Suasana markas malam ini nampak seperti biasanya. Ada yang sibuk mabar, makan, mengobrol dan bercanda dan Langit sendiri sedang sibuk mengelap samurai andalannya. Ini samurai yang selalu menemani Langit dalam setiap pertempuran. Langit mendapatkan ini dari italia.
"Bang, " Panggil Reksa, adik kelasnya.
Langit menoleh. "Kenapa?. "
"Royler ngajak tempur, Bang. " Katanya sambil menyerahkan ponselnya pada Langit di sana terdapat DM dari sang ketua Royler.
'Tantangan tempur!. Lapangan Bojag jam tujuh malem. Perihal: Reksa nyerempet anak Royler. "
Langit menatap Reksa. "Jelasin!. " Pintanya tegas auranya begitu tajam.
"Dia yang duluan, Bang. Dia mau kempesin ban gue pas pulang sekolah, makanya gue kejar dan dia jatoh pas gue pepet. "
Langit mengangguk, ia percaya perkataan Reksa, karena anggota Veliente tidak akan berdusta. Mereka sudah di pilih dan melakukan sumpah sebelum menjadi anggota. "Gue terima penjelasan lo, gue percaya. Lo boleh pergi. "
Kemudian Langit berdiri, meraih ikat kepalanya lalu ia pakai.
"Siap-siap kita tempur di bojag lawan Royler!. "
...
Langit berjalan paling depan, sambil menyeret samurainya persis seperti malaikat kematian. Cowok itu memimpin pasukan dengan gagah, Langit berhenti di depan ketua Royler.
"Anggota lo yang mulai, dia mau kempesin ban Reksa. " Katanya tegas.
Cakra, ketua Royler itu mengibaskan tangannya. "Reksa yang mepet anggota gue tiba-tiba, anggota lo yang salah!."
Langit menatap tajam Cakra. "Masih aja lo ngeles!."
"Bacot!."
Dan detik itu juga pertempuran di mulai. Tanpa takut Langit memainkan samurainya dengan lihai. Menghabiskan satu persatu musuhnya dengan sempurna.
Di belakang, Veliente juga sibuk melawan Royler. Lawan yang mudah bagi veliente, karena Royler belum pernah menang dari mereka.
Rantai yang di putar Cakra siap untuk di lempar, dan Langit segera menepis rantai itu dengan samurainya. Lengan Cakra terluka, dan Langit segera menendang dan menginjak tubuhnya hingga tak sadarkan diri.
"Nyari mati aja lo!. "
Setelah itu Langit menghapus darah dari hidungnya kasar dan mengkode kepada anggotanya untuk berhenti lewat tangannya.
...
Sedangkan Ana, malam ini ia baru saja di hukum oleh Mama tirinya. Pasalnya tadi Ana pulang terlalu sore sehabis dari markas.
Mengenai mama tirinya, dia menikah dengan Ayah Ana saat ia masih smp. Dan satu tahun lalu, Ayahnya meninggal. Dan mamanya bertambah seenaknya. Dari mulai memperlakukan Ana sebagai pembantu, tidak menginzinkan Ana memakai harta papanya dengan bebas dan masih banyak lagi aturan Mamanya.
Soal Ana yang berkata pada Langit ingin meminta izin pada Ayahnya terlebih dahulu itu hanya sebuah bentuk elakan. Karena Ayah Ana sudah tidak ada.
Berbeda dengan Diandra, saudara tiri Ana ini begitu di sayang. Ya mungkin karena dia anak kandung mamanya.
"Kamu kebanyakan pacaran jadi gini!, Mama udah bilang gak usah pacaran!. Pekerjaan rumah jadi terbengkalai!."
Ana menunduk. Ia menahan sakit akibat pukulan di lengannya menggunakan kemoceng.
"Ma, kan ada bibi. "Kata Ana pelan, takut.
Mita memberikan pukulan sekali lagi pada Ana. "Ya kamu juga bantuin bibi!, jangan cuma taunya pacaran aja!. "
Ana meringis. "Ma, Ana gak pacaran. "
"Bohong!, Mama pokoknya gak mau lagi ngeliat kamu pulang telat kalau bukan karena sekolah!. Jangan macem-macem kamu sama Mama!. Mama bisa lebih dari ini bahkan ngelakuin hal yang kamu gak nyangka!. " Mita berkata dengan marah, menatap penuh kebencian pada Ana.
"Besok Mama gak akan kasih kamu uang jajan!. Inget, walaupun warisan Papa kamu jatuh ke kamu. Mama gak akan biarin kamu nikmatin gitu aja!. " Mita memberi jeda. Ia menarik rambut Ana kasar.
Mita berdecih kasar. "Mama udah muak banget ngurus kamu!. Kamu bunuh diri Mama seneng banget rasanya!. " Mita melepasnya dengan kasar, lalu pergi.
Ana menangis, tubuhnya sakit tetapi hatinya jauh teriris. Ana segera masuk ke dalam kamarnya. Menguncinya lalu duduk di tepi kasur. Ia mengecek keadaan lengannya dan ternyata memar.
Ana menangis, ia meraih bingkai foto kedua orang tuanya ketika masih bersama. Ia rindu dengan Mama Papanya yang sudah kembali kepada tuhan duluan.
"Ma... Pa... Ana mau susul kalian. " Ana memeluk bingkai itu erat.
"Seandainya kalian ada, dan Papa waktu itu gak milih buat nikah sama dia. Mungkin Aku gak akan ngerasain kayak sekarang. Pa... Ma... Aku cape. "
...
Langit melempar jaket Veliente kebanggaannya ke sofa lalu ia duduk. Tak lama sang Oma datang dan duduk di samping Langit.
Langit ini hanya tinggal bersama Omanya di indonesia. Sedangkan kedua orangtua nya Dan kakak perempuan nya di italia.
"Kamu habis berantem kan?, " Oma menyentuh memar di wajah Langit.
"Sedikit, Oma. " Langit meraih tangan sang Oma di wajahnya lalu ia kecup.
"Kamu ini, Oma udah bilang jangan berantem. Kalian ini berantemin apa sih?. " Wajah Madona--Oma kesayangan Langit berubah kesal. Cucunya susah sekali di nasehati.
"Biasa, masalah cowok Oma gak akan paham. "
"Oma takut kamu kenapa-napa. Mau Oma lapor sama Mami kamu, hah?!. "
Langit segera menggeleng. "Jangan dong, Ma. Yang penting kan Langit gak parah. Cuma memar dikit, gak sakit sama sekali. "
Oma memutar bola matanya lalu memukul pelan bahu Langit. "Kamu ini bisa aja ngelesnya. Sudah sana istirahat. "
Langit tersenyum. "Laper, mau makan. "
"Kamu mandi nanti Oma suruh bibi angetin makanan. "
"Siap Oma cantik!. " Langit tertawa.
"Oh iya, Natala telfon Oma. Katanya kamu gak ada kabar. "
Wajah Langit berubah menegang. Mendengar Omanya menyebut nama tunangannya di italia itu. Langit tidak mencintai Natala, semuanya di paksa oleh Maminya. Langit tidak bisa membantah.
Apalagi orang italia yang sejak lama di gantungi label 'Putra Mama'. Mereka akan sangat menghormati seorang Ibu.
"Kamu masih rajin ngabarin tunangan kamu itu kan?. " Oma menatap Langit ragu. Madona tau Langit ini tidak mencintai tunangannya.
"Iya, nanti Langit telfon dia. "
Oma mengusap kepala Langit pelan. Ia tahu jika Langit tidak menyukai Natala. Tunangannya sejak tahun lalu itu. Tapi mau bagaimana lagi, Langit tidak akan membantah Maminya.
"Kamu coba buka hati dong, Mau gak mau lulus sekolah kalian bakal nikah. "
"Gak tau, Oma. "
Langit pernah ingin mencobanya, namun melihat kelakuan Natala di italia yang sudah keterlaluan dan juga tak pantas Langit jadi hilang respect. Otak dan hatinya menolak Natala hadir.
"Oma tau kamu gak akan berani membantah Mami kamu, gak ada cara lain selain kamu coba nerima Natala. "
Langit menghela napasnya, hatinya benar-benar menolak Natala. "Langit mandi dulu ya, Oma?. "
Madona mengangguk, menepuk pipi Langit beberapa kali.
"Nanti Oma suruh bibi antar makanan ke kamar kamu. "
Langit mengangguk. "Good night, Oma. Selamat istirahat, sweer dreams. " Langit terkekeh lalu pergi menuju kamarnya.