webnovel

Chapter 5

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Hari yang akan menentukan nasib mereka selanjutnya di SMA Bina Teladan. Keluarga Sandy dan keluarga Yongki pun berangkat bersama ke Jakarta di pagi hari menggunakan mobilnya masing-masing. Ditengah perjalan, tiba-tiba Sandy terpikirkan kemungkinan yang buruk.

"Bagaimana jika salah satu diantara kami tidak bisa masuk ke kelas khusus?" Sandy pun kemudian memukul kepalanya dan bergumam.

"Ah sudahlah. Jangan berpikiran yang buruk. Pikirkan saja bagaimana serunya jika kami bisa sekelas selama 2 tahun berturut-turut," ucapnya dalam hati.

Tidak terasa mereka sudah sampai di SMA Bina Teladan yang disusul oleh keluarga Yongki. Setelah turun dari mobil, Yongki pun menghampiri Sandy.

"Gue tegang nih San," ucapnya dengan gugup.

"Lu habis lihat apaan kok tegang?" ucap Sandy dengan tertawa.

"Ih bukan gitu. Gue kepikiran masalah tes ini. Takut gue," jawab Yongki dengan nada kesal.

"Hahahaha,"

"Ngapain takut sih? Ujian aja belum. Udah tenang aja," ucap Sandy untuk menenangkan Yongki. Setelah itu mereka pun pergi ke kantin untuk sarapan bersama. Sandy duduk bersama Yongki sementara keluarga mereka duduk di meja lainnya. Saat Sandy sedang menyantap makanannya, Yongki melihat sekelompok cewek yang berparas cantik dengan wajah Chinesenya.

"Nah kalau nanti sekelas sama mereka kan pasti semangat gue," ucap Yongki sambil menyenggol tangan Sandy dan menunjuk ke arah mereka. Saat Sandy melihat ke arah mereka, ia merasa mereka memang cantik. Bisa dibilang mereka memang sesuai dengan cewek idaman Yongki.

"Nah Lu harus masuk dulu ke kelas khusus agar bisa sekelas sama mereka. Mereka juga sepertinya ikut seleksi kelas khusus," ucap Sandy menyemangati Yongki.

"Iya nih gue harus semangat," ucapnya dengan mata yang membara penuh dengan semangat.

***

Beberapa saat kemudian, waktu ujian pun tiba. Sandy dan Yongki akan bersiap-siap untuk menuju ke ruangan seleksi. Orang tua mereka masing-masing memberikan semangat dan doa agar mereka diberikan kemudahan. Mereka pun berjalan menuju ke ruangan.

Peserta seleksi khusus dibagi menjadi 2 ruangan yang masing-masing berisi 25 siswa. Secara kebetulan Sandy berada di ruangan yang sama dengan Yongki. Setiap ruangan diawasi oleh 3 pengawas. Salah satu pengawas pun membacakan peraturan selama menjalani seleksi ini. Setelah membaca doa, seleksi pun dimulai.

***

Seperti yang diduga oleh Sandy, tes ini bertujuan untuk mengukur tingkat IQ seseorang. Ia pun mengerjakan soal ini satu-persatu. Setelah mengerjakan sesuai waktu yang diberikan, seleksi pun berakhir. Pengawas menginfokan bahwa pengumuman seleksi ini akan diumumkan 2 jam dari sekarang. Seluruh peserta pun meninggalkan ruangan. Saat meninggalkan ruangan, Sandy pun menghampiri Yongki.

"Gimana tadi Wo? Lancar gak?" sahutnya sambil memukul pundak Yongki.

"Gatot nih. Gue terlalu gugup. Parah deh," jawab Yongki dengan kecewa.

"Lah gimana sih Lu," ucap Sandy dengan nada kecewa juga.

"Ya gimana. Gue panik jadi gak bisa mikir," lanjutnya lagi.

"Hadeh. Ya udah deh. Kita tunggu saja hasilnya," ucap Sandy mencoba menenangkan suasana. Mereka pun kembali berkumpul dengan keluarganya masing-masing.

Beberapa saat kemudian, pengumuman pun akan segera dilakukan. Semua peserta segera mengerumuni papan pengumuman. Hanya 20 peserta yang berhak menjadi siswa kelas khusus dari 50 jumlah peserta. Semua harapan dan cemas pun berkumpul di depan papan pengumuman saat mencari namanya.

Dan benar saja, begitu banyak tangis dan tawa yang tampak sangat kontras mengisi suasana ini. Begitulah dengan Sandy dan Yongki. Hasil berbeda yang membuat mereka akan menjalani masa SMA yang berbeda pula ketika nama Sandy terpampang di lembar siswa yang lulus sedangkan Yongki di lembar siswa yang tidak lulus. Seketika Yongki pun tampak sangat kecewa. Sandy pun menghampirinya dan mencoba menghiburnya.

"Sabar ya Wo, Lu udah usaha kok," ucap Sandy mencoba menenangkannya.

"Iya San. Selamat ya. Lu memang pantas masuk khusus," ucapnya dengan penuh kekecewaan.

Tiba-tiba Ibunya Yongki mencoba memecah suasana.

"Sudah-sudah tidak perlu sedih. Kan kamu masih menjadi siswa SMA Bina Teladan," ucap Ibunya kepada Yongki.

"Kita cari kost-kostan saja ya sekarang," Lanjutnya.

Setelah berdiskusi sejenak, kami berenam pun memutuskan untuk mencari kost-kostan sebelum pulang ke Bogor.