webnovel

Bab 13

Piring saji makanan pagi tertata rapi di ruang prasmanan, Trily mengawali harinya dengan menyeduh susu dan roti yang di bawanya ke salah satu meja. Perutnya terlanjur keroncongan jika menunggu Rafli yang tak bisa bangun pagi.

"Bukankah, kau yang di restoran semalam? Bagaimana bisa bertahan dengan pria cupu seperti itu? Hahaha ...." sapa salah satu tamu penginapan yang menghampiri meja Trily.

"Maaf, apa yang sedang Anda bicarakan?"

"Bagaimana jika denganku saja, aku sangat pandai memuaskan hasrat wanita!" imbuh pria bercelana pendek itu.

"Tolong jaga ucapanmu!"

"Hahaha ...."

Pagi yang cerah harus diwarnai oleh cibiran pria bertato yang menggodanya, membuatnya tak lagi lapar. Trily menyisakan roti yang masih setengah di piring lalu meninggalkan ruangan itu, mencoba menenangkan fikirannya di taman hijau yang tak jauh dari tempatnya beranjak. Namun, si pria bertato terus mengikutinya diam-diam.

"Hei nona ... aku akan berikan apa pun yang kau minta, jika kau bersedia melayaniku di kamar ... hubungi saja aku dengan ponsel itu. Tapi, jika kau menolak, hmm ... ambil saja! Anggap itu sebagai permintaan maafku karena telah bersikap tak sopan kepadamu," ucap pria bertato yang telah menggodanya sejak pagi. Ia meninggalkan ponsel berlogo apel itu di sebelah Trily yang sedang memangku tangannya di bangku panjang.

"Hei, tunggu! Aku tak butuh ini ...."

"Buang saja ... karena itu telah menjadi milikmu ... namaku Dendis! Hahaha," teriaknya meninggalkan Trily yang bingung.

Pria bertato itu berjalan cepat menuju kamarnya meninggalkan Trily. Tampaknya ia telah merencanakan semuanya. Trily mamakan umpan yang diberikan, ia membawa ponsel itu, berusaha menyembunyikannya dari Rafli yang terlihat sedang berbincang dengan reseptionis di lobby.

"Kemasi barang-barangmu, kita akan pulang setelah ini!"

"Secepat ini, aku kira kita akan menginap untuk beberapa hari ...."

"Aku mendapat perintah untuk segera kembali ke kantor ... aku harus kembali ke kota malam ini. Ayo, kita harus bergegas, perjalanan kita sangatlah jauh!" pinta Rafli.

"Hmm ... selalu saja!"

Sambil menggerutu Trily mengemasi barang-barang dari kamarnya. Banyak hal yang terjadi di penginapan membuatnya semakin dilema.

"Hmm ... haruskah aku menyimpan ponsel ini?" ucapnya dalam hati.

***

Rintik menyapu debu-debu sore itu, Nara yang berjalan bersama payungnya tiba di depan ruko tempat dimana Rafli memarkir mobilnya. Sepasang kekasih telah kembali dari kencannya. Tak ingin mengganggu obrolan keluarga Trily, ia harus menaiki tangga dari dalam toko untuk menuju kamarnya yang berada di lantai tiga. Hari yang sangat melelahkan di rumah sakit, membuatnya tak ingin kemana-mana.

Tok!!! Tok!!!

"Ra, bolehkah aku masuk?" intip Trily dari sela pintu yang sedikit terbuka.

"Iya, ada apa denganmu? Bukankah semalam kamu berhasil tidur ...."

"Sttt ... pelankan suaramu, ada mamaku ...." bisiknya sambil membungkam mulut Nara.

Percakapan panjang dimulai dari cerita Trily yang gagal menjalankan misinya justru mendapatkan sebuah ponsel mahal dari pria yang tiba-tiba muncul di kehidupannya.

"Rupanya di jaman seperti ini masih ada sultan seperti itu, ya? Bukankah ini ponsel keluaran terbaru?" kejut Nara mengamati ponsel itu.

"Aku harus bagaimana, Ra? Aku bingung ...."

"Memang benar kata para leluhur ... cobaan selalu datang pada pasangan yang hendak menikah. Hmm ... bagaimana, ya? Aku pun juga bingung jika dihadapkan dengan masalah seperti itu," jelas Nara.

"Haruskah aku menghubungi pria bertato itu?"

"Tenang ... jangan buru-buru, pikirkan baik-baik apa resikonya."

"Kenapa harus muncul di saat yang seperti ini? Membuatku makin gila saja!"

Rafli yang lagi-lagi meninggalkannya demi pekerjaan, membuatnya merasa kosong. Sehari saja berlalu, terasa seperti setahun bagi Trily. Pria yang ditemuinya di penginapan tiba-tiba mengisi kehidupannya yang membosankan, setidaknya hatinya sedikit terusik untuk menaruh perhatian padanya. Tiada hari tanpa sendiri, itulah slogan yang pantas diberikan pada dirinya.

***

"Bos, event untuk tahun baru sudah siap. Perkiraan perputaran uang akan lebih dari 2,7 Milyar,"

"Betul juga, bagaimana cara kita mencuci uang sebanyak itu? Hmm ... ada masukan?" ucap Dendis menepuk pipinya.

"Haruskah kita memperbanyak akun marketplace kita, bos?" sahut salah satu anak buahnya.

"Terlalu beresiko ... karena semakin banyak jejak, semakin mudah terlacak. Bagaimana jika kita gunakan uang itu untuk membiayai akun belanja yang telah jatuh tempo, agar menambah limit paylater mereka ... tapi tetap dengan perjanjian kontrak," jelas Dendis.

"Ke semua pengguna yang menunggak, maksudnya bos?"

"Benar, tolong siapkan draft notifikasi, lampirkan file perjanjian di dalamnya ke seluruh pengguna yang menunggak, dengan satu syarat, mereka akan menukar semua limit paylater nya ke marketplace kita, ingat kita tetap harus waspada, sedikit saja melakukan kesalahan, jejak digital kita akan terbongkar." tegasnya sambil meneguk minuman itu.

Perusahaan gelap yang bergerak dibidang manipulasi data pengguna untuk mengalirkan dana dari platform pinjaman online. Salah satu layanannya adalah jasa menukarkan limit paylater dengan uang. Biasanya paylater yang ada di platform marketplace hanya bisa ditukarkan dengan barang atau produk, namun perusahaan yang didirikan oleh Dendis menawarkan hal menarik yang tak biasa. Perusahaannya membuka beberapa Merchant atau toko online di berbagai platform marketplace, toko-toko itu menjual produk sama seperti toko pada umumnya, namun layanan istimewa toko-toko itu hanya diketahui oleh pengguna-pengguna yang terverifikasi telah tergabung di komunitas perdagangan gelap.

Membeli barang di toko-toko online ini, berarti menukarkan limit paylater yang dimilikinya dengan uang tunai. Perusahaan Dendis akan memberikan uang tunai secara langsung ditransfer melalui rekening customer masing-masing.

Event tertentu dapat menaikan limit paylater penggunanya, hal ini dimanfaatkan oleh tim Dendis untuk mengeruk habis limit akun pembeli yang ada di komunitasnya. Ia memutar uang itu untuk menghilangkan jejak.

"Bos, mengapa kita tidak menginvestasikan uang itu ke platform judi online, bukankah itu jauh lebih menguntungkan untuk perusahaan kita?"

"Ah, sudahlah, kita lakukan saja sesuai kapasitas kita, oke! Dunia mereka bukan milik kita, kita semua ... kita disini hanya pandai untuk memanipulasi data, bukan berinvestasi ... biarkan mereka bermain dengan cara mereka sendiri, kita pun harus semaksimal mungkin ... semangat!" papar Dendis memberi motivasi.

"Bos, bagaimana dengan proyek bantuan sosial itu? Haruskah kita mengerjakannya secara pararel. Kita kekurangan tenaga, bos. Apakah Anda tak ingin mencari kandidat baru?"

"Kalian ingin berapa orang lagi yang aku rekrut, aku tak ingin sembarangan merekrut orang ... hmm ... baiklah, kalian harus bersabar sampai aku menemukan orang yang benar-benar cocok di bidang ini, bulan depan kita pindah ke pulau yang sangat mempesona, kalian pasti suka," imbuhnya.

Perusahaan yang ia dirikan sengaja tak memiliki lokasi tetap, hal ini untuk menghindari jejak. Setiap bulan Dendis dan ke empat anak buahnya, selalu berpindah hotel. Mereka mengerjakan semuanya dalam satu ruangan kamar hotel yang disulap menjadi kantor. Berkas-berkas yang tersimpan secara online memudahkan mereka untuk bepergian dan berpindah tempat dari satu hotel ke hotel lain.

"Bos, sudah kirimkan notifikasi itu."

"Bagus ... kedengarannya koin, diamond dan chip di game online trafiknya sangat tinggi ... bisakah kita gunakan uang-uang yang masuk untuk membeli koin-koin itu sebanyak mungkin? Kita putar uang mereka agar stabil," paparnya.

"Wah, ide bagus ... bagaimana bisa bos memikirkan hal seperti ini."

"Paylater itu bisa kita gunakan untuk jadi layanan pembayaran mereka ... pada beberapa platform marketplace, dengan itu kita akan dapat data pengguna baru ... para gamers, pejudi online dan yang pasti ... kita tetap harus waspada,"

Perusahannya telah memiliki rencana mengekspansi dunia perjudian dan game online. Kebutuhan dari permintaan chip, koin dan diamond yang terus meningkat memaksanya untuk bekerja sama dengan mafia-mafia judi yang ada di dunia maya.

***

Beberapa hari berlalu tanpa komunikasi, Sapto dan Nara seperti orang asing yang berjalan berdua di sebuah lorong rumah sakit yang mengarah pada bunker rahasia.

"Bahkan aku pun tak tahu jika bunker itu masi beroprasi," ucap Nara.

"Biarkan saja kurir ini yang menunjukannya, butuh waktu lama membuatnya mengaku seperti ini ...." sahut Sapto.

"Di bawah sana, aku menemuinya disekitar pintu itu dan menata paket-paket itu di dalam ...." ucap kurir itu dengan gemetar. Tangannya terborgol di giring untuk menunjukan suatu lokasi.

"Surat perintah penggeledahan ... tolong kerjasamannya!" bentak Sapto pada semua orang yang mencoba menghalanginya menuju pintu bunker itu.

Pintu itu tiba-tiba terbuka, Luna dengan percaya diri menantang Sapto yang bersikap arogan itu.

"Apa-apaan ini, bisakah kau melakukannya dengan lebih sopan?" teriak Luna.

"Minggir, aku tak perlu berbasa-basi denganmu, sungguh membuang-buang waktu saja!"

"Hei ... dasar berandal!"

"Periksa setiap sudut, tanpa terkecuali! Temukan semua yang mencurigakan."

"Siap, ndan!"

Beberapa dokter hanya diam menyaksikan penggeledahan itu, Luna yang bertanggung jawab atas ruangan itu pun menebar senyumnya yang membuat Sapto terkejut.

"Hahaha ... lagi pula, apa yang mau dicurigai di gudang seperti ini. Bom nuklir ... zombie ... hahaha ... ada-ada saja si bodoh ini!" ejek Luna.

"Hei ... apa kau sungguh-sungguh mengantarnya ke tempat ini?" tanya Sapto pada kurir itu.

"Demi tuhan itu ... pria itu yang menerima semua paketnya," tunjuk kurir itu ke arah Darril yang baru saja menunjukan batang hidungnya.

"Mengapa begitu banyak polisi disini?" sapa Darril.

"Dia yang menerima paket itu ...." ucap kurir itu menunjuk Darril yang tiba-tiba masuk.

"Apa yang sedang kau bicarakan?" sahut Darril.

"Ndan, nihil!" angguk salah satu anak buah Sapto melaporkan temuanya.

"Kami memohon maaf atas kejadian ini karena tak menemukan bukti apapun terkait kasus yang sedang kami tangani ... terima kasih atas kerjasamanya ...." tegas Sapto pada kerumununan orang yang menyaksikan penggeledahan itu.

"Perlukah Anda juga memeriksa ruangan saya?" balas Darril.

Anjing-anjing pelacak perlahan digiring keluar meninggalkan rumah sakit, misinya berjalan dengan lancar. Alih-alih melakukan penggeledahan, sebenarnya tim investigasi hanya berusaha untuk mendapatkan akses masuk ke dalam bungker rahasia rumah sakit Sanita, mereka memasang alat pemantau di dalamnya secara diam-diam, sehingga tim penyadap sinyal berhasil masuk ke dalam saluran komunikasi rumah sakit dimana Luna berada. Semua panggilan yang masuk dan keluar melalui jaringan telepon rumah sakit akan dengan mudah dilacak.