Talk show ini berakhir dengan sangat tidak menguntungkan bagi si Presenter muda itu. Ia terlihat kesal dan beberapa kali membentak kru TV sebagai bentuk pelampiasan. Sungguh, berakhir di luar kehendaknya.
"Kau cukup berani membuatnya marah", kata Vina.
Liong Tsue hanya tertawa, "Apa yang aku takutkan? Meskipun ada banyak orang yang mendukungnya, wanita seperti itu harus belajar menjaga mulutnya. Agar ia tahu mana beda gossip dan berita faktual. Jika ingin membuat gossip, buat saja pocast. Bukan begitu Tuan Immanuel?"
Kami kembali ke rumah, Vina tak banyak bicara. Luke memberitahu, bahwa beberapa orang memberikan respon cukup positif terhadap apa yang kami lakukan.
"Harusnya ini dapat membantu kita dalam memenangkan sengketa." Katanya. "Dan berharap ada beberpa orang baru mau mengambil alih saham yang anjok ini."
Waktu berjala dengan cepat, pengadilan memutuskan Georgia Snail bersalah karena berusaha membunuh Vina. Dengan ini, Vina akan tetap berstatus sebagai korban bukan tersangka.
Hansel sering mengunjungi Vina bersama kekasih barunya. Kulihat mereka cukup akrab. Ia bagus untuk Vina, setidaknya ia memiliki teman bukan?
Aku mencoba membuatnya untuk kembali bekerja agar dia lebih merasa dihargai, tapi ia menolaknya. Bahkan, Vina juga menolak untuk menerima beberpa wawancara penting. Ia tak lagi tertarik dengan semua ini. Bahkan saat keputusan pengadilan mengenai Sleep and See diputuskan, ia hanya menemaniku tanpa banyak bicara dan berkomentar.
Ia terlihat seperti wanita normal yang tak ingin ikut campur hiruk pikuk dunia. Ia menjadi jauh lebih kooperatif dan menjalani hidup dengan normal. Aku senang sekali. Luka-luka di lengannya benar-benar hilang dan hampir sempurna. Syukurlah, ini akan sangat baik untuk tubuhnya. Dokter itu benar-benar mengerti cara menyembuhkan seseorang. Ia tak berbohong.
Hari ini aku melihatnya sudah bangun pagi-pagi sekali sebelum aku pergi ke kantor. Ia terlihat cantik dan rapi seperti biasanya. Aku sempat menyapanya dan menciumnya sebelum pergi.
Di kantor, Angela memberitahu setelah Sleep and See terbukti tidak bersalah, namun orang-orang tertentu yang ada di dalamnya, beberpa orang datang dan menawarkan bantuan finansial. Kali ini mereka adalah orang-orang yang namanya bahkan tidak pernah diperhitungkan dalam dunia bisnis. Tapi orang-orang itu terlihat baik. Terlihat lebih rasional.
Setelah Moore membantuku mencari tahu semua rekam jejak mereka kami menyetujui untuk saling membantu dan bekerja sama. Kami berhasil menyelamatkan rumah sakit-rumah sakit kami. Tanpa melakukan pengurangan karyawan tentunya. Hanya mereka yang terlibat dalam Healing Trill baik langsung maupun tidak langsung yang diberhentikan dan mendapatkan pengadilan.
Berita-berita di TV mulai menunjukkan respon positif untuk perusahaan ini. Nyonya Trux Bell terancam hukuman mati karena ia adalah pencentus ide Healing Trill. Suaminya pun tak luput dari hukuman , ia ternacam hukuman seumur hidup karena tindakan sewanag-wenang dan korupsi yang ia lakukan.
Beberapa orang yang terlibat dalam pembunuhan langsung mendapat hukuman yang setimpal. Mulai dari penjara, pencabutan gelar dokter, hukuman seumur hidup hingga sanksi sosial. Tuan Budayana, kembali ke negaranya. Aku baru mengetahuui, malam itu Vina menemuinya. Tuan Budayana, meminta Vina meninggalkanku dan menikah dengannya. Tak disangka orang ini adalah seorang pengusahan besar di Indonesia. Ia menjanjikan semua asset yang dimilikinya jika Vina mau bersamanya.
Entah aku beruntung atau bagaimana, Vina menolaknya. Ku dengar, Vina bertemu pertama dengannya saat di pesawat menuju ke mari. Tuhan memang mempertemukan kita dengan orang-orang tak terduga. Tidak ada satu kebetulan pun terjadi tanpa maksud dan tujuan tertentu.
Sebelum kembali, aku mampir ke sebuah toko perhiasan. Aku ingat, aku belum membelikan cincin tunangan ataupun pernikahan baru. Ia hanya mendapatkan apa yang ada di dalam brankas.
"Kau ingin menghadiahkannya pada siapa Tuan?" tanya penjaga toko itu."Bukankah anda sudah menikah dengan Nona Ven?" tanyanya lagi.
"Benar ini untuknya." Jawabku singkat. Aku cukup mengenal pria ini dengan baik. Dulu, Georgia sering menghabiskan uang disini. Terkadang ia membeli barang diluar batas kartu kreditnya. Ini membuatku harus datang dan menyelesaikan pembayaran berkali-kali.
"Bagaimana jika yang ini?" tanya pria itu. "Ini hanya ada satu. Kulihat, Nyonya Venn bukan orang yang suka perhiasan mencolok dan motif biasa. Ini terlihat simple tapi siapapun setuju jika ini terlihat elegant."
Aku membayarnya dan kembali ke rumah. Kurasa, ini akan menjadi hadiah yang indah untuk Vina. Aku bergegas masuk ke kamar dan mendapati kamar itu kosong.
~Mungkin ia sedang berada di ruangan lain pikirku~
Aku menyimpan kotak cincin yang aku bawa dengan hati-hati agar Vina tak menemukannya. Ini harus menjadi kejutan. Selesai mandi aku turun ke bawah, aku masih tak melihat Vina. Aku mengeluarkan cincin dari kotaknya dan menyembunyikan di saku celanaku. Vina bukan tipe orang yang suka menggeledah, ia tak akan mencurigaiku.
Aku melihat Chef kami sebuk menyiapkan makan malam. Aku akan duduk dan menonton TV sambil menunggu semua siap. Aku mengganti chanel TV beberapa kali. Sebaiknya, bagaimana aku memberikan hadiah ini?
Meski mataku tertuju pada TV namun pikiranku melayang-layang. Apa yang novel-novel dan film-film romantis lakukan, agar hadiah ini berkesan?
Aku teringat foto intagram. Saat itu Vina melihat-lihat halaman intagram. Ia memberi like hampir ke semua foto yang ia lihat. Salah satunya, wine yang berisi cincin. Kurasa ini akan menjadi sesuatu yang ia sukai.
"Sandra, bisakan aku meminta segelas wine putih?"
Tak berapa lama ia membawakan apa yang kuminta. Sandra meletakkannya di mejaku.
"Kau, terlihat senang?" kata Sandra.
Aku terkejut. "Apa benar begitu?" tanyaku balik. Ia tak menjawab dan pergi.
Setelah Sandra pergi, aku diam-diam mengeluarkan cicin seharga mobil mewah yang tadi aku beli. Aku memasukanya perlahan ke gelas itu.
~Tidak buruk~
Hanya menunggu makan malam dan memberikannya pada Vina. Apa perlu kata-kata manis? Kurasa tidak. Vina tidak tertarik dengan pria bermulut manis seperti Hansel.
"Makan malam sudah siap" kata chef kami. Aku menoleh dan berdiri. Ia kembali ke dapur.
Tunggu, ada yang aneh.
"Sandra, mengapa hanya untuk satu orang?" tanyaku.
Sandra yang mendengar suaraku segera bergegas keluar dari ruangannya.
"Tentu saja, hanya kau yang akan makan." Jawabnya.
"Hanya aku?" tanyaku bingung. "Apa maksudmu?"
Sandra menoleh ke arah chef yang adalah suaminya dan menoleh kembali ke arahku.
"Mengapa kau tak menyiapkan makanan untuk Vina?"
Sandra mendekatiku. Ia menggeleng.
"Kau sudah lupa? Vina kembali ke Indonesia hari ini. Bukankah kau meminta Hildan mengantarnya ke Bandara siang tadi?"