webnovel

Part 1

     Bibirnya mengatup erat membentuk garis tipis. Menahan dinginnya suhu di pagi itu. Tubuhnya bergetar hebat tak kuasa menahan udara yang semakin menusuk. Tapi gadis itu tetap terlihat bersemangat, tanpa sekalipun menghiraukan tatapan menyedihkan dari orang-orang yang sedang berlindung didalam kafe. Langkah kakunya terlihat cepat walau dengan paksaan.

     Mengepalkan tangannya yang tengah berlindung didalam saku jaket tebalnya. Dapat ia dengar suara gertakan yang berasal dari giginya. Akibat terlalu kuat menahan rasa kaku yang nyaris membekukan wajahnya kini. Dilihatnya dari kejauhan, sebuah gerbang besar tengah bergerak hendak tertutup. Tidak bisa, ia tidak bisa terlambat. Sekejap udara dingin yang menyelimutinya mendadak menghilang terbakar dengan semangat yang ada pada dirinya. Langkahnya terlihat cepat hingga nyaris tak terlihat.

"Tunggu!!!!!!!!!" teriaknya dengan sisa tenaganya.

--

"Apa semuanya sudah berkumpul?" tanya seorang wanita berbadan gemuk. Suaranya terdengar lantam dan keras.

"Sudah ketua!" jawab seorang pria bertubuh pendek yang tampak tengah mondar-mandir dihadapan para karyawan baru yang sudah berbaris disana. Berharap ia tidak salah menghitung, tidak kuat menerima hukuman dari wanita berbadan gemuk itu, yang merupakan ketua dari semua karyawan yang bekerja di rumah itu.

"Baiklah jika begitu, aku akan memanggil beberapa nama, dan nama yang di panggil tolong ikut denganku." mulailah ia menyebutkan beberapa nama.

     Beberapa wajah terlihat gugup. Ada yang memasang wajah penuh harapan, dan ada yang nyaris tidak membuka mata. Ya, gadis itu. 

"Kalian, ikut denganku. Cepat!" buru-buru ia melangkah seraya menuntun beberapa karyawan yang entah akan dibawa kemana. Tidak lama dari itu ia kembali. Mengamati sisa karyawan yang ada dihadapannya. "kau, kau, dan kau, ikut dengannya." kata wanita gemuk itu diikuti dengan jari telunjuknya yang mengarah ke pria betubuh pendek itu.

"Aku? Aku harus membawa mereka kemana?" tanya pria itu dengan polos.

"Kerumahmu." kata wanita itu menahan amarah. "kedapur, cepat!" teriaknya setelah tak kuat menahannya. 

     Pria bertubuh pendek itu pun berlari terbirit-birit diikuti tiga orang karyawan yang juga berlari mengikutinya. Wanita gemuk itu menghela nafas dengan tenang. Kembali mengamati sisa karyawan disana. Matanya pun melihat ke seorang gadis berparas cantik dengan tubuh yang langsing yang juga tengah membalas tatapannya dengan penuh tenaga. Dikarenakan udara dingin yang masih bersarang didalam tubuh indahnya, dan rasa kantung yang masih tertinggal. 

"Kau kenapa?" tanya wanita gemuk itu yang menyadari sesuatu dari wajah gadis itu.

"Aku baik-baik saja." suaranya bergetar. Menyadari itu, segera ia melayangkan sebuah senyuman.

"Ikut denganku." wanita berbadan gemuk itu sudah melangkah mendahuluinya. "kurasa tuan muda belum pulang, jadi kau bisa segera membersihkan kamarnya. Secepatnya!" teriak wanita itu tiba-tiba. Membuat gadis itu mendadak bersin tepat di depan wajahnya.

"Omo, maafkan aku!" aish.. apa yang telah aku perbuat! Erang gadis itu dalam hati. Tidak tahu harus berbuat apa. Wanita berbadan gemuk itu mengeluarkan sebuah sapu tangan dari saku bajunya, membersihkan wajahnya dari cairan menjijikkan itu. Kembali menghela nafas dan berusaha tenang.

"Kau, kau dengar apa yang tadi aku katakan?" tanyanya menahan amarah.

"Ya?" mendadak ia lupa akan hal itu.

"Apa kau mendengarkan apa yang aku katakan?!!!" ulang wanita gemuk itu dengan keras, suaranya yang nyaring berhasil membentur ingatan gadis itu hingga ingatan itu kembali.

"Aa, iya aku ingat!" jawabnya dengan percaya diri.

"Jika begitu, sana mulai bersihkan." ia membalikkan tubuhnya dan mulai melangkah pergi. Meninggalkan gadis itu yang belum diberitahukan dimana ruangannya.

"Oo? Ahjumma.. Ani, ketua! Ruangan mana yang harus aku bersihkan?" tanya gadis itu mengikuti langkah wanita itu.

"Ruangan tuan muda! Dan jangan mengikutiku!" bentakkan terakhir itu membuat gadis itu reflek berbalik dan melangkah ke lain arah. 

     Di ujung bangunan ia melihat sebuah pintu ganda yang berdiri di tengah-tengah lorong panjang.

"Apa itu?" ia merasa bimbang. "hah, kurasa benar." dengan percaya diri ia melangkah maju mendekati pintu itu. Hingga langkahnya berhenti tepat dihadapan pintu yang ia sendiri bingung bagaimana cara membukanya. "apa-apaan ini. Bagaimana cara membukanya? Ini tembok atau pintu sih?" keluhnya pelan hingga tanpa sengaja menendang pintu itu dengan hells 3cm miliknya. 

     Ia terdiam . Tidak ada yang terjadi disana. Ia mencoba berpikir, dan mulai mencoba mendorong pintu itu. Tidak bergerak. Mencoba menarik pintu itu, juga tidak bergerak. 

"Apa aku harus menggesernya kesamping?" gumamnya pelan. Baru saja ia hendak menggeser pintu itu, sebuah suara klik terdengar dari sebuah layar sensor yang ada disisi kanan pintu misterius itu. Terlihat seorang pria disana, sepertinya baru saja menekan sesuatu pada layar tersebut.

"Apa kau karyawan baru yang mereka janjikan?" kata pria itu tanpa melihat kearahnya. Pintu ganda itu terbuka lebar.

"I-iya." mengangguk gugup. Apa dia si tuan muda itu? Pikirnya.

"Im Yoona?" pria itu diam sejenak ketika membaca nama yang menempel pada bajunya. "masuklah." ucap pria itu setelah melihat kearahnya dalam sedetik, lalu melangkah masuk. 

Dugg! Dugg! 

     Yoona menggigit bibirnya dengan gugup. Jantungnya berdebar hebat. Ia mendadak merasa takut. Wajah pria itu tidak melambangkan hal baik. Benar-benar membuatnya down hanya dalam sekali pandang. Dia sangat tampan, tapi kenapa aku merasa takut?   Ucapnya pelan mengikuti langkah pria itu. Melihat pria itu yang berhenti melangkah, ia mengerjap kaget.

"Kenapa kau mengikutiku?" tanya pria itu dengan nada dingin.

"Ya?" segera pikirannya berputar hendak menemukan jawaban. Ah.. aku harus membersihkan kamar ini. Teriaknya dalam hati. Menatap wajah itu takut-takut, juga memaksakan senyuman di wajahnya. "maafkan aku." menunduk takut. Langkahnya terlihat ragu hendak melangkah kemana. Tanpa sadar ia berputar karena baru menyadari seberapa luas ruangan itu. Heh? Ini disebut kamar? Ini bahkan lebih besar dari rumahku! Batinnya merasa takjub.

"Apa ada yang salah?" tanya pria itu yang menyadari ekspresi wajahnya.

"Aa tidak." jawabnya cepat. Kembali menunduk hormat dan mulai berlari kecil ke sudut ruangan yang disebut kamar itu. Dia baru menyadarinya, dia tidak mengambil peralatan untuk bersih-bersih.  Aish, bodohnya aku! Sembari mengutuk kebodohan dirinya, ia keluar dari kamar itu dan kembali setelah mendapatkan beberapa peralatan dan juga kunci kamar itu--yang tadinya lupa diberikan ketua padanya. Ketika hendak kembali masuk, ia sempat kebingungan bagaimana cara menggunakan kunci yang berupa kartu itu. Yang pada akhirnya ia kembali mengutuk kebodohan dirinya, karena ternyata ia hanya perlu menempelkan kartu ke sensor. Im Yoona, kau kampungan sekali.

--

     Dua jam sudah ia mondar mandir dikamar itu. Tapi pekerjaannya tidak juga selesai. Sesuai yang ia perkirakan. Pria itu memang menakutkan. Sedari tadi dirinya terus-terusan diperintah tanpa sempat bernafas. Membersihkan jendela yang tingginya melebihi tubuhnya, membersihkan lantai, merapikan meja kerja pria itu, bahkan membawa pakaian kotor pria itu dan harus berlari untuk kembali kekamar itu. Debu yang tidak terlalu penting juga harus ia bersihkan.

"Jangan sampai ada debu yang tertinggal." kata pria itu yang kesekian kalinya, mengagetkannya yang tengah menyusun buku di meja kerja. Nyaris membuatnya kehilangan kendali, syukur buku-buku itu tidak berantakan. Dengan wajah lesunya, dan dengan seluruh tenaganya ia menoleh kepada tuannya itu.

"Ne.." seperti bisikan. Pria itu hanya membalas tatapannya selama satu detik dan setelah itu berbaring di kasur. Tidak menghiraukan gadis itu disana.

   Nada dering terdengar dari arah kasur tempat dimana pria itu berada. Yoona tidak menghiraukan itu dan terus menyusun buku-buku yang baru saja pria itu beli, buku-buku tersebut masih berada di dalam kotak dan jumlah luar biasa banyak. Bisa diperhitungkan bahwa ia akan menghabiskan seharian penuh untuk menyusunnya, ditambah rak buku disana terlampau tinggi, ia terpaksa harus menggunakan tangga kecil untuk mencapai rak teratas. Jika tugasku akan seperti ini, mengapa aku hanya ditugaskan seorang diri! Celutuknya dalam hati. 

     Kakinya tanpa lelah melangkah di sekitar rak buku raksasa. Dia asik-asikan menelepon, apa dia tidak prihatin melihat aku yang pendek ini? Melirik pria itu dengan kesal, tak disangka pada saat itu tatapan mereka bertemu. Menyadari tatapan kesal itu, pria itu menjauhkan ponsel dari telinganya dan menatapnya sejenak. Dengan menahan malu, Yoona menyengir bodoh dan cepat-cepat meraih banyak buku untuk segera disusunnya.

     Disela ia menyusun buku, matanya tanpa sengaja terperanjat ke luar jendela. Langit tengah mengirim butir-butiran salju. Jatuh ke bumi dengan indah. Reflek semua rasa lelah yang ia rasakan menghilang begitu saja. Tanpa sadar ia meletakkan buku yang ada ditangannya begitu saja. Melangkah kearah jendela dan berdiri disana untuk melihat keindahan itu lebih dekat. Sesuatu terngiang dan menegur batinnya.

'Yoona-a.. Kau harus hidup bahagia. Berjanjilah kepadaku.' Kalimat terakhir yang ibunya katakan sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya. Mengingat itu Yoona hanya bisa tersenyum.

Brukkk! 

     Suara itu menyadarkannya. Segera ia menoleh mencari asal suaranya. Dilihatnya pria itu sedang berdiri disamping kasur. Matanya melihat kearah dinding yang ada dihadapannya. Yoona mencoba mengikuti arah pandangnya. Kenapa dia menatap dinding?  Pikirnya. Dari mana asal suara itu? Oo?  Dilihatnya sebuah ponsel terletak begitu saja di atas lantai. Dari jauh saja terlihat bahwa layar ponselnya sudah retak. Oh My God! Dia membanting ponselnya? Kembali melihat pria itu. 

     Tuannya masih berdiri disana. Baru ia sadari, mata pria itu memerah dan tengah mengepalkan kedua tangannya. 

"Tuan, apa kau baik-baik saja?" tanya Yoona yang sudah berdiri beberapa langkah didepan pria itu. Menyadari perkataannya, pria itu mengusap wajahnya dengan kesal dan tidak menjawabnya lalu meraih jaketnya dan pergi begitu saja setelah membanting pintu dengan sangat keras. Aigoo, apa dia sedang patah hati?

     Gerutunya yang tengah mendekati ponsel itu. Terletak begitu saja disana. Diraihnya ponsel itu, kondisinya sudah sangat parah. Ehei.. semudah itu baginya untuk merusak dirimu, jika aku bisa memilikimu, aku pasti akan sangat menjagamu. Mengelus layar ponsel yang sudah retak itu. Tidak ia sangka, tiba-tiba saja layar itu menyala dan terdengar nada dering disana. Dan juga, tertulis sebuah nama pada layar itu. Jessika? 

Kring.. Kring..

     Dan kini ponsel miliknya yang berdering. Ternyata ketua memanggilnya. Buru-buru ia pergi dari sana, ponsel retak itu sudah ia letakkan di atas meja kerja.

--

     Dikarenakan penyakit ketua yang sedang kambuh, tubuhnya terasa lemah. Maka itu ketua memanggil Yoona dan meminta gadis itu untuk menggantikan pekerjaannya sejenak. Menyiram tanaman yang ada di taman. Sungguh mengesalkan karena Yoona harus menahan dinginnya suhu udara diluar sana. Ditambah ia harus bermain dengan air dan tanaman yang menurutnya tidak perlu di siram. Tepatnya seperti pepohonan dengan daun hijaunya.

"Cabut juga rumput-rumput liar yang tumbuh disekitarnya!" teriak si ketua dari dalam rumah. Dengan selimut yang melingkar di tubuhnya, sedikit melompat-lopat kecil, Yoona segera memulai pekerjaannya. Huh, syukur aku memasukkan selimut ini kedalam ranselku.  Ucapnya seraya membenarkan letak selimutnya. Ingin sekali aku tebang pohon ini. Lalu bersin dengan hebat.

"Kau harus menyiram yang banyak!" teriak ketua lagi.

"Ne!!!" balasnya. 

     Mencoba berdiri dengan tenang menunggu air menyirami batang pohon. Namun kakinya reflek bergerak seperti menginjak-injak tanah. Aku bisa mati membeku jika seperti ini. Setelah melirik ke kanan dan ke kiri, menurutnya keadaan sudah aman. Mulailah ia menggila. 

     Pinggulnya bergerak asal begitu juga dengan kepalanya yang nyaris terlepas dari tubuhnya. Ia mencoba bergoyang agar suhu tubuhnya terjaga dari udara yang kejam. Selang air terus mengeluarkan air dan meluncur kesetiap pepohonan, sesekali air cipratannya mengenai tubuhnya dan membuat goyangannya semakin menggila, juga menakutkan.

"Yak! Kau sedang apa?!!" suara itu membuat tubuhnya berhenti bergerak secara alami.

"Bukan apa-apa." ucapnya pelan menahan malu dan kembali serius dengan pohon-pohon yang ada disana. Dibenarkannya letak selimut yang masih setia melingkar pada tubuhnya. 

--

     Yoona menyeruput teh hangat yang ketua berikan kepadanya dengan cepat. Membuat siapapun yang melihatnya dipastikan merasa seram. Wanita tua itu bahkan seakan merasa tenggorokannya terbakar melihat kelakuan Yoona. Tetapi disamping itu ia juga merasa kasihan dengan Yoona, maka itu ia berbaik hati untuk membuatkan minuman hangat untuknya.

"Apa tenggorokanmu tidak terbakar? Sepertinya aku menuangkan semua air panas kedalamnya." tanya ketua yang mulai tampak akrab. Dilihatnya Yoona mengembuskan nafasnya dengan tenang diikuti senyuman sumringahnya.

"Kupikir aku akan mati diluar sana." katanya merasa bersyukur. "ketua, terimakasih tehnya." menunduk hormat dengan riang. Ia melipat selimutnya dengan terburu-buru dan segera memasukkan kembali kedalam ranselnya. Melempar begitu saja ranselnya di ruang istirahat. Ia sudah siap untuk kembali bekerja.

"Kau mau kemana?" teriak ketua ketika dilihatnya Yoona melangkah pergi.

"Aku harus menyelesaikan pekerjaanku di kamar tuan muda!" serunya semangat dan setelah itu menghilang dari pandangan wanita tua itu.

"Anak itu." tersenyum seakan tengah memikirkan sesuatu.

--

     Aku lelah berkat tangga ini. Mengapa tubuhku harus pendek seperti ini?  Menggeser tangga itu kesudut rak buku. Tidak lagi berniat menggunakan tangga yang telah memaksanya untuk naik turun dari tangga. Ia memilih menggunakan box kecil yang ternyata juga bisa diandalkan. Begini jadi lebih mudah.

Brukkk!!! 

     Suara pintu terbanting dengan keras. Pria itu telah kembali entah dari mana. Tidak berniat menegur karena merasa takut, Yoona memilih menyusun buku-buku tersebut dengan cepat. Tepatnya berpura-pura tidak mengetahui keberadaan tuannya.

"Kau masih disini?" tanya pria itu yang berhasil menghentikan gerakkannya. Segera ia berbalik guna menjawab pertanyaan itu. Tapi sayangnya, ia lupa akan keberadaannya pada saat itu. Ia masih berada diatas sebuah box kecil yang tentu tidak akan leluasa untuknya berputar dengan asal, ditambah hells 3 cm yang ia gunakan. Hal hasil membuatnya kehilangan keseimbangan dan..

     Ia tidak terjatuh. Seseorang menahannya yang lebih terlihat seperti memeluknya. Yang menyelamatkannya dari insiden itu. Orang itu tentu si tuan muda. Yang entah kapan sudah berjalan kearahnya. Merasakan pelukan itu, kehangatan itu, seperti menamparnya dengan kuat sehingga berhasil menyadarkannya dari situasi itu. Ia rasakan tubuhnya menjadi kaku. Dengan penuh usaha, ia menjauh dari tubuh itu, lalu berhati-hati menuruni box sialan itu. 

"Terimakasih." menunduk malu dengan sejumlah perasaan aneh yang tengah menggelutinya. Pria itu masih berdiri tepat dihadapannya.

"Hah." tawa pria itu. Yoona memberanikan diri untuk menatapnya.

"Oo? Wajahmu pucat sekali. " sadarnya ketika mendapatkan wajah pria itu yang pucat pasi. Dan juga.. "tuan, apa kau baru saja minum?" tanyanya. Anehnya, pria itu tidak menjawab perkataannya. Tetapi malah menatapnya lekat. "tuan.." raut wajah pria itu menjadi serius dan terus menatapnya. 

     Tatapan itu membuat Yoona merasakan sesuatu yang janggal. Tidak bisa seperti itu terus, ia menggerakkan kakinya untuk melangkah kesamping berniat menjaga jarak. Tidak terduga olehnya, pria itu dengan cepat maju selangkah mendekati Yoona diikuti kedua tangannya yang memegang kedua sisi rak buku--dengan dirinya yang berada tepat didalam dekapan itu. Terlalu dekat, Yoona menempelkan tubuhnya ke rak buku yang ada dibelakangnya, tapi tidak berhasil memberi ruang untuk jarak mereka.

"Kau, semudah itu kau meninggalkanku." ujar pria itu, menatap Yoona tajam. Yoona tak mampu berbuat apapun. Hanya membalas tatapan itu dengan sorot mata terbodoh. "dengan alasan yang tidak masuk akal itu, kau pikir aku bisa menerimanya?" airmata mengalir diwajah tampan itu. Sejenak Yoona seakan memahami sesuatu.

"Tuan, sepertinya kau sedang mabuk. Sebaiknya kau istirahat dan.." tidak bisa melanjutkan perkataannya dikarenakan pria itu tengah menyentuh wajahnya.

"Kau satu-satunya temanku, satu-satunya orang yang mengisi hari-hariku. Tapi, bagaimana bisa kau pergi begitu saja?" ucapnya dengan geram, penuh emosi. 

     Yoona mulai merasakan emosi itu, dan sedikit memahami situasi itu. 

"Kau pergi tanpa mengetahui perasaanku." pria itu membelai rambutnya. "maka itu, sebelum kau pergi meninggalkanku. Aku harusmengatakannya." ia semakin mengimpit tubuh Yoona. "saranghae. " bisiknya. 

Dugg!!! 

     Sesuatu membentur jantung gadis itu dengan kuat. Pernyataan itu menghambat saluran pernafasannya. Tubuhnya nyaris tak bergerak sedikitpun. Pria itu mulai bergerak lebih dekat. Mendekati wajah Yoona yang sudah diam kaku. Dapat gadis itu rasakan hembusan nafas pria itu. Menggelitik wajahnya dengan nakal. Dan sedetik itu, wajahnya mendadak panas membara. Ya, pria itu menciumnya.

     Entah mengapa, ada perasaan nyaman dengan ciuman itu. Tapi disisi lain, ia sadar bahwa semua perkataan pria itu bukanlah untuknya. Ditambah perlakuan pria itu menurutnya sudah sangat kelewatan. Sebuah keberanian timbul dari dalam dirinya. Dengan seluruh kekuatannya ia mendorong tubuh pria itu darinya lalu melayangkan sebuah buku yang masih tertinggal di genggamannya. Buku itu membentur wajah pria itu dengan keras.

     Pria itu terdiam seperti baru bangun dari mimpinya. Dan Yoona semakin mematung tidak menyangka ia akan melakukan itu. Ditambah kini sebuah darah mengalir di kening pria itu. Mendadak membuatnya khawatir bukan main. Ia berlarian kesana kemari guna mencari sesuatu. Dan setelah mendapatkan apa yang ia cari, ia kembali kehadapan pria itu yang ternyata masih berdiri disana , masih belum sadar dengan sempurna. Tanpa permisi, Yoona menempelkan sebuah plaster berwarna kuning pada kening pria itu.

"Maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf." terus mengucapkan kata maaf. Tapi pria itu tidak bereaksi apapun. Malah berjalan menuju kasurnya dan tumbang. Sepertinya ia tertidur. 

     Yoona menghela nafas dengan tenang. Apa yang sebenarnya terjadi padanya?  Pikirnya sembari membenarkan letak tidur pria itu. Disempatkannya untuk menyelimuti pria itu. Tanpa sadar ia memandangi wajah itu lama. Semakin lama membuatnya teringat pada ciuman itu. Tubuhnya mendadak merinding tak percaya. Segera ia pergi dari sana dan memilih pulang kerumah.

--

     Memanaskan sup yang ia simpan didalam lemari es. Mengeluarkan sedikit kimchi kiriman bibinya dari busan. Lalu menyantap makan malamnya dengan lahap. Disela itu, ia kembali teringat pada pekerjaan yang baru saja ia hadapi. Ia tersenyum pasrah. Memandangi rumah kecilnya yang juga sangat nyaman baginya. Memikirkan itu ia tetap merasa bersyukur.

"Eomma, apa kau lihat? Aku bahagia." gumamnya seraya memikirkan wajah ibunya. "tidak peduli bagaimana kehidupanku, aku tetap merasa bahagia. Sebab itu, kau harus tenang disana. Jangan cemaskan aku." dirinya menjadi semangat. Ia melanjutkan makan malamnya. Setelah membersihkan rumahnya sejenak, baru saja ia berbaring di atas kasurnya, dirinya sudah tertidur pulas.

--

     Duduk bersandar pada sandaran kasur. Melipatkan kaki hingga menempel ke dada. Memandangi foto yang ada ditangannya. Masih dengan matanya yang memerah. Tiba-tiba saja ponselnya berdering, baru ia ingat itu. Tadinya ia telah membanting ponselnya. Dilihatnya sesuatu diatas meja kerjanya menyala diiringi dengan suara getaran. Cepat-cepat ia melangkah guna meraih itu. Dilihatnya sebuah nama timbul dari layar ponselnya yang sudah retak itu. Mendadak membuatnya ingin melempar ponsel itu kembali. Tapi ketika itu, ia teringat akan sesuatu.

     Ia mendekap wajah gadis itu dan mencium gadis itu. Ia terus mengulang memori itu dan terus mengulang. Hingga ingatan itu berakhir tepat ketika ia sadari sesuatu menempel di keningnya. Ia melangkah cepat menghadap cermin. 

     Sebuah plaster berwarna kuning yang lucu. Mengiasi wajah tampannya. Wajah gadis itu kembali terngiang di pikirannya. Ketika gadis itu khawatir setelah melempar buku kepadanya. Disaat gadis itu berlari dengan cemas yang ternyata guna mendapatkan sebuah plaster. Ia mengingat raut wajah gadis itu ketika menempelkan plaster itu kepadanya. Merasakan perlakuan gadis itu yang membantunya membenarkan letak tidurnya. Juga ketika gadis itu menyelimutinya.

"Hoh! Ada apa denganku." seakan baru tersadar dari memori yang sangat memikat itu. Mendadak ia merasa panas. Ia kembali kekasur berniat untuk kembali tidur setelah terbangun tadinya. Foto itu terletak asal disamping bantal tidurnya. Ia terdiam sejenak sembari mengamati foto itu. Tersenyum kecut diiringi tawa tak senangnya. Tangannya dengan geram meremas foto itu, sedetik kemudian foto itu sudah terbang kelantai.

-

-

-

-

-

Continued..

-

-

-

-

-

(Baru dilanjut jika komentarnya sudah banyak)

-

-

-

-

-

Hi kakak-kakak..

Saya baru saja terbitkan novel.

Judulnya White Romance

Jika ingin tahu, bisa cek di instagram saya @hyull

Murah kok. Rp 78.000

Dan White Romance novel terbaik yang pernah saya buat.

Siapa tahu tertarik, bisa langsung diorder.

Maaci..

Next chapter