webnovel

Si Pocil

Kelakar pagi semakin menampakkan tajinya. Semilir angin desa mulai menerpa dahan-dahan rerumputan sepanjang jalan utama. Terang belum datang dan gelap sebentar lagi berlalu. Kali ini rajanya adalah remang agak samar menyelimuti setiap jengkal tanah desa Mojokembang.

Salah satu sudut desa, tepatnya di pelataran Musala Al Amin. Rupanya telah sepi dari jamaah salat subuh. Hanya terlihat beberapa orang tua yang tengah khusuk memutar tasbih butir demi butir. Melantunkan zikir dan Shalawat penuh hikmat dan keteguhan iman.

Mbah Ali tampak keluar dari rumahnya di salah satu sudut desa Mojokembang. Membawa piring kecil berisi nasi yang dicampur dengan irisan kecil-kecil ikan pindang.

Sebatang rokok yang iya buat sendiri dari racikan tembakau dan cengkeh di bungkus kertas putih bernama klobot. Tengah menempel mesra pada permukaan bibir keriput nan tua milik Mbah Ali. Sesekali asap putih dari mulut dan lubang hidungnya membumbung tinggi menyemai udara bebas pagi buta.

Langkah kakinya agak gontai dengan kaki dan tubuh keriput tinggal tulang dan kulit termakan usia. Tubuhnya jua mulai membungkuk akibat kerja keras di masa muda yang tak pernah berhenti. Piring kecil berisi urapan nasi dan suwiran ikan pindang iya letakkan di samping iya duduk di ujung teras sebelah depan.

"Sudah sini jangan malu-malu di kehidupan kali ini kau menjadi kucing bukan. Mungkin di kehidupan yang telah lalu kau memang seorang manusia sakti. Tapi kali ini kau tak bisa mengingkari wujudmu sebagai seekor kucing hitam," ucap Mbah Ali berbicara dengan satu sosok kucing hitam yang menyelinap dari dalam rumah, melewati sisi pintu berbentuk dua sisi gaya lama agak terbuka sedikit.

Gontai langkah si kucing perlahan menghampiri piring kecil berisi penuh campuran nasi dan ikan pindang. Tampak lahap si kucing memakan suguhan yang dibawakan oleh Mbah Ali untuknya.

"Apa kau tak melihat cucuku Pocil? Barusan anakku Amanah datang kemari dengan tergesa-gesa dan menangis. Dia bertanya tentang Bagus cucuku yang tiba-tiba hilang. Sebelumnya ada dua kejadian aneh yang hampir saja merenggut keselamatan cucuku. Apa kau tak melihatnya?" ucap Mbah Ali kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama dari awal kalimat saat iya berbicara dengan Si Pocil.

"Biarkan aku menyelesaikan sarapanku dulu Ali," celetuk Si Pocil ternyata adalah seekor kucing gaib yang dapat berbicara.

"Baiklah-baiklah teruskan sarapanmu, aku hanya sekedar bertanya. Lagian aku tahu siapa cucuku Bagus, dia tak semudah itu diculik oleh sosok setan. Tetapi beda cerita kalau manusia berwujud setan yang membawanya pergi. Tentu lain cerita dan pembahasannya jua akan berbeda," tutur Mbah Ali kembali meniupkan asap putih dari bibir tuanya yang semakin hari makin menghitam dan keriput.

"Jangan seperti anak kecil begitu Ali. Sedikit-sedikit merajuk Kau rupanya. Tenang saja nanti juga pulang cucumu kalau sampai ayam jago berkokok yang pertama. Anakmu Amanah tidak datang kemari membawa kabar cucumu telah kembali. Aku yang akan bergerak mencarinya dan akan kupastikan dukun sainganmu itu terkapar di bawah kakimu," ucap Si Pocil masih dengan mengunyah campuran nasi dan ikan pindang di atas piring kecil.

"Kau memang masih sama seperti dahulu ya Pocil. Sifatmu masih seperti saat kau masih menjadi manusia seperti aku. Masih saja arogan serta sombong dan masih saja kau jemawa. Kau harus tahu Pocil di atas bumi masih ada langit dan di atas langit ada langit lagi. Begitulah seterusnya sampai langit ketujuh. Bahkan di atasnya lagi masih ada Arsy Allah. Tugas kita hanya menyadarkan mereka Pocil. Kalau membunuh itu urusan Sang Pencipta. Kita tidak perlu ikut campur akan urusan Allah," tutur Mbah Ali menatap Si Pocil yang tidak peduli dan terus mengunyah sarapannya.

"Halah kau dulu aku yang mengajari pemahaman demikian saja kau pamerkan kepadaku sekarang. Mentang-mentang aku sekarang adalah seekor kucing. Lalu seenak jidatmu kau menceramahi aku Ali. Apa kau tidak ingat saat dulu kau memanggilku Kakang dan setiap sore meminta untuk diajari ilmu-ilmu silat tanpa bayangan," cetus Pocil mengingatkan Mbah Ali akan kebersamaan mereka saat Pocil masih menjadi manusia.

"Sabar-sabar Kakang Jatmiko, Adikmu ini hanya bercanda seperti dahulu. Sebenarnya aku rindu saat-saat kita bersama dahulu. Sebelum guru kita meninggal dan kau menjadi seekor kucing karena dia," ucap Mbah Ali mengingat kembali masa lalunya.

"Coba kau yang melihat Ali Cucumu sekarang berada di mana. Kalau penglihatanku Cucumu masih di sekitar rumah anakmu. Tentu saja Amanah tidak melihatnya sebab di samping cucumu ada sosok kuntilanak berbaju hitam di mana kuntilanak jenis ini adalah ratunya para kuntilanak," ucap Pocil menatap Mbah Ali dengan sorot berbeda warna dari kedua bola matanya.

Satu bola mata Pocil sisi kiri berwarna kuning seperti halnya kucing secara umum. Namun satunya lagi sisi kanan, bola mata Pocil berwarna merah kehitam-hitaman. Bola mata ini yang dapat menembus alam astral sekuat apa pun pagar pembatas yang melindungi alam astral tersebut. Pasti dapat tertembus oleh mata merah Si Pocil.

"Hem benar katamu Pocil, rupanya kuntilanak bukannya kuntilanak sembarangan. Selain kuntilanak berbaju hitam ini adalah ratunya para kuntilanak. Ada sosok dukun yang terus memberi kekuatan bagi si kuntilanak sehingga Cucuku tak bisa melawan. Sebab Cucuku dalam wadah sosok bayi belum genap berusia dua tahun," Mbah Ali menuturkan apa yang iya lihat dalam penerawangan mata gaibnya.

"Sudahlah kelamaan kalau menunggu kokok pertama si ayam jago. Kalau begitu kita bagi tugas saja, aku pergi ke tempat dukun keparat. Sedangkan kau menolong Cucumu dari sisi kuntilanak hitam," kata Si Pocil memaparkan sebuah strategi perencanaan untuk menolong Bagus.

"Sebenarnya kau ini cerdik, pintar dan baik hati loh Pocil. Sayangnya kali ini kau berwujud seekor kucing," tutur Mbah Ali memuji Pocil bercampur dengan kata-kata mengejeknya namun secara halus dan disamarkan.

"Bilang saja begini Ali, kasihan ya kamu sekarang jadi kucing. Pakai bilang kamu baik, kamu cerdik dan baik hati segala. Langsung saja tuju poin kalau dengan aku, dari dulu kamu juga tak pernah berubah rupanya. Mana minta rokokmu satu batang, orang habis makan tidak merokok itu bagaikan makan tanpa minum," ucap Pocil mengambil sebatang rokok dari saku kemeja Mbah Ali.

Kali ini Pocil tampak seperti kucing yang bergaya seolah menjadi manusia. Duduk di samping Mbah Ali sambil berjongkok. Tampak kebulan asap telah keluar seketika dari mulut Pocil. Membuat Mbah Ali semakin terkekeh-kekeh, tertawa melihat tingkah Pocil yang tak selazimnya kucing pada umumnya.

"Wkwkwk, woi Pocil apa-apaan kamu ini. Kamu kan seekor kucing, bertingkahlah seperti kucing semestinya. Kenapa tingkahmu jadi seperti manusia? Nanti kalau ada yang lihat bagaimana. Masak ya ada kucing merokok sambil duduk berjongkok. Bisa heboh satu kampung ini Pocil," ucap Mbah Ali sambil bergeleng-geleng kepala melihat tingkah Pocil.

"Bodo amat tidak ada orang ini. Lagian hari masih terlalu pagi untuk orang-orang keluar rumah. Penduduk desa Mojokembang orangnya itu kebanyakan malas-malas. Bukannya bangun zikir atau Shalawat malah molor di atas kasur empuk milik mereka. Sudah ayo kita pergi jadi menolong cucumu tidak?" ucap Pocil berjalan kembali kali ini seperti kucing pada umumnya tapi masih menempel sebatang rokok dimulutnya.

Sosok Pocil akhirnya hilang dalam kegelapan. Pergi menuju tempat dukun sesuai yang direncanakan olehnya dan Mbah Ali. Sedangkan Mbah Ali mulai berdiri dan perlahan menghilang lenyap seketika menuju rumah Amanah untuk menolong Bagus dari cengkeraman kuntilanak hitam.

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Komentar saja walau kritik sepedas apa pun saya terima

Bagus_Effendikcreators' thoughts