webnovel

Skills Master - The Original Skills

Mengisahkan tentang seorang pemuda bernama Elliot yang baru saja menyadari bahwa dirinya bukanlah manusia biasa. Ada semacam kekuatan tak masuk akal yang ternyata dimiliki tanpa dia sadari sebelumnya. Kekuatan yang mampu membuat hal yang mustahil menjadi mungkin. Kekuatan yang mampu membuatnya menciptakan sebuah keajaiban hingga sanggup mengubah masa depannya dan orang-orang di sekitarnya. Kekuatan istimewa seperti apakah yang dimiliki Elliot dan segelintir orang tersebut? Temukan jawabannya dalam kisah ini serta ikuti petualangan Elliot bersama teman-temannya yang penuh dengan kejadian tak masuk akal, namun benar-benar menimpa mereka.

Ellakor · Fantasy
Not enough ratings
274 Chs

Ternyata Dia Pelakunya

Aku sedang berjalan di lorong sekolah, lorong ini akan menghubungkan dengan kelas-kelas paling tinggi di sekolahku. Aku mengatakan itu karena kelas-kelas itu adalah kekuasaan para senior kami. Yaah, ini adalah kawasan kelas 3. Banyak pasang mata yang memperhatikanku. Aku bisa mengerti kenapa mereka menatapku seperti itu, karena sebelumnya tidak pernah ada murid kelas 2 atau kelas 1 yang berani memasuki area ini. Di sekolahku sistem senioritasnya memang sangat kuat. Murid kelas 3 selalu ingin dihormati oleh adik kelas. Mereka juga sering menindas adik kelas, yang menurut mereka sudah bersikap tidak sopan kepada mereka. Aku sangat muak melihat tingkah laku para murid kelas 3 yang merasa sok berkuasa itu, dan perasaan muakku bertambah besar setelah mengetahui para guru pun tidak bisa menghilangkan sistem senioritas ini dan mereka tetap diam walaupun banyak murid kelas 2 dan 1 yang masih ditindas para seniornya.

Aku akhirnya tiba di kelas yang menjadi tujuanku. Aku masuk ke kelas itu dan mendekati seorang gadis yang sedang duduk di salah satu kursi yang ada di sana.

"Ho, Elliot. Aku benar-benar terkejut melihatmu di sini. Apa kau sengaja datang ke sini untuk menemuiku? Aku benar-benar tersanjung."

Gadis ini bernama Rika, aku ingat betul dia pernah mendekatiku dan bahkan mengatakan kalau dia menyukaiku. Aku merasa kalau gadis ini benar-benar tidak tahu malu, aku yakin semua orang pun akan merasa seperti itu. Bagaimana tidak? Dia berani menyatakan cinta di depan banyak orang pada pria yang satu tahun lebih muda darinya. Sekitar 2 minggu yang lalu, dia datang ke kelasku dan menyatakan cinta padaku, padahal beberapa teman sekelasku berada di sana. Aku memang sempat salut dan kagum dengan keberaniannya, aku belum tentu bisa melakukan hal seperti itu. Tapi rasa salut dan kagumku hilang setelah aku mendengar perkataannya waktu itu. Setelah menyatakan cinta, aku berbicara berdua dengannya dan aku menolaknya secara halus. Tapi sepertinya dia sangat marah karena penolakanku.

"Kau berani menolakku? Aku adalah idola di sekolah ini, bahkan banyak pria yang menginginkan aku, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang aku terima. Aku merupakan gadis tercantik di sekolah ini, aku yakin kau tahu itu, kan? Dan kau, berani sekali kau menolakku! Kau pikir aku akan diam saja dipermalukan seperti ini. Kau tidak tahu siapa aku, kan? Aku pasti membalasnya! Mungkin saja bukan kau yang akan menerima pembalasanku, tapi aku akan membalasnya, melalui seseorang yang sangat penting untukmu, aku akan membuatmu merasakan sakit hati yang aku rasakan ini!!!"

Itulah ancamannya padaku. Aku akui dia memang sangat cantik dan semua yang dia katakan itu memang benar. Dia adalah idola sekolah kami, ah tidak ... bisa dibilang dia adalah primadona sekolah kami. Hampir semua pria di sekolahku tertarik dengannya, tidak terkecuali denganku. Sebenarnya aku pun merasa senang setiap kali melihat wajahnya. Tapi hal yang aku rasakan itu hanyalah sekedar rasa kagum, bukan berarti kecantikannya itu membuatku harus menerima pernyataan cintanya. Sejujurnya untuk saat ini aku sama sekali tidak tertarik ataupun berniat menjalin hubungan dengan seorang gadis, bahkan dengan gadis tercantik di sekolahku sekalipun. Bukan berarti aku tidak tertarik pada kecantikan gadis ini, tapi aku menolaknya karena aku tidak ingin direpotkan oleh sesuatu yang tidak penting yang dinamakan cinta, ya setidaknya untuk saat ini. Aku juga sering tanpa sengaja melihat dia sedang memperhatikan aku dan Emily. Tatapannya yang penuh kebencian itu, tidak mungkin bisa kulupakan.

Aku sangat yakin dialah yang telah melakukan hal kejam itu kepada Emily kemarin. Itulah alasan aku datang ke kelas ini untuk membuat perhitungan dengannya. Akan aku pastikan dia tidak akan pernah berani menyentuh apalagi menyakiti Emily lagi. Aku pun menanggapi pertanyaannya tadi, "Kau kan yang telah mengurung Emily kemarin?"

Dengan raut wajahnya yang setengah mengejek, dia menimpali perkataanku, "Mengurung? Emily? Siapa Emily? Bahkan aku tidak mengenalnya. Ah, tunggu ... sepertinya aku mulai mengingatnya. Dia itu gadis jelek dan bodoh yang selalu bersamamu itu, kan?" Dia lalu tertawa terpingkal-pingkal seolah puas sudah menjelek-jelekan Emily. Dan hal ini membuatku semakin yakin memang dia yang sudah membully Emily kemarin, melakukan tindakan kejam dengan mengurung Emily dan menelanjanginya.

"Jadi memang benar kau yang telah mengurungnya kemarin?"

"Memangnya kenapa kalau aku yang melakukannya?" ucapannya terdengar menantang.

Kemarahanku benar-benar sudah mendidih di atas ubun-ubunku. "KAU ... BERANINYA KAU MELAKUKAN ITU PADA EMILY?!" Aku berteriak padanya, tapi ekspresinya masih menyebalkan seperti sebelumnya.

"Iya memang benar akulah yang melakukannya, biar aku ceritakan padamu apa yang terjadi kemarin. Aku dan beberapa orang temanku mulai melepas pakaiannya dengan paksa satu demi satu, hingga kami hanya menyisakaaaan ... yaah, kau tahulah. Aku yakin kau melihatnya kan, Elliot? Ekspresi memohonnya dengan berlinang air mata waktu itu benar-benar terlihat lucu. Hah, aku menyesal kenapa tidak memotretnya kemarin. Kalau saja aku mengambil fotonya kemarin, aku bisa memperlihatkannya sekarang padamu. Wajah terluka dari gadismu itu ... hahahaha ... Oh, iya. Aku juga ingat dia terus memanggil namamu 'Elliot ... Elliot tolong aku', itu terlihat sangat memuakkan. Aku sedikit kecewa karena kau berhasil menemukannya, padahal aku berharap semalaman dia berada di ruangan itu dan baru ditemukan besoknya ketika ruangan itu akan digunakan untuk praktek. Pasti akan lebih bagus kalau banyak mata yang menyaksikan penampilannya yang memalukan itu."

Aku sudah tidak sanggup menahan amarahku lagi. Aku menarik tangan Rika yang sedang duduk di kursinya, lalu aku mendorongnya dengan keras ke dinding. Aku menahan tubuhnya di dinding itu dengan kedua tanganku yang mencengkeram erat pundaknya.

"Kau benar-benar bukan manusia, karena kalau kau manusia tidak mungkin kau tega melakukan hal sekejam itu, bahkan kau menikmati kekejamanmu itu tanpa sedikit pun merasa bersalah." Aku sangat marah, hingga aku nyaris menamparnya, tapi aku mengurungkan niat itu. Aku tidak akan sanggup memukul seorang gadis, sekalipun itu orang kejam seperti gadis ini.

"Untuk kali ini ... hanya untuk kali ini saja, aku akan memaafkanmu, tapi kalau sampai kau berani menyentuh, apalagi menyakiti Emily lagi. Aku bersumpah, aku tidak akan peduli lagi sekalipun kau seorang wanita, aku pasti akan menghajarmu. Apa kau tahu, aku bisa saja menjebloskanmu ke penjara saat ini, apalagi kau telah mengakui kejahatanmu di depan banyak orang seperti ini. Sangat mudah untuk bisa mengirimmu ke dalam penjara detik ini juga, tapi aku tidak akan melakukannya. Aku akan memberimu satu kali lagi kesempatan. Aku masih percaya kalau kau ini manusia dan buatlah aku tidak menyesal karena telah memberimu kepercayaan ini. Tunjukan padaku kalau kau masih layak dianggap sebagai manusia yang masih punya hati dan akal sehat. KAU PAHAM, KAN?" Lalu dia menjawabnya hanya dengan sebuah anggukan, dari raut wajahnya terlihat dia ketakutan setelah melihat reaksiku dan mendengar ancamanku.

Setelah melampiaskan semua amarahku, aku pun melepaskan cengkeraman tanganku yang kuat padanya. Sepertinya cengkeraman tanganku itu cukup menyakitinya, terlihat dari raut wajahnya yang merintih kesakitan. Aku menyadari banyak orang yang menyaksikan kami saat itu. Tapi aku tidak mempedulikan mereka, aku menjauh dari tubuhnya, lalu mendekati mejanya. Aku membanting kursi yang tadi diduduki Rika. Setelah itu, aku pun pergi dari tempat itu, meninggalkan pandangan begitu banyak murid kelas 3 yang berkumpul di sana.

Tapi sepertinya perbuatanku itu membuahkan hasil, karena beberapa hari kemudian, Rika datang ke kelasku dan meminta maaf padaku dan Emily. Seperti yang telah aku duga, Emily dengan mudahnya memaafkan Rika, padahal dia sudah memperlakukannya dengan sangat kejam. Aku benar-benar salut dengan kebaikan hati Emily. Setidaknya hal ini membuatku tenang, karena aku rasa Rika tidak mungkin berani menyakiti Emily lagi.