webnovel

Part 2

"Yoona-a, kau sakit?" tanya ketua yang baru menyadari wajah pucatnya. Yoona meletakkan ranselnya kedalam lemari penyimpanan. Membuka jaketnya lalu merapihkan seragam kerjanya.

"Aku baik-baik saja." tersenyum memaksa. "ketua, jangan khawatir!" serunya semangat. Lalu tunduk hormat guna meyakinkan wanita gemuk itu.

"Ah, jangan panggil aku ketua. Panggil saja aku dengan nyaman." wanita tua berbadan gemuk itu terlihat berbeda.

"Itu tidak mungkin." Yoona merasa tidak enak untuk melakukan itu.

"Tidak masalah. Kemarin aku hanya berusaha terlihat cool didepan karyawan baru. Kau boleh memanggilku sesuka hatimu. Tapi.. Apa kau bisa bekerja hari ini? Kau terlihat tidak sehat."

"Ketua, ku baik-baik saja. Aku harus cepat-cepat ke kamar tuan muda. Masih banyak buku yang harus aku susun." berlari dengan semangat, tidak menghiraukan tubuhnya yang tengah melemah berkat apa yang ia lakukan kemarin.

--

     Pria itu tidak terlihat disana. Selimut masih terletak asal diatas kasur. Yoona memilih merapikan tempat tidur pria itu terlebih dahulu. Disaat ia tengah serius melipat, ia menyadari kehadiran seseorang. Pria itu keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melingkar di pinggulnya, dan memamerkan otot perut juga otot tangannya yang seksi. Rambutnya yang basah menutupi keningnya. Dari sela rambut itu, terlihat jelas si plaster kuning yang masih menempel dengan baik. Yoona merasa malu dan cepat cepat melipat selimut itu.

"Kau sudah datang?" kata pria itu yang sedang berjalan menuju ruang pakaian. Memanfaatkan itu, cepat-cepat Yoona berlari mendekati rak buku. Ia mulai bertindak sibuk dan bersusah payah menjinjit untuk meletakkan buku-buku itu pada raknya. Ia bahkan melupakan keberadaan tangga disana.

     Ia rasakan ujung jarinya yang nyeri bahkan nyaris kebas. Itu dikarenakan dirinya yang terus menjinjit untuk dapat menyentuh rak teratas. Ditambah heels 3cm yang ia gunakan, tidak membantu sama sekali, malah membuat jemari kakinya semakin terasa sakit. Beberapa buku berhasil ia letakkan dengan baik, namun disisa buku yang ada, jari-jari kakinya semakin terasa perih sehingga membuatnya sulit menyelesaikan pekerjaannya. Anehnya, Yoona tidak sekalipun menoleh ke arah tangga, sepertinya ia benar-benar melupakan keberadaan tangga itu.

"Kau sependek itu?" suara itu menggema di telinganya. Hawa panas menggelitik seluruh tubuhnya. Buku yang tadinya tengah ia usahakan untuk berbaris di rak teratas sudah diambil alih oleh pria itu. Sedikit menghimpit tubuhnya dari belakang yang masih menghadap rak buku. Dengan mudah pria itu meletakkan buku itu disana. "selagi aku tidak ada kerjaan, cepat ambil sisa bukunya." tegur pria itu yang heran melihat Yoona tak begerak sedikitpun. Tepatnya tidak berani berbalik, takut untuk berhadapan langsung dengan wajah itu, mengingat malam itu..

"Baiklah." sedikit tersentak kaget, Yoona singkirkan baik-baik perasaan aneh yang tengah menggerogoti dirinya. Perlahan ia mencoba bergeser dari posisinya, agar tak lagi terhimpit oleh tubuh itu. Diambilnya beberapa buku, sembari memberikan buku-buku tersebut ke pria itu, ia beranikan diri untuk melirik wajah itu. OMG! Pria itu tengah menatapnya. Dengan cepat ia mengalihkan pandangannya. "ini." pria itu menerima buku darinya dengan senyuman maut. Mereka mulai menyusun buku hingga tak terasa kotak besar itu sudah kosong.

     Yoona tengah membongkar kotak besar itu lalu melipat kotak itu agar mudah untuk dibawa. Dapat ia lihat dari ujung matanya bahwa pria itu masih berdiri di sekitarnya, dan terus mengamati dirinya. Membuatnya semakin gelisah berada disana. Ia mempercepat tugas lalu segera pergi dari sana.

"Saya permisi dulu." sesuatu menempel di keningnya. Kontras langkahnya terhenti.

"Kau demam?" tanya pria itu dengan nada datar. Tangannya sudah tak lagi berada di kening Yoona. Tapi kini matanya yang menatap lurus ke wajah gadis itu. Yoona membalas tatapannya takut-takut.

"Tidak, aku baik-baik saja." memaksakan senyuman kecut diwajahnya. Ia hendak kembali melangkah, tapi langkahnya kembali terhenti karena pria itu menghalangi jalannya. Berdiri dihadapannya, menatapnya dengan tenang.

"Atau mungkin kau tidak sadar bahwa kau sedang demam?" pertanyaan itu merupakan jawaban sebenarnya. Benar bahwa gadis itu tengah demam, tapi ia tidak menyadari itu. Dirinya terlalu bersemangat untuk bekerja.

"Aku.." perkataannya terhenti dikarenakan nada dering yang mengisi ruangan itu. 

     Pria itu mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Ia tampak ragu untuk mengangkat panggilan itu. Merasa berada di kondisi yang tepat, Yoona mencoba kabur dari hadapan tuannya itu. Tapi ia kembali gagal. Pria itu menggenggam tangannya. Mata pria itu tetap fokus pada layar ponsel miliknya, yang perlahan terlihat yakin dan mulai menerima panggilan itu.

"Baiklah, aku akan kesana." kata pria itu kepada seseorang yang meneleponnya. Ia memutuskan panggilan itu, seperti tengah memikirkan sesuatu, ia diam dengan tangannya yang masih menggenggam tangan Yoona. 

     Yoona berusaha melepaskan genggaman itu, ternyata aksinya disadari pria itu dan membuat pria itu sadar dari lamunnya. "kau ikutlah denganku. Tinggalkan kotak ini disini." kata pria itu yang sudah menarik Yoona dengan semangat. Membawa gadis itu menuju mobilnya. Semua karyawan mengamati kepergian mereka dengan penuh tanya. Bagaimana dengan Yoona? gadis itu terbodoh tak memahami situasi yang sedang ia alami. Dan satu hal yang terlupakan, Yoona tidak menggunakan jaketnya.

     Mengamati setiap jalanan yang mereka lewati. Mengandai-andai kemana pria itu akan membawanya. Dirinya tak sekalipun mengeluarkan suara, bahkan tidak berani untuk menanyakan kemana arah tujuan mereka. Pria itu terlihat sangat serius sehingga Yoona takut untuk mengeluarkan suaranya. Mobil berhenti mendadak hingga mengeluarkan bunyi berdenyit. Pria itu duduk diam, membuatnya jadi bingung hendak melakukan apa.

"Turunlah." kata pria itu yang terlihat malas. Yoona mengikuti langkahnya, sedikit mengambil jarak. Mereka memasuki sebuah restoran mewah yang dipastikan dapat menghabiskan satu bulan gajinya jika menikmati makanan disana. Langkah Yoona terlihat ragu ketika hendak menginjak lantai merah merekah itu. Tapi ia lanjut melangkah karena tuannya itu kembali menggenggam tangannya. Membawa Yoona bersamanya.

"Sehun-a.. Disini!" teriak seseorang yang tengah melambai-lambaikan tangannya kearah mereka. Dirasakannya tangan pria itu yang semakin menggenggam erat tangannya. Sesaat Yoona seperti memahami sesuatu. "akhirnya kau datang juga. Duduklah." kata seorang gadis kepada pria itu, Sehun. Gadis itu menggunakan gaun indah yang terlihat cocok dengan tempat itu. Tidak cantik, senyumnya juga dibuat-buat. Pikir Yoona. "oo? kau membawa siapa?" tanya gadis itu yang baru menyadari keberadaan Yoona. Hah, dia pasti berakting. Bagaimana bisa baru menyadari keberadaanku padahal sedari tadi tangan pria ini terus menggenggam tanganku.

"Duduklah." kata Sehun kepada Yoona. Tidak dulu menjawab pertanyaan gadis itu, Sehun lebih dulu menarik sebuah kursi dan mempersilahkan Yoona untuk duduk disampingnya, dihadapan gadis yang terus berbicara dengan nada sok imut. "tidak masalahkan jika aku membawa seorang teman?" tanya Sehun dengan gadis yang ada dihadapannya, caranya bertanya terdengar tidak bersahabat.

"Tentu saja tidak masalah." gadis itu melirik Yoona dengan kesal. Merasakan lirikan itu, Yoona terbatuk pelan. "oo? Ada plaster di keningmu, kau terluka?" ia melihat plaster yang sudah kucel di kening Sehun.

"Demammu belum turun?" Bukannya menjawab pertanyaan itu, ia malah bertanya kepada Yoona dan tanpa malu kembali menyentuh kening Yoona. "sebaiknya kita mencari obat." Sehun malah berdiri, membuat Yoona ikut berdiri sama sepertinya. "maaf, temanku sedang sakit, jadi aku tidak bisa disini lebih lama. Aku pergi dulu." tangannya kembali menggenggam tangan Yoona dan mulai melangkah menjauh dari sana.

"Datanglah ke pesta pernikahanku! Aku menunggumu!" teriak gadis itu dari jauh. Mendengar itu kontras langkah Sehun terhenti. Kata 'Pernikahan' menghantam di kepalanya. Membuatnya mual bukan main. "kau boleh membawa temanmu itu." dengan perasaan geram yang tak terkendali, Sehun kembali melangkah. Dapat Yoona rasakan tangannya terasa perih berkat genggaman keras itu. Langkah mereka terhenti di hadapan mobil pria itu.

     Yoona berusaha sekuat mungkin menelan rasa sakit yang tengah ia derita. Yang perlahan mulai merenggut pertahanan tubuhnya. Akhirnya ia menyadari itu, bahwa dirinya sedang demam. Ia merasa kedinginan dan mulai sadar bahwa tubuhnya mulai meriang. Tangan Sehun tak lagi menggenggam tangannya. Pria itu malah termenung disana.

"Gunakan ini untuk kembali kerumah, ada tempat yang harus aku kunjungi." ujarnya setelah menyisipkan beberapa lembar uang di tangan Yoona. Tanpa sekalipun menoleh, pria itu pergi begitu saja dari sana. Meninggalkan Yoona yang baru sadar akan sesuatu. Dirinya lupa menggunakan jaket. Pantas saja tubuhnya menjadi meriang, dan tentu demamnya akan semakin parah. Cepat-cepat ia menghentikan sebuah taksi. 

     Nasibku kenapa seperti ini? Gumamnya seraya mengamati jalanan yang nyaris tertutupi salju. Untung saja setelan kerja yang ia gunakan masih tampak normal dan tak menunjukan bahwa ia hanyalah seorang pembantu rumah tangga. Lalu seperti apa pakaiannya? Kemeja berlengan panjang dan celana bahan semata kaki. Cukup baik untuk level pekerjaan yang ia lakukan. 

--

"Kau dari mana saja? Ah, aku dengar kau pergi dengan tuan muda. Apa itu benar?" tanya ketua kepadanya tepat ketika dirinya baru menginjakkan kaki dirumah itu.

"Iya, itu benar." jawabnya dengan suara nafasnya yang terdengar berat.

"Tapi, bagaimana kalian bisa pergi bersama? Kalian sudah sedekat itu? atau.."

"Tidak.." bantah Yoona. "kurasa tuan muda sedang.." berpikir keras untuk mengatakannya. Wanita gemuk itu serius menunggu kalimat selanjutnya. "patah hati?" tebaknya ragu-ragu. Ketua diam sejenak.

" Wae wae? Kenapa kau bisa bilang begitu? Memangnya apa yang terjadi?" ia menjadi tertarik untuk mendengar lebih jelas.

"Tadi kami menghampiri seorang wanita. Dari cara wanita itu memanggilnya, sepertinya mereka dekat." ujarnya seraya memikirkan kejadian tadi.

"Mungkinkah.. ang kau maksud Jessika?"

"Oo? Nama itu, aku seperti pernah melihatnya." lantas ia bersikeras untuk mengingat itu. "aa! Ponsel tuan muda. Aku melihat nama itu disana. Tapi, dia siapa? Jessika."

"Sahabat tuan muda. Mereka sudah bersahabat dari kecil." sekilas raut wajah ketua berubah sendu. "kau tahu, lima bulan belakangan ini, kami sudah berkali-kali mengganti karyawan yang bertugas di kamarnya. Itu dikarenakan sifat tuan muda yang tidak bersahabat dan membuat setiap karyawan merasa tidak nyaman. Perubahan itu mulai terlihat ketika Jessika berpacaran dengan seorang pria. Hingga saat ini, seperti itulah yang aku ketahui."

"Jika begitu? Tuan muda diam-diam menyukai sahabatnya itu? Apa mungkin Jessica tidak menyadari perasaannya?" Yoona terlihat asik bergosip, hingga melupakan demam yang masih bersarang ditubuhnya.

"Kurasa berpura-pura tidak menyadarinya." celutuk ketua dengan ketus.

"Heol, apa itu tidak terlalu kejam?"

"Dia memang kejam." wanita gemuk itu memperlihatkan raut wajah tidak suka.

"Ehei.. Ketua, jangan begitu. Haaaachim!" bersin itu menghentikan obrolan mereka sejenak.

"Yak, ikut denganku." tangan ketua yang gumpal itu sudah menempel pada keningnya.

--

     Berlindung dibawah selimut tebal seperti itu membuatnya merasa nyaman. Perlahan udara dingin yang bersarang di tubuhnya menghilang. Dibantu dengan segelas minuman hangat yang ketua berikan padanya. Kehangatan mulai ia rasakan. Meringkuk di sofa di ruang istirahat pribadi wanita berbadan gemuk itu. Ketua benar-benar terlihat berbeda, tidak seperti pertama kali mereka bertemu. Kini ia terlihat seperti seorang ibu yang tengah mengkhawatirkan anaknya.

"Berbaringlah, kau harus istirahat." pinta ketua yang baru saja meletakkan sebuah bantal di ujung sofa panjang itu.

"Aku baik-baik saja." diraihnya kembali selimut yang selalu ia bawa didalam ranselnya. Ia lilitkan selimut itu di lehernya.

"Kau selalu membawa selimut itu?" sadar ketua.

"Aku tidak tahan dingin, tapi aku menyukai musim dingin." ia tertawa kecil setelah mengatakan itu. "selimut ini kenang-kenangan dari ibuku." senyuman diwajahnya membuatnya terlihat kuat.

"Kenang-kenangan?"

"Ibuku sudah tiada." masih saja tersenyum. Raut wajah ketua kembali sendu. Lantas Yoona memaksakan sebuah tawa.

"Bagaimana dengan ayahmu?" pertanyaan itu merenggut tawanya.

"Appa? Aku tidak tahu." ujarnya kembali membenarkan letak selimutnya. "aku tidak pernah melihat wajahnya sejak aku berumur 7 tahun. Kurasa ia sudah menikahi wanita lain." menghela nafasnya lalu memaksakan sebuah tawa untuk mencairkan suasana disana. "kurasa ayahku tampan, makanya aku bisa secantik ini. Bukankah begitu ketua?" candanya. 

     Raut wajah ketua kembali cerah. Wanita gemuk itu tak kuasa menahan senyum berkat lelucon yang Yoona berikan. Tapi disamping itu, dalam hatinya ia merasa harus menjaga gadis itu. Entah mengapa, perasaan itu timbul begitu saja. Ia merasa harus melindungi Yoona.

"Istirahatlah, aku harus memeriksa beberapa hal diluar."

"Ne.." serunya dengan semangat. "ketua, terimakasih.." teriaknya kuat. Membuat senyum wanita tua itu kembali terlihat.

--

     Ditepi Sungai Han yang tenang dirinya berada. Bersandar pada mobilnya, tatapan kosongnya memperjelaskan bahwa dirinya tengah bersedih. Ia mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya. Membuka sebuah folder yang berisikan banyak foto dirinya dengan seorang gadis. Mereka terlihat akrab. Senyum bahagia terkulum indah di wajah mereka. Tapi entah mengapa, raut wajah pria itu kini terlihat sebaliknya.

"Baiklah, ini sudah berakhir." gumamnya sembari menghapus foto-foto itu hingga tak tersisa. Otot rahangnya mengencang, seakan tengah menahan emosi. Langkah malasnya membawanya masuk kedalam mobil. Baru saja hendak menghidupkan mesin mobilnya, matanya menangkap sesuatu. Sebuah ponsel terletak begitu saja di bawah kursi disampingnya. Dengan cepat tangannya meraih ponsel tersebut. Satu buah sentuhan memperlihatkan sebuah foto dari ponsel itu.

--

     Keadaan disana seperti biasanya, sepi dan tenang. Beberapa karyawan mondar mandir disana. Berusaha agar tidak terlalu kentara, ia mencoba berjalan sesantai mungkin. Yang tidak lain dilakukannya untuk menemukan gadis itu, Yoona. Ia sudah memeriksa kamarnya terlebih dahulu, dan gadis itu tidak berada disana. Ingin menanyakan keberadaan gadis itu dengan karyawan yang ada disekitarnya, tapi ia terlalu gengsi.

"Oo? Tuan muda, apa yang sedang kau lakukan? Kau membutuhkan sesuatu?" sapa Ketua. Tidak biasa untuknya melihat tuannya mondar mandir di rumah itu.

"Tidak, aku hanya.." diliriknya keadaan sekitar, ketika itu karyawan yang lain tengah serius dengan pekerjaan mereka. "ahjumma, gadis yang bertugas di kamarku.." tanyanya setengah berbisik.

"Aa.. Yoona? dia ada diruanganku." pria itu diam sejenak setelah mengingat nama gadis itu. "dia sedang demam, baru saja aku lihat dia tengah tertidur. Waeyo? Apa ada yang bisa aku bantu? Karena sepertinya gadis itu tidak bisa bekerja hari ini."

"Tidak. Kalau begitu aku ke kamar dulu." ia pergi dari sana dengan perasaan bersalah. Mengingat tadinya telah meninggalkan gadis itu disana dalam keadaan sakit.

--

"Kau sudah bangun?" tegur ketua yang menyadari kedatangan Yoona di dapur. Gadis itu masih dengan selimut berwarna kuning miliknya, melilit lehernya dengan baik. Tisu menyelip di salah satu lubang hidungnya.

"Hmm. Ketua, kau masih bekerja?" tanya Yoona.

"Aku sedang membicarakan mengenai menu sarapan besok. Kenapa kau bangun? Seharusnya kau tidur saja." kata wanita itu mencoba mendorongnya keluar dari sana.

"Kupikir aku pulang saja." ujarnya.

"Selarut ini? Tidur saja di ruanganku." bujuknya setelah melirik keluar jendela.

"Tidak masalah.. Lagi pula aku juga harus membersihkan rumahku. Besok aku akan kembali tepat waktu kok. Ketua, annyeong.." ia pergi dari sana dengan senyum merekahnya. Melipat dengan baik selimut miliknya dan buru-buru memasukkannya kedalam ransel. Setelah mengenakan jaket dan mengenakan jaket, ia siap berlari kecil keluar dari rumah mewah itu. 

     Menuju gerbang yang lumayan jauh letaknya, tapi ia memanfaatkan itu untuk mendapatkan kehangatan dengan cara terus berlari kecil. Ketika itu ia melihat Sehun tengah berdiri bersandar pada mobil, sedikit menghalangi jalannya dikarenakan keberadaan mobil tersebut. Langkahnya melambat hingga akhirnya terhenti. Ia berdiri beberapa langkah sebelum pria itu. Menyadari kehadiran Yoona disana, Sehun terlihat salah tingkah dan berusaha untuk tetap cool.

"Kau mau pulang?" ucapnya menepis sejenak rasa malunya.

"Hmm." Yoona mengangguk. Dilihatnya Sehun mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jaketnya.

"Sepertinya ponselmu tertinggal didalam mobilku." ia memberikan sebuah ponsel kepada gadis itu. Yoona memperhatikan ponsel itu sembari berpikir, ia terlihat kaget. Malu-malu ia meraih ponselnya dari tangan pria itu. 

"Terimakasih banyak." pria tampak diam. Tidak tahan dengan kondisi kaku itu, Yoona mencoba pamit dari sana. "kalau begitu saya pulang dulu." menunduk seadanya dan mulai melangkah.

"Aa.. Itu, aku berencana untuk membeli sesuatu." kata Sehun mendadak yang tentunya ditujukan kepada Yoona. Yoona segera berbalik guna melihatnya, menunggu penjelasan dari kata-kata itu. "jadi.. Kurasa aku bisa sekalian mengantarmu." entah apa yang sedang gadis itu pikirkan. Mulutnya menganga tak percaya dengan apa yang ia dengar. Ia menghempas kedua tangannya bermaksud menolak tawaran itu. Raut wajahnya diantara malu dan terpana. 

     Sehun diam menatapnya. Membuat Yoona ikut terdiam berkat tatapan itu, tatapan yang tidak dapat terbaca olehnya. Yoona menunduk untuk menghindari mata itu. Perlahan ia mencoba melangkah menjauh. Suara helaan nafas terdengar, tentu suara pria itu. Suara yang membisik itu membuat langkah Yoona semakin cepat.

"Sulit sekali mengaturmu." katanya yang sudah mencengkram tangan Yoona, menarik gadis itu menuju mobilnya. Membuka pintu mobil dan memaksa Yoona untuk segera masuk kedalamnya. "sekarang, tunjukkan arah rumahmu." katanya tanpa basa-basi setelah duduk dikursi pengemudi.

--

     Menggenggam ujung lengan jaketnya dengan geram. Menggigit bibirnya dengan kesal. Berada didalam mobil itu, bersama pria itu, sungguh bukan hal yang ia inginkan. Terakhir kali ia merasakan itu, benar-benar membuatnya tidak nyaman. Sehun menyetir dengan santai, tangan kirinya memegang stir mobil dan tangan kanannya terletak bebas, beberapa centi disamping Yoona. Salah satu hal yang membuat gadis itu merasa gugup.

     Tidak tahu mengapa, ia merasa perjalanan menuju rumahnya terasa sangat lama. Rumahnya tidak sejauh itu, tapi hingga sekarang mereka belum juga sampai. Beberapa kali Yoona menyuruh pria itu untuk mengambil jalan pintas, tapi Sehun tidak mendengarkannya. Malah berpura-pura tidak mendengar dan terus mengarahkan stir sesukanya.

"Seharusnya kau belok kesana." kata Yoona yang baru saja mengamati jalan penuh harap.

"Aku tidak suka melewati jalan itu." jawab Sehun sembari bersenandung tak peduli. Entah mengapa, Yoona merasa bahwa pria itu tengah mengerjainya.

"Apa kau benar-benar akan mengantarku?" nada suaranya terdengar ketus. "kau bisa turunkan aku di halte."

"Aku lapar." perkataan yang tidak mengandung sebuah jawaban. Tepatnya ia tidak menghiraukan perkataan gadis itu. "apa kau tau dimana tempat makan yang enak?" tanya Sehun tanpa menoleh kepadanya. Yoona melirik pria itu diiringi kutukan kesalnya dalam hati.

--

     Mengamati Yoona dengan pandangan geli, tepatnya geli terhadap makanan yang tengah gadis itu santap. Jajanan kaki lima. Yoona sengaja memilih tempat itu, disamping bermaksud mengerjai tuannya itu, ia juga sudah lama tidak mengunjungi daerah itu, yang tidak pernah sepi oleh pengunjung. Apalagi ketika malam hari, ditambah cuaca yang mendukung, akan menarik banyak konsumen yang ingin mengisi perutnya dengan puas.

"Makanlah, bukannya kau lapar?" kata gadis itu berusaha cuek. Sehun mengamati tempat itu hingga berputar tak percaya. 

"Tak bisakah kita cari tempat lain?" ujarnya setelah itu.

"Makan saja." paksanya. Menyelipkan setusuk odeng ditangan pria itu. Lucunya, Sehun mengamati bakso ikan yang berada di tusukkan, raut wajahnya terlihat tidak yakin. 

     Geram melihat itu, Yoona mengangkat tangan Sehun sehingga membuat odeng tersebut menyentuh mulutnya. Sedikit kaget, tetapi ketika dirasakannya kuah yang tersentuh lidah, kelezatan itu menepis keraguannya. 

"Bagaimana? Enak?" Sehun terlihat menahan malu dan mulai menyantap odengnya.  Kontras membuat Yoona tertawa ketika dilihatnya Sehun meraih tusukkan lainnya.

"Nikmati saja makananmu." mendorong wajah Yoona yang terus mengarah padanya. karena ia merasa tidak nyaman jika terus di amati seperti itu. Dengan sisa tawanya, Yoona kembali menggigit sedikit demi sedikit hingga perutnya terasa nyaris meledak.

--

"Minumlah, minuman ini akan menyegarkan mulutmu." memberikan Sehun sekaleng minuman yang baru saja dia beli dari mesin penjual minuman. Sehun menerima minuman itu dan langsung menyeruput hingga beberapa teguk. Mereka tengah duduk ditaman disekitar Sungai Han. Duduk meluruskan kaki diatas rerumputan. "kenyangnya." mengelus pelan perutnya, senyuman terlihat diwajah gadis itu. Sejenak, Sehun mulai merasa akrab dengan senyuman itu. "oo? turun salju!" Yoona sontak berdiri. Ia kegirangan bukan main. Mondar mandir mengejar kepingan salju, seakan lupa akan keberadaan pria itu disana.

     Ia tidak tahu harus berbuat apa, hanya duduk disana. Menyaksikan aksi gadis itu yang tidak terlihat lelah. Yoona merekam setiap butir salju yang jatuh hingga menyentuh rerumputan. Senyuman diwajahnya melambangkan kepuasan yang ia dapatkan. Melangkah tanpa menghiraukan keadaan disana. 

"Yak, perhatikan langkahmu." merasa risau melihat langkah gadis itu. Tanpa sadar Sehun ikut berdiri dan mulai mengikuti langkah gadis itu. Setiap langkah gadis itu benar-benar menarik perhatiannya. "yak.." beberapa langkah dibelakang gadis itu, Sungai Han siap menyambutnya. Tapi gadis itu tidak juga sadar akan posisinya pada saat itu. Ia sudah terlanjur terhipnotis dengan butiran-butiran salju disana.

     Dapat terlihat jelas, Sehun tak lagi melangkah pelan, melainkah berlari hingga benar-benar kencang melihat dimana posisi Yoona pada saat itu. Satu langkah lagi maka Yoona akan tercebur. Syukur tepat disaat itu, ketika tubuh itu hendak terbalik kebelakang, sebuah tangan merangkuh tubuh itu pada waktu yang tepat. Diujung niatnya untuk berteriak, Yoona terdiam menyadari bahwa dirinya telah terselamatkan.

     Tangan kanan Sehun yang melingkar dipinggangnya, memaksa mereka untuk saling menatap satu sama lain. Ketika itu segelintir perasaan menggetarkan hati, menusuk pertahanan pria itu. Berusaha menahannya, Sehun menarik tubuh itu untuk kembali berdiri, masih sama-sama terdiam seakan tidak mengerti dengan kondisi itu. Sesuatu yang tengah mengganggu pikiran Sehun, membuat pria itu tidak sekalipun melepaskan pandangannya dari gadis itu, yang memilih menunduk mengamati rerumputan dengan gelagat salah tingkahnya.

"Maaf dan terimakasih." ujar Yoona pelan seperti bisikkan. Tidak ada reaksi apapun dari Sehun. Diberanikannya untuk melirik pria itu, ternyata Sehun masih menatapnya. Ketika itu Yoona melihat plaster yang masih menempel pada kening Sehun, plaster itu terlihat kucel. Melihat itu reflek tangannya bergerak hendak melepaskan plaster tersebut. Tapi tangan Sehun menahan gerakkannya. Tanpa mengatakan sepatah katapun, masih dengan tatapan diamnya. "kau harus melepasnya." ujarnya polos.

"Aku akan lepas nanti." kata Sehun tanpa ekspresi dan masih menatapnya lekat. Sedetik kemudian, tangannya melepas tangan Yoona. 

     Ia mengalikan pandangannya ke Sungai Han. Tentu Yoona merasa bingung melihat perubahan sikapnya. Dilihatnya Sehun berdiri dengan kegelisahan yang terpendam. Yang tiba-tiba melangkah pergi. 

"Sudah saatnya aku mengantarmu." memahami perkataan itu, buru-buru Yoona mengikuti langkah Sehun. Kini gadis itu menyadarinya, Sehun kembali bersikap dingin.

-

-

-

-

-

Continued..

-

-

-

-

-

(Baru dilanjut jika komentarnya sudah banyak)

-

-

-

-

-

Hi kakak-kakak..

Saya baru saja terbitkan novel.

Judulnya White Romance

Jika ingin tahu, bisa cek di instagram saya @hyull

Murah kok. Rp 78.000

Dan White Romance novel terbaik yang pernah saya buat.

Siapa tahu tertarik, bisa langsung diorder.

Maaci..