon tersebut ada selokan irigasi yang menyalurkan air untuk perkebunan di sekitarnya.

"Indah sekali, semuanya tertata dengan rapi," batin Satria sembari melihat di sekelilingnya. Para penumpang lain terlihat keheranan karena melihat Satria seakan baru pertama kalinya melihat pemandangan seperti itu.

Di kejauhan terlihat sebuah benteng menjulang tinggi ke langit dengan kokoh. Bendera lambang Kerajaan Luxurie yaitu bendera berwarna kuning berpolet putih dengan gambar tiga berlian di tengahnya tampak tertancap di setiap menara pengawas benteng. Bangunan-bangunan tinggi terlihat di belakang benteng, sedangkan di puncak tertinggi Ibukota terlihat Istana Kerajaan Luxurie yang megah dan besar dengan tiga menara menjulang tinggi.

"Jadi seperti ini Ibukota ya, kalau tidak salah pintu masuk ke Dungeon Luxurie juga berada di Ibukota Kerajaan. Apa mungkin mereka juga ada di sini?" batin Satria sembari mengingat wajah-wajah orang menyebalkan yang selama ini selalu membully dirinya di sekolah.

"Kita akan segera sampai ke pintu gerbang! Untuk para penumpang dipersilahkan untuk turun karena akan dilakukan pemeriksaan," tutur kusir kereta kuda bersahut-sahutan.

"Demi-human ya," batin Satria saat melihat dua orang penjaga pintu gerbang Ibukota Luxurie.

Satu penjaga terlihat berbadan besar dengan kepala kerbau layaknya minotaur, satu penjaga lagi bertubuh agak kecil dan berkepala singa. Kebanyakan demi human memang terkenal karena kekuatan fisik dan staminanya. Karena itu sangat cocok untuk bertuga sebagai penjaga gerbang seperti itu.

Semua penumpang turun diperiksa oleh demi human kepala kerbau, sedangkan kereta kuda diperiksa oleh demi human berkepala singa. Selain mereka berdua tampak ada beberapa prajurit demi human lainnya yang ikut membantu memeriksa dan menjaga gerbang masuk. Satria akhirnya berhasil lolos dari pemeriksaan dan diperkenankan masuk ke dalam.

Langkah demi langkah akhirnya Satria menapakan kakinya di sebuah Ibukota Kerajaan di dalam game Mythical World RPG yang selama ini dia mainkan. Suasana ibukota yang ramai dan megah tergambar jelas di depan matanya, beberapa ras yang tidak pernah dijumpainya di dunia nyata kini bisa dia lihat tanpa bantuan monitor.

"Elf, demi human, dragonoid, dwarf, mereka benar-benar nyata," gumam Satria sembari terus berjalan di jalanan Ibukota yang cukup besar. Para prajurit yang berpatroli terlihat mengenakan armor perak dengan lambang kerajaan terukir di dadanya.

"Tuan, apa anda memerlukan pemandu jalan?" tiba-tiba terdengar suara seorang anak perempuan di dekatnya.

Satria langsung menundukan kepalanya tampak seorang demi human wanita mungil bertelinga kucing sedang menatapnya, wajah dan penampilannya sama seperti manusia lainnya tapi yang berbeda hanyalah telinga kucing dan ekor kucingnya saja. Demi-human juga ada dua jenis. Yang pertama setengah bertubuh hewan, lalu ada juga yang seperti manusia namun memiliki beberapa bagian seperti hewan.

"Kelihatannya dia kurang terurus," pikir Satria saat melihat penampilan gadis mungil di depannya yang lusuh.

"Kelihatannya aku memang membutuhkannya," jawab Satria.

"Biayanya tiga koin emas," ucap gadis mungil itu sambil menggerak-gerakan telinganya.

"Itu jelas-jelas terlalu mahal," batin Satria. Dia mulai mengingat-ingat lagi sisa uangnya kini setelah melakukan perjalanan untuk makan, menginap dan membeli pakaian sederhana. Kalau tidak salah di kantongnya saat ini tersisa 50 koin emas, 70 koin perak dan 30 koin perunggu.

"Hemh.. kelihatannya kamu salah orang jika meminta segitu banyaknya. Mungkin kalau harganya 50 koin perak akan aku terima," jawab Satria.

"Aku terima," jawab gadis mungil tersebut dengan cepat. Satria tampak terkejut, lagi-lagi kelihatannya harga segitu memang masih tetap tinggi.

"Baiklah," ucap Satria sambil mengambil uang di kain yang dia simpan di balik bajunya.

"Ini uangmu, sekarang antar aku ke tempat pandai besi terdekat," sambung Satria seraya menyerahkan 50 koin perak kepada gadis mungil yang langsung memasukannya ke dalam kain tempat uangnya.

"Silahkan tuan ikuti saya," ucap gadis mungil itu sambil berjalan di depan. Satria langsung mengikutinya dari belakang. Mereka berdua terus berjalan menembus keramaian. Lalu si gadis mungil mulai menuntun Satria melewati gang-gang kecil dan sempit diantara bangunan-bangunan yang berdiri.

"Eh, apa kita tidak melewati jalur utama?" tanya Satria sambil menatap sekelilingnya.

"Ini jalan tercepat tuan, soalnya kalau lewat jalur utama akan jauh lebih lama," jawab si gadis mungil bertelinga kucing.

Mereka berdua terus berjalan di gang-gang kecil nan sempit, hingga akhirnya si gadis mungil berhenti saat di depan mereka berdiri lima orang pria sangar dengan senjata tajam di tangannya. Di belakang Satria juga tiba-tiba muncul empat orang pria lainnya sembari menyeringai, kini Satria sudah berada di dalam kepungan mereka.

"Hemh.. Jika ini event maka ini adalah event yang selalu membuatku bosan," gumam Satria. Sejak awal dia sudah menaruh kecurigaan kepada gadis kucing yang menuntunnya, bagi Satria kepercayaan adalah hal yang sangat berharga yang tidak bisa dia sematkan kepada seseorang begitu saja.

"Hei tuan, kelihatannya kamu memiliki banyak uang," tutur seorang pria yang ada di depan Satria, dia langsung berjalan sambil memainkan pisaunya. Si gadis mungil bertelinga kucing di depannya langsung disingkirkan ke samping hingga tubuhnya menghantam tembok, namun gadis kucing itu tampak tidak marah dan hanya menunduk.

Bersambung…