webnovel

Silver Dynasty | Dinasti Perak

Pangeran Akasha. Jelmaan Pasyu. Pasukan Hitam. Entitas tak tampak : Mandhakarma yang keji. Tetiba dunia jungkir balik di hadapan Silva yang sedang berjuang mengatasi hidupnya yang kacau balau. Setelah 11.000 ribu tahun dunia dihancurkan tiga wangsa yang berseteru, hanya dua bulan waktu yang tersisa memecahkan mantra kuno milik Wangsa Akasha dan Pasyu! ______ Ribuan tahun silam, dunia dipimpin empat Wangsa Akasha yang sakti dan empat Wangsa Pasyu yang perkasa. Milind, panglima muda yang tampan dan ulung dari Akasha, mengawal kejayaan wangsa bersama tujuh pemimpin lainnya. Kehidupan damai penuh pesona, limpahan kekayaan dan kehidupan penuh martabat. Kecuali, bagi Wangsa Ketiga, budak Nistalit yang terpaksa menghamba. Kehidupan tetiba berdiri di jurang kemusnahan ketika Mandhakarma, kekuatan Gelombang Hitam, menyapu wilayah Akasha dan Pasyu dengan ganas. Satu-satunya penyelamat kejayaan para wangsa adalah unsur perak yang hanya dapat ditambang oleh para Nistalit. Nami, seorang budak perempuan Nistalit, menjadi tumpuan wangsa ketika keahliannya diperlukan untuk menemukan unsur perak. Hanya ada dua pilihan : memperbaiki hubungan dengan Nistalit ataukah membiarkan dunia dikuasai Mandhakarma. Ketika sebagian Akasha dan Pasyu terpaksa menjalin kerjasama dengan Nistalit, mereka memelajari hal-hal indah yang belum pernah dikenal sebelumnya : cinta dan harapan di tengah-tengah derita dan pengorbanan. Mandhakarma dan sekutunya, tak ingin membiarkan ketiga wangsa menguasai dunia; tidak di masa dahulu, tidak juga di masa kini. Perak, sebagai senjata pamungkas, tetiba menyusut dengan cepat justru ketika manusia sangat membutuhkannya. Sekali lagi, ketiga wangsa diuji untuk mempertahankan dunia dengan cara yang pernah mereka lakukan ratusan abad yang silam. ______ Cara membaca : ●Judul : kisah ribuan tahun silam Judul ( tanpa tanda ● di depan) : kisah di masa kini

lux_aeterna2022 · Fantasy
Not enough ratings
279 Chs

●Serbuk Dewangga

Seharusnya, ia tak pernah melarikan diri dari Giriya.

Tak pernah menyusuri gua bawah tanah yang menghubungkan dengan sungai Gangika. Mungkin kehidupan akan jauh lebih tenang dan tak bergejolak. Seharusnya, ia tetap bersama Jalma dan tak pernah bermimpi lebih.

Seringkali Nami bertanya-tanya, apakah ia telah sampai pada akhir mimpinya untuk terlepas dari jerat nestapa? Setiap hari adalah pertarunga hidup dan mati. Setiap hari, nasib hidupnya berpindah dari keinginan Akasha yang satu dengan yang lain. Pasyu pun tak memperlakukan Nistalit lebih baik. Ia harus tunduk pada keinginan dan kehendak para wangsa yang berkuasa.

"Mahatarundara," bisik seorang Nistalit yang meregang nyawa dalam pertempuran mengejar bongkahan cemerlang. "Nistalit harus memilikinya…"

Nami melihat beberapa Nistalit terkapar tak bernyawa. Entah sebab cambuk kuncup bunga, atau bayangan hitam membunuh mereka dalam perburuan Berlian Surga. Ia tak selalu punya kuasa untuk menolong, sekedar membantu yang terjatuh, akan dilakukan. Namun kedudukan dan kekuasaannya sebagai prajurit Nistalit, tak cukup kuat untuk menolong setiap budak.

Mahatarundara, kata Nistalit. Poorva auriga, kata Akasha. Mengapa ia diperintahkan mengejar tapi Nistalit tak boleh memilikinya?

"Pusatkan perhatianmu, Nistalit!" tegur sebuah suara dingin.

Nami terhenyak. Pikirannya tak tentu arah.

Milind, Jawar dan Sindu tiba di tempat yang ditunjukkan Nami. Gadis itu melangkah ke arah sebuah gundukan yang tampak seperti semak-semak. Membongkarnya. Sebuah batu hitam cemerlang terlindung dalam kain gelap berserat yang kuat.

Kedua hulubalang saling berpandangan sejenak.

"Bawa ke bilik rahasia Girimba," perintah Milind.

Jawar memberi hormat, "Pandhita Garanggati memerintahkan agar dibawa ke Giriwana."

Milind menatap Jawar tajam.

"Tak masalah di Girimba atau Giriwana," Sindu berkata, memberi hormat kepada Milind. "Paduka Vanantara hanya ingin bongkahan ini aman. Nami? Menurutmu di mana?"

Nami tampak berpikir. Selain bongkahan Berlian Surga, serbuk hijau juga mengganggu pikirannya. Manakah yang memiliki pengkhianat? Girimba atau Giriwana? Di mana ada pengkhianat, bongkahan Berlian Surga tak akan aman.

Nami terpikir sebuah tempat.

Sindu dan Jawar tak perlu tahu, tapi Milind pasti mengetahuinya.

❄️💫❄️

"Milind!" sebuah suara terdengar lega. "Mengapa tiap kali khawatir memikirkanmu, kau seringkali datang dalam keadaan baik-baik saja."

Milind tersenyum, menepuk hangat bahu Gosha. Di dunia ini, tak ada yang mampu membuatnya cepat tersenyum dan tertawa selain dirinya.

"Kau bersama Nami?" bisik Gosha penuh selidik, demi dilihatnya dua sosok yang sangat dikenalnya beriringan.

Wajah Milind dan Nami terlihat tegang.

"Ada tugas penting dari Pandhita Garanggati dan Raja Vanantara. Wanawa membutuhkanmu," Milind memohon.

"Demi Jagad Aswa dan Wanawa!" Gosha menggerutu. "Kau selalu rendah hati seperti ini, membuatku tak enak hati. Katakan, ada apa!"

Milind berkata hati-hati bahwa ia membutuhkan kesaktian Gosha untuk mengawal bongkahan Berlian Surga. Girimba dan Giriwana bukan pilihan terbaik saat ini. Kalau pun di Girimba, harus dalam pengawasan pihak paling terpercaya.

"Milind," Gosha berkata nyaris berbisik, "tempat ini terbuka untukmu. Tapi kau harus menemui dulu tamu rahasiaku."

Milind mengerutkan kening.

"Kavra datang diam-diam ke mari," bisik Gosha di telinga Milind.

Mata Milind membundar, "Kavra?"

"Ia membawa pesan untukmu atas permintaan Nami."

Garis mulut Milind seketika terkatup kaku.

Gosha tampak terkejut melihat tanggapannya. Demi melihat rahang Milind mengeras, Gosha berkata lembut.

"Aku akan menyiapkan ruang rahasia terbaik untuk pertemuan kalian," bisik Gosha lagi. "Kau tetap di sini. Aku akan cepat!"

Gosha segera lenyap ke tengah benteng Aswa di Girimba.

Milind berbalik ke arah Nami, yang tertegak membisu mendengar sekilas bisikan Gosha.

"Kau bertemu Panglima Kavra diam-diam?!" suara Milind tajam menuduh.

Nami tak mengiyakan, tak menolak. Hanya menunduk menarik napas panjang.

Milind menggenggam erat buku-buku jari tangannya, menahan kemarahan yang telah berlapis bertumpuk sekian lama. Berita-berita burung. Kejadian di belakang punggung. Ketidak percayaan Vanantara dan Garanggati, bahkan pada panglimanya sendiri. Kesedihan Yami dan Nisha, para hulubalang yang seolah membuat gerakan bayangan tanpa diketahui. Bagaikan bertumpu semua bara lelah dan murka pada satu sosok di hadapannya yang tampak siap menerima sumpah serapah.

"Aku tak peduli apapun yang terjadi padamu, Nistalit," gumam Milind dingin. "Aku sama sekali tak peduli apakah kau menjadi selir Raja Vanantara ataukah selir Panglima Kavra!"

Nami terpana, tak percaya mendengar kalimat tersebut.

Budak, sampah, tak pantas hidup, makhluk rendah. Semua sudah biasa terselip pada sosok Nistalit. Pandangan Yami, Nisha dan Milind yang selalu menyudutkan belakangan ini. Tapi kalimat terakhir yang diucapkan Milind, bagai panah yang melesat cepat menembus bagian tersembunyi dari dirinya. Membelah keyakinannya. Menghancurkan kebanggaannya sebagai seorang prajurit Nistalit yang berharap hidup lebih terhormat dari hanya menjadi budak.

"Bertemu panglima Gangika untuk kepentinganmu dan pada akhirnya melibatkanku," pandangan dan kalimat Milind bagai belati, "kau pikir sepenting apa dirimu?!"

Nami menunduk lebih dalam. Menggenggam erat hulu belati di pinggangnya agar memiliki kekuatan lebih untuk berdiri. Nyeri yang menjalar di dadanya lebih menusuk dari bekas luka cakaran Vasuki yang tak diperhatikan lagi oleh siapapun di sekelilingnya. Ia sendiri, bahkan telah lupa.

Gosha telah tiba.

"Milind? Nami?" Gosha mempersilakan.

"Biarkan dia tetap di sini," Milind berkata getas. "Aku akan menemui Kavra terlebih dahulu."

Gosha mengerutkan kening, menatap ke arah Nami yang tampak mencoba tersenyum dan mengangguk.

❄️💫❄️

Milind mencoba mengatur napas dan pikirannya. Kavra dan seorang gadis segera berdiri menyambut kehadirannya.

"Panglima Kavra?" ia memberi hormat yang dalam.

"Milind," ucap Kavra sedikit gugup, "bisakah kita lebih santai?"

"Aku tak menyangka melihatmu dalam keadaan seperti ini," Milind menggumam. "Persoalan Andarawina belum selesai seutuhnya."

Milind menahan napas, sesosok gadis di sisi Kavra mengalihkan perhatiannya.

"Yusa," ujar Kavra sembari memperkenalkan, "sampaikan apa yang kau ketahui pada Panglima Milind."

Yusa, memberi hormat dengan sopan.

"Apakah Nami bisa hadir?" pinta Yusa.

Milind menarik napas berat.

"Gosha berkata, kau tetiba hadir di sini bersama Nami. Kebetulan tak terduga," gumam Kavra pelan.

Mata Milind menyipit sesaat.

"Apa berita yang kau bawa, Kavra?" Milind bertanya pelan, tak ingin tahu lebih banyak namun tak mungkin mengabaikan pula.

Kavra menunduk, memandang tanah yang dipijaknya.

"Milind," ujar Kavra mencoba tenang, "berita terakhir apa yang kau dengar dari Baginda Raja Vanantara?"

Bongkahan Berlian Surga. Pertikaian sang raja dengan kedua putrinya. Garanggati dan Vanantara yang memiliki rencana rahasia dan mengabaikannya. Keadaan Giriwana dan Girimba yang seolah terpecah oleh sebab yang tak dimengerti. Mandhakarma dan pasukan hitam yang sangat tergantung pada Nistalit. Masihkah kurang permasalahan Akasha Wanawa?

Kavra, entah mengapa, meminta Milind untuk memaafkan Nami bila gadis itu bertindak terlalu jauh tanpa persetujuannya. Walau berat hati, Milind pada akhirnya meminta Nami untuk bergabung.

Yusa terlihat senang dan lega melihat Nami. Dahinya berkerut melihat cara berdiri Nami yang mencoba menyembunyikan rasa sakit. Perlahan, ia membimbing gadis itu untuk duduk.

"Nami," bisik Yusa lirih, "kau terluka?"

"Aku tak mengapa, Yusa."

"Lendir ganggang Gangika adalah salah satu obat terbaik…"

"Yusa," Nami memotong pembicarannya, memegang lengan gadis itu, "aku baik-baik saja."

Kavra menatap lurus ke arah Milind yang seolah mengabaikan apa yang tengah terjadi pada Nami.

"Nami," ujar Kavra lembut, "aku memutuskan untuk memberi tahu Panglima Milind. Kita tak bisa menyembunyikan semua ini darinya. Maafkan keputusanku."

Nami menatap Kavra, mengangguk dan tersenyum ke arahnya. Mata berkabut gadis itu tampak jelas dalam pandangan Kavra. Apakah Milind akan semakin murka dan membuat kedudukan Nami lebih sulit setelah berita yang akan disampaikan Yusa?

Perlahan Yusa menguraikan apa yang telah diminta oleh Nami secara diam-diam. Bagaimana Akara membantunya agar semua terungkap lebih cepat dan mendapatkan hasil yang mengejutkan. Milind memejamkan mata, mencoba menenangkan diri mendengar apa yang telah disampaikan oleh dayang kepercayaan Gangika.

"Serbuk hijau yang kau temukan, Nami," Yusa menarik napas pelan, "dinamakan serbuk Dewangga."

Milind bahkan tersentak hingga berdiri dari duduknya.

Yusa mengatupkan kedua tangan, meminta Milind mengampuninya bila telah berbicara lancang.

"Berhati-hatilah berbicara, Dayang Yusa," tegur Milind. "Tuduhanmu bisa sangat berbahaya akibatnya."

Nami menatap Yusa tak mengerti.

"Hanya bangsawan tingkat tinggi yang memiliki tanaman ini," jelas Yusa.

Kavra menatap Milind, berusaha menenangkannya. Ia menyuruh Yusa meneruskan.

"Dari jenis Dewangga yang ada, serbuk hijau milik Nami memiliki jenis kelamin betina," Yusa bahkan memelankan suaranya.

Dada Milind tampak menahan helaan napas.

"Maksudmu?" Nami mengerutkan kening.

❄️💫❄️