Hari ini merupakan hari kesaktian pancasila. Dan Sma Yudistira tengah melakukan upacara untuk memperingatinya. Semua di wajibkan untuk ikut, dan Langit yang tadinya ingin membolos dari upacara yang membosankan ini lantas mengurungkan niatnya, melihat Ana yang menjadi pembawa bendera.
Bahkan semua menatap Langit aneh, cowok itu tidak biasanya baris paling depan. Meskipun penampilannya masih urakan setidaknya ia memakai topi dan dasi.
Ana begitu cantik, wajah yang di make up seperti anak paskibra cewek yang lain, dan juga memakai baju PDH berwarna putih dan rok span di atas lutut berwarna hitam serta topi paskibra. Ana juga memakai sepatu khusus paskibranya. Langit tersenyum melihat itu.
Sedangkan Ana, di kedua tangannya sudah ada bendera. Ia gugup, ini pertama kalinya ia mengibarkan bendera di Yudistira. Mata Ana menatap sekeliling, dan tak sengaja melihat Langit yang tersenyum kearah nya.
Dan Langit berkata hanya dengan gerakan bibir 'semangat'. Langit juga memberikan jempolnya. Ana malah bertambah gerogi, ia hanya membalasnya dengan anggukan kecil.
Rangkaian upacara terus berjalan hingga tiba di mana pengibaran bendera di mulai. Langit fokus menatap si pembawa bendera cantik itu. Begitu mempesona, Langit mengikuti Ana sampai pasukan paskibra kembali ke tempat setelah bendera berkibar.
Saat mata mereka bertemu Langit kembali tersenyum ke arah Ana, ia juga mengedipkan sebelah matanya membuat Ana memalingkan wajahnya malu.
Kemudian upacara selesai, Langit dengan cepat menghampiri Ana yang hendak melepas sarung tangan putihnya, namun Langit menahannya.
"Eh, Kak Langit ngapain?. "
Langit tersenyum, ia menepuk kepala Ana sekali. "hebat, "
"ma... Makasih. "
Langit mengangguk, ia mengeluarkan ponselnya dan meminta Anak paskibra yang lain untuk mengambil gambarnya dengan Ana.
Ana hanya menurut, ini kali pertama mereka berfoto. Dan semua itu di saksikan oleh seantero Yudistira. Mereka merasa tak rela jika most wanted Yudistira sudah sold out.
"Abis ini di hapus make up nya. Nanti ada yang suka, "
Ana mengangguk kaku. "i.. Iya, Kak. "
"Cantik banget pacar gue, " Katanya sambil berlalu. Sebelumnya Langit memeluk sekilas Ana. Semuanya di saksikan murid Yudistira karena Langit melakukannya di lapangan.
Ana?, dia sudah tersipu malu. Bahkan ia buru-buru pergi dari sana.
...
Suasana Kelas 11 Mipa 2, kelas Ana nampak gaduh. Guru biologi mereka sedang berhalangan hadir. Jadi, mereka tengah sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Dan Ana, ia baru saja memenangkan permainan UNO bersama beberapa temannya. Dan Ana memilih menyudahinya, lalu menghampiri Ambar yang tengah duduk di temptnya.
"Lagi ngapain sih?, serius banget?. " Ana duduk di samping Ambar.
"Anjay sumpah!, mantep banget!. "
Ana mengernyit bingung. "Apa sih?. " Ana mendekatkan wajahnya pada ponsel Ambar, ikut melihat apa yang cewek itu perhatikan sejak tadi.
"Gue lagi liat postingan Kak Langit, nih lo liat. " Ambar memberikan ponselnya pada Ana, dan Ana menatapnya ponsel Ambar sedikit terkejut.
Di sana Langit memposting foto mereka berdua saat Ana selesai mengibarkan bendera tadi. Di sana Langit merangkul Ana. Dengan menambahkan caption satu emoticon love berwarna merah.
Ana segera mengembalikan ponsel Ambar.
"Iri gue liatnya, kalian serasi banget sih. "
"Biasa aja, "
Ambar menatap curiga Ana. "lo udah suka juga kan sama Kak Langit?. Hayo ngaku lu maemunah!. "
Ana menggeleng tegas. "Nggak, Apasih. "
"Boong aja lu!, mana mungkin secara kalian udah sering bareng. "
Ana kembali menggeleng. "Nggak Ambar MONTOK. gue gak suka sama dia. "
Ambar mendengus. "Awas aje lu gue liat nangis-nangis gara-gara cemburu kak Langit di deketin cewek lain. "
"Biarin, lagian gue gak ada rasa. Monmaap!. "
"Gue liatin ya lu, Na. Bentar lagi juga lo bucinin dia. "
"Udah ah, ngaco aja lo. Ke kantin yuk?. "
Ambar melirik jam di ponselnya sekilas. "Ayo deh, traktir ya?. "
Ana melotot. "Dih!, Nggak lah. "
"Gue belum dapet pj dari lo btw. "
"Gue jadian aja di paksa ya btw. Udah ah!. "
...
Ana baru saja keluar dari toilet, dan ambar menunggu Ana di kantin. Soal ia yang tak di beri uang jajan, Ana masih memiliki simpanan. Setelah merapikan sedikit penampilannya Ana melangkah keluar, menyusul Ambar di kantin.
Ana mendengus saat melihat orang-orang menatapnya, bahkan Ana bisa mendengar mereka membicarakan hubungannya dengan Langit.
Saat Ana tengah berjalan seseorang menarik rambutnya membuat Ana menoleh galak.
"ih siapa sih?!." Raut wajah Ana berubah saat melihat siapa yang menariknya. Ana menggigit bibir bawahnya.
"Galak banget, " Langit mengacak rambut Ana.
"Jail kamu, " Ana melengos, jatung Ana deg-deg di perlakukan seperti itu. Rambut yang di acak-acak tapi hati yang berantakan.
Langit mengejar Ana, merangkul bahunya dengan santai. "Mau ke kantin?. "
"Iya, "
"Pulang sekolah mau jalan?. "
Ana menoleh lalu menggeleng. "Nggak deh, Kak. "
"Kenapa?, "
"Ng.. Ya.. Gapapa, gak mau aja. "
"Kalo gitu Aku yang ke rumah kamu. "
Ana menggeleng cepat, ia bahkan melepas rangkulan Langit. "Jangan, Kak!."
"Kenapa?, berani ngelarang?!. "
Ana gugup, Langit ini kan tidak bisa di lawan. Apapun harus terjadi jika Langit inginkan.
"Bu.. Bukan gitu, em.. Jangan deh pokoknya!. "
"Iya kenapa?!. "
"Pokoknya gak boleh, kalo kak Langit sampe dateng ke rumah aku bakal marah!. " setelah itu Ana pergi, membuat Langit penasaran dengan Ana. Apa yang cewek itu sembunyikan?.
...
"Malam ini kamu gak bakal dapet jatah makan!, mama gak izinin kamu keluar kamar!. Sana masuk!. " Mita berkata dengan marah. Ia menghukum Ana karena anak itu membantah saat ia ingin mengenalkannya ke rekan bisnis. Ana menolak itu karena dia merasa ini tidak bagus. Sepertinya ada maksud lain.
"Ma, kenapa aku harus ikut Mama dan ketemu rekan Mama?, biasanya juga nggak. "
Mita bersedekap dada. "Mama mau jodohin kamu, puas?!. "
Ana terkejut, ia menggeleng tegas. "Gak mau,Ma. Pokoknya gak mau!, Mama jahat!. " Ana berlari masuk ke dalam kamar dan menguncinya.
Di tepi kasur Ana menangis. Nasib nya benar-benar malang. Setelah ini apa ia akan menjadi istri dari rekan bisnis Mamanya?. Apa ia di jual?.
"Ma.. Yah...Ana kangen. " Kata Ana lirih. Ia menjatuhkan tubuhnya ke lantai, lalu memeluk lututnya.
"Kenapa Aku harus di perlakukan kayak gini, Ma, Yah?. Aku salah apa?. " Ana menangis terisak. Memukul dadanya beberapa kali. Sesak, selama ini ia begitu tersiksa hidup bersama mama tirinya.
Ana sempat berfikiran untuk kabur, toh ia memiliki harta yang banyak karena warisan Papanya jatuh ke tangan Ana. Tapi ada saja cara Mama tirinya itu untuk menahan hak Ana.
Tok tok tok
Ana terkejut saat mendengar pintu balkon kamarnya di ketuk. Ana berdiri, mengepalkan tangannya bersiap untuk meninju jika itu adalah maling.
Dengan langkah pelan Ana mendekati pintu, dan membukanya cepat serta meninju wajah orang itu dengan kilat.
"Anjiirrr!. "
Ana menutup mulutnya kaget, itu Langit. Dan Ana baru saja meninju pipi cowok itu.
Langit menatap Ana datar, dengan sorot mata tajam Langit mendorong Ana masuk ke kamarnya dan memojokan Ana di dinding. Langit juga mengurung Ana dengan kedua tangannya.
Ana gugup, jantungnya kembali maraton. Jarak di antara keduanya hampir tak ada.
"Kak... "cicit Ana.
"Maksudnya apa?!. " Tanya Langit tegas.
Ana menutup matanya sekilas, nafas Langit terasa di permukaan kulitnya.
"Ma.. Maaf gak sengaja, Kak. A.. Aku kira ta.. Tadi maling. "
"Lo gue hukum!. "
Langit membuat jarak luas dengan Ana. Ia bersedekap dada.
"Angkat satu kaki, " Titahnya.
"eh, "
"cepet!. "
Ana menurut ia mengangkat satu kakinya, Langit seram sekali jika marah seperti ini.
"Ini hukuman pertama karena lo udah nonjok gue, "
Ana hanya diam, ia menunduk takut. Bahkan Langit sudah mengubah panggilan menjadi Lo gue lagi.
Beberapa menit kemudian Keseimbangan Ana mulai oleng. Kakinya sudah pegal.
"Turunin, hukuman pertama selesai. " Kata Langit lalu ia duduk di tepi kasur Ana.
Ana menghela napasnya, namun jantungnya masih ketar-ketir karena ini baru hukuman pertama.
"Sini, duduk." Langit menepuk sebelahnya, dan Ana pun menurut. Ia duduk di sebelah Langit dengan tak nyaman.
"Kak Langit kenapa masuk?. "
"Tadi mau lewat gerbang depan, tapi di kunci udah manggil-manggil gak ada yang buka, jadi lewat sini. Kan kalo manjat gerbang nanti di kira maling. " Langit sudah melunak. Baru kali ini Langit tidak bisa marah lama-lama pada orang yang sudah berbuat seperti tadi kepadanya.
"tapi malah lewat balkon, kan sama aja kayak maling. " Ana cemberut, sebenarnya ia malu sekaligus takut ketahuan Mamanya.
"Mending lewat balkon, apalagi pas banget ternyata ini balkon kamar kamu. "
"Genit!,"
Langit berdeham, ia merubah raut wajahnya kembali datar. "Hukuman kedua, "
Ana menoleh takut. Ia menggigit bibir bawahnya.
"Am.. Ampun, Kak. "
"Suruh siapa nonjok tadi?, pokoknya di hukum. "
"Gak sengaja, aku kira maling. "
Langit menggeleng. "Gak ada pembelaan, hukuman kedua cium. "
Ana kaget, ia sontak menutup mulutnya dengan kedua tangan.
"Harus mau!, ini hukuman!. "
Ana menggeleng cepat.
"Di sini, pipi yang tadi kamu tonjok. " Langit menunjuk pipi kirinya.
"Gak mau ih kak!. " Ana melepas kedua tangannya, lalu menatap Langit kesal.
"Gak ada penolakan!, "
"ih gak mau titik!. "
Langit menarik kedua tangan Ana, membuat Ana panik. "Gue atau lo yang nyium?. "
Cup
Secepat kilat Ana mengecup pipi kiri Langit. Setelah itu ia menutup wajahnya malu. Sedangkan Langit tersenyum senang.
"good, Baby. "
"Udah sana pulang!, genit!. "
Langit terkekeh, ia menarik kedua tangan Ana kemudian ia genggam. "Jujur, tadi kamu nangis kan?. "
"eh, so tau!. "
"Gak usah boong!. Mau di hukum?. "
"gak mau!, orang gak nangis sih. " Ana menarik tangannya. "Udah sana pulang, nanti ketaun Mama. "
"Gapapa, biar di nikahin. "
Ana memukul paha Langit kesal. " Sana pulang!. "
"Iya nih, tapi sebelum itu.. "
"Apa genit?!. "
Cup
Langit mengecup kening Ana sekilas. Lalu ia berlari ke arah balkon. "Balkon jangan lupa di kunci!, dadah sayang!. "
Brak!
Langit menutup pintu balkon cepat. Dan Ana, ia sudah merah padam. Marah plus malu. Ana melempar bantal ke pintu balkon dengan kesal.
"GORILA SINTING!. "