Hari ini Darwin tidak perlu membuatkan minuman untuk tamunya. Hari ini adalah jadwal housekeeper membersihkan rumah jadi Darwin sekalian meminta kaos kiper untuk memesan minuman jus segar dari cafe yang berada di pintu masuk perumahan.
Via duduk di sofa dengan tidak relax. Punggungnya sedikit melengkung kedua tangan menyentuh wajah beberapa kali dia sepertinya sangat tidak nyaman berada di rumah Darwin menunggu Darwin berganti pakaian.
"Silakan nona minumannya." Bekerja di rumah Darwin mempersilahkan via untuk mencicipi minuman segar dalam botol yang berembun. Udara hari ini cukup panas dan dia tadi menunggu Darwin cukup lama di pos jaga depan. Sebenarnya dia sangat haus saat ini tapi dia tidak mau mengambil kesempatan ini karena tujuan dia ke sini adalah untuk mendapatkan sim card. Jadi dia akan fokus dengan tujuannya saja.
Suara langkah kaki menuruni anak tangga. Sepertinya itu langkah kaki Darwin karena kamarnya berada di lantai dua.
Si Ibu pelayan rumah menoleh ke arah tangga dan melihat tungkai kaki Darwin yang mengenakan pakaian santai celana pendek dan sendal karet. "Tuan muda sudah selesai ganti pakaian jadi saya akan meninggalkan nona." Katanya sopan dengan raut wajah ramah. Dia menoleh pada Darwin yang menyimpan kedua telapak tangan di saku celana.
"Tuan, saya akan membersihkan rumah bagian luar bersama asisten saya. Tuan masih memerlukan saya silakan telepon saya. Saya sudah belikan minuman segar seperti yang Tuan inginkan. Saya juga menyimpan beberapa makanan olahan di kulkas. Katanya Tuhan pengen makan olahan ikan air tawar. Saya membawakan beberapa potong ikan dari Empang sendiri. Saya jamin rasanya masih segar dan manis." Ujarnya kepada Darwin dengan wajah ceria sama seperti sebelumnya saat dia berbicara dengan Via.
"Makasih banyak bi." Meskipun jawaban Darwin terdengar singkat tapi senyuman di bibirnya tampak begitu membekas panjang.
Sambil membawa beberapa peralatan kebersihan, wanita yang dipanggil bibi itu bersiap meninggalkan ruang tamu. Sambil melangkahkan kaki Dia menepuk bahu Darwin pelan posisi mereka sudah saling berhadap-hadapan dan sangat dekat. "Jangan terlalu banyak begadang apalagi banyak pikiran. Hidup hanya sekali jangan lupa untuk dinikmati."
Mendengar nasehat dari bibi itu membuat kepala Via ikut tertegak. Dia kagum dengan hubungan Darwin dan bibi pelayan itu sepertinya Mereka terlihat sangat akrab.
Sepeninggalan bibi pelayan Darwin menoleh pada minuman di meja yang sudah membuat genangan kecil di meja kaca itu. "Minum." Kata Darwin menawari via dengan singkat.
Sambil mengedikkan bahu ringan, via menganggukkan kepalanya perlahan-lahan. "Thanks, tapi aku enggak bisa lama-lama di sini soalnya jarak rumah kamu ke rumahku cukup jauh. Jadi aku langsung saja ke tujuan utama aku–"
Belum selesai kalimat via Darwin sudah memotong. "Jangan terburu-buru seperti itu dong. Emangnya dimana rumahmu dan sejauh apa. Aku masih punya 4 mobil di basement. Kalau memang masih kurang cepat. Helipad orang tuaku juga ada, meskipun aku belum punya lisensi untuk mengendarai sendiri aku bisa panggil kapten ke sini."
Mendengarkan ucapan Darwin membuat tertawa sinis. Bukannya dia tidak percaya dengan ucapan Darwin. dia tahu kalau Darwin itu sangat kaya, Ruth sudah sering bercerita status keuangan keluarga Darwin yang sungguh melewati batas jangkauan orang pada umumnya.
"Kenapa?" Darwin bertanya melihat Via tidak menyentuh minuman yang dia tawarkan sambil mengambil tempat duduk di samping Via, tidak begitu dekat tapi juga cukup dekat.
Sambil mengawasi rambutnya yang dibiarkan jatuh ke dahi, dia tidak mengangkat style rambut ke atas seperti biasanya, sehingga wajah dan tampilan santai ini malah tampak lebih tampan dan menarik. "Ga usah takut dan mikir yang aneh aneh." Dia mengganti posisi duduk, menarik punggung seperti via yang tak nyaman, dia menaruh ujung lengan pada lutut. "Aku ga kasih apa apa ko keminuman kamu. Kan bibi beli ke luar. Aku sengaja minta minuman dari luar takut kamu merasa sungkan atau malah berpikiran negatif ke aku."
Via mendelikkan matanya pada Darwin. "Ga ada tuh. Kalau kamu ngomong begini malah sekarang aku baru bisa mikir kesitu. Atau jangan-jangan kamu memang berpikiran negatif ke aku?"
Tudingan Via membuat Darwin gagap. Ya jujur saja dia sempat berpikiran negatif tentang Via karena terlalu memihak Ruth. "E-ga ko. Aku ga mikir apa apa sih." Mukanya yang aneh tampak ga bisa bohong.
Via berdecak melihat gelagat aneh Darwin. "Aku sih bodoh amat ya sama kamu tapi SIM card ku itu penting, jadi tolonglah kasihin ke aku." Suara Via berubah memelas dengan menangkupkan kedua telapak tangan ke Darwin seakan dia menjadi peminta-minta yang minta belas kasihan.
Darwin menautkan alis melihat telapak tangan Via, lalu dia tertawa kecil, baginya tingkah Via lucu. "Apa sih. Aku ga pakai hp kamu. Nih!" Darwin menarik dari saku celana, hendak memberikan pada telapak tangan Via. Dia bisa melihat wajah bahagia Via.
Ponsel di tangan Darwin hampir menyentuh telapak tangan Via tapi sedetik kemudian Darwin melemparkan ponsel itu ke udara dan hap! Dia menangkap ponsel itu, tingkahnya membuat ekspresi bahagia Via berubah gelap.
"Tunggu dulu deh. Ponsel ini akan aku kasih ke kamu tapi aku mau kamu ceritakan dengan jujur gimana caranya ponsel ini ada di tangan kamu sedangkan beberapa hal yang familiar buat aku ada di ponsel ini. Kamu ga mungkin beli ponsel ini dengan semua sampah di dalamnya kan?" Selidik Darwin dengan wajah serius, dia mencondongkan sedikit wajahnya ke arah Via sambil sesekali ekor matanya melirik ponsel di genggamannya.
Via menarik badannya, menjaga jarak antara mereka berdua. "Kamu tanya sama Ruth aja deh. Aku juga ga akan maksa kamu kasih hp itu. Aku cuma butuh sim nya. Tapi kalau itu sulit ya udah aku nyerah. Aku mau pulang!" Via mengangkat kedua tangan santai dengan wajah tenang, meski kecewa dia ga mau memaksa Darwin lagipula dia ga punya banyak waktu untuk meladeni Darwin. Lebih baik menghindar, itulah kamus Via.
"Loh?" Malah Darwin yang kaget melihat respons santai Via. Ga gini harusnya. Darwin menyusul Via yang berdiri dan bersiap meninggalkan ruang tamu berukuran luas ini.
"Tu-tunggu dulu!" Dengan cepat Darwin mencoba menghentikan Via, tak sengaja dia menarik tas Via membuat pundak gadis itu tertarik kencang dan tubuhnya oleng ke belakang.
Nyaris menabrak meja kaca dengan minuman yang sudah tidak dingin lagi membuat Via memejamkan mata, ah pasti dia akan cedera punggung, pikirnya tapi ketika dia membuka mata ternyata tidak ada rasa sakit sama sekali melainkan ada rasa hangat yang menjalar di pundak hingga ke pinggangnya.
"Kamu ga papa?" Tanya Darwin dengan wajah cemas.
Via membuka mata perlahan dan wajah Darwin yang tampan dengan darah campuran itu tampak begitu nyata. Tak sadar via menelan ludah, dia juga bisa merasakan otot kuat lengan Darwin yang menopang tubuhnya.
Darwin sendiri jadi gugup dan panik, dia ga ada niat untuk melukai Via tapi hoir saja dia membuat kesalahan besar. Tangkapan tangannya tidak meleset dan bisa menopang tubuh Via ke dalam pelukannya tapi rambut panjang yang tergerai dan kacamata yang terlempar membuat Darwin sadar kalau Via sangat cantik tanpa polesan make up sedikitpun.
Ga, ini ga boleh nih kaya gini!
"Maaf!" Darwin segera melepaskan Via.
Via langsung berdiri dan menjauh dari Darwin. Keduanya tampak kikuk dengan wajah merona merah.
"Aku pulang!" Kata Via tanpa menoleh dan melangkahkan kaki cepat yang tampak seperti langkah robot.
"Be, bentar!" Darwin masih harus menghentikan Via, dia mencoba menyusul Via sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia salah tingkah dan bingung. "Aku, aku akan antar kamu!" Katanya lagi.
Ah mau mati rasanya menghadapi perasaan canggung, kikuk dan malu, perasaan seperti ini mengingatkan Darwin ketika dia baru berpacaran dengan Ruth. Tunggu, Darwin merasa ada yang salah dengan kepalanya.
"Via. Via! Ayo ngobrol sebentar aja." Via tak mempedulikan Darwin dan mulai menuruni anak tangga teras rumah Darwin. "Aku mohon…"
Suara lemah Darwin membuat Via tak lanjut melangkah, dia menajamkan mata dengan wajah kesal. Ah sialan! Kenapa harus berurusan dengan pacar sahabat sendiri! Dia mendesis kesal dalam hati, jujur saja, Darwin itu memang pria yang membuat Via penasaran setengah mati karena Ruth menaruh sosok Darwin seakan misteri, dan sekarang dia bertemu dengan Darwin yang selama ini dibodohi oleh Ruth, ada rasa kasihan, kesal yang membuat dia tak bisa mengabaikan Darwin begitu saja.
"Tapi. Cuma lima menit!" Via luluh juga deh.
Darwin tersenyum lebar. Dia benar-benar bahagia dengan ucapan Via, dia tampak sedikit melompat seperti anak kecil. "Kalau bisa dibayar aku bayar waktumu. Masa lima menit, setengah jam ya?" Darwin kembali menggoda Via.
Via mengurut dahinya dan semakin kesal, dalam hati dia membatin. Darwin imut dan menggemaskan begini kenapa bisa jadi keledainya Ruth, ah sayang banget! Via menggelengkan kepala lagi.
"Tapi janji balikin sim card ya!" Katanya mengancam lalu tersenyum. Ih rasanya dia mau langsung kembali menaiki anak tangga melihat Darwin mengangguk cepat.
Sayangnya Ruth lebih dulu bertemu Darwin sih.