23 EP: The Boys

Menghadapi dua pria yang semakin hari semakin bertumbuh memang tidak mudah. Tapi beruntungnya ada Nadira yang terus mendampinginya. Sampai tiba saatnya kedua putranya keluar dari rumah dan menapaki dunia baru mereka sendiri. Danny merasa bisa melepas kedua putranya dengan tenang. Keduanya tumbuh menjadi anak yang baik dan bertanggung jawab.

"Untung ada Allya, jadi rumah tidak begitu sepi." ucap Danny, setelah mengantar kedua putranya ke bandara.

Memang ada untungnya jarak anak mereka sedikit jauh. Bukan sedikit lagi namanya kalau jarak si Kembar dengan Allya adalah 17 tahun.

Ketika para kakak sudah cukup umur untuk meninggalkan rumah, ada anak lain yang akan bertahan di rumah dan menemani hari-hari lain Danny Sebastian. Tapi, meski sudah tidak tinggal bersama, ketika Ali dan Alex berkunjung, mereka akan menginap di rumah dan menghabiskan waktu untuk bermain bersama Allya.

Tantangan masih terus ada di hadapan Danny meski Ali dan Alex sudah besar. Siapa lagi kalau bukan Allya Sebastian?

Gadis kecil yang menggemaskan itu tumbuh menjadi anak yang sangat aktif. Allya sangat berisik, apalagi kalau keinginannya tidak dipenuhi. Kalau Nadira bisa dengan mudahnya mengabaikan semua kebisingan Allya, tidak begitu dengan Danny. Kadang muncul pertanyaan, apakah semua ayah akan langsung luluh kepada anak perempuannya? Karena seingat Danny, dia tidak seperti itu ketika menghadapi Ali dan Alex.

Apalagi Allya memiliki pandangan yang berbeda tentang fashion dengan sang ibu. Sebagai orang Timur, memakai pakaian terbuka itu tidak sopan, tapi tidak dengan Allya yang lebih sering berdiskusi dengan Lilith tentang fashion. Membuat putri kesayangan Danny lebih dekat dengan mantan istrinya dan banyak berdebat dengan sang ibu.

"Al, Mom udah bilang berapa kali? Kamu tidak bisa keluar rumah dengan pakaian seperti itu."

"Ayolah, Mom, ini musim panas, dan nggak mungkin aku pakai lengan panjang disaat seperti ini. Mommy Lilith sudah memilihkan baju ini. Please." bantahan Allya, ketika Nadira memprotes baju yang akan dikenakannya untuk bermain bersama teman-temannya.

Suara debat itu sudah sering Danny dengar kalau tidak ada si kembar. Tapi, ketika para kakak ada di rumah, Allya akan menjadi anak paling manis di dunia. Bersikap baik dan selalu menuruti keinginan sang ibu, termasuk tentang berpakaian.

Itu baru sekelumit drama yang ada di rumah ini. Banyak perbedaan pendapat antara dua perempuan itu di rumah Sebastian yang bisa sangat membuat pusing kepala. Apalagi terkadang mereka akan mempermasalahkan hal kecil.

Itu memang keluhan, tapi bukan berarti Danny tidak bersyukur dengan apa yang dia miliki saat ini.

Anak-anak yang baik dan sehat, istri yang penyayang dan penurut. Pekerjaan yang, meski kadang naik turun, stabil dan juga lingkungan yang mendukung. Ada banyak hal yang patut disyukuri setiap harinya. Lebih banyak bersyukur daripada mengeluh.

"Look so tired?" Nadira mendekatinya ketika Danny sedang duduk di ruang kerjanya sembari memijit pangkal hidungnya.

"No."Danny langsung merengkuh Nadira dalam pelukannya. "Hanya sedang menjeda untuk bersyukur."

Sekian tahun menjadi sepasang suami istri, nyatanya tidak membuat Danny bosan begitu saja. Danny malah merasa jatuh cinta setiap hari kepada Nadira. Rasa yang sulit untuk dijelaskan, tapi dia bisa merasakannya. Kalau kata anak muda jaman sekarang mungkin 'lebay' adalah kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana perasaan Danny.

Berbicara tentang Nadira jelas tidak bisa lepas begitu saja dari keluarhanya di Indonesia. Sejak kepindahan Nadira ke Australia bersama Danny, terhitung mereka berkunjung ke Indonesia tidak lebih dari 10 kali. Bukan pelit, tapi waktu yang memang sulit untuk diluangkan. Semuanya terencana, kecuali ketika orangtua Nadira meninggal.

Meski terpisah jarak, mereka tetap menjalin hubungan dengan satu-satunya keluarga Nadira saat ini, yaitu Nadiem.

***

Punya adik perempuan itu sangat menyenangkan. Setiap hari Ali dan Alex akan membantu Nadira mengurusi keperluan Allya bayi dengan sangat baik. Bahkan mereka lebih telaten dibandingkan ayah mereka. Padahal Nadira sendiri tidak mengajari si kembar secara khusus. Mereka berdua belajar hanya dengan mengamati bagaimana Nadira mengurus Allya.

Masa mengurusi Allya hanya berlangsung selama dua tahun, karena setelahnya mereka harus keluar dari rumah dan mulai hidup mandiri.

Alex memutuskan untuk kuliah di Inggris. Jauh memang, tapi itu adalah keputusannya. Menjadi dokter adalah cita-citanya sejak kecil. Tidak banyak yang tahu tentang cita-cita itu, karena memang Alex jarang menceritakan keinginannya. Hanya kepada Nadira-lah Alex menceritakan apa yang ingin dia lakukan di masa depan.

"I want to be a doctor." jawab Alex mantap, ketika Nadira bertanya alasan Alex memilih universitas itu.

"Kok Mom nggak pernah denger kamu menyebutkan hal itu?"

"Pertama, Mom nggak pernah tanya. Kedua, aku memang nggak cerita sama siapapun."

Jawaban yang sedikit menjengkelkan, tapi Nadira adalah orang yang selalu bisa memahami bagaimana pemikiran si kembar.

"Ini informasi yang sangat berharga buat Mom. Jadi, sudah mendaftar disana?" seperti biasa, semangat Nadira selalu menyebar. Itulah hal yang membuat Ali maupun Alex tidak sungkan untuk bercerita apapun ke Nadira. Karena ibu sambung mereka selalu menanggapi cerita mereka dengan positif.

Hanya dengan satu pertanyaan pancingan itu, Alex bisa menceritakan banyak hal. Apa yang membuat Alex ingin menjadi dokter, bagaimana dia akan hidup disana nantinya karena terpisah jarak dengan keluarga. Dan dimana dia akan bekerja nantinya. Alex memang anak yang sangat teliti dan penuh persiapan.

Lain Alex, lain pula Ali.

Kalau adiknya ingin menjadi dokter dan terlihat penuh persiapan, lain halnya dengan si anak sulung. Ali yang memahami bagaimana keterbatasannya dalam bidang akademik sempat membuat remaja itu tidak percaya diri.

"Alex sudah menentukan dimana dia akan kuliah, sedangkan aku belum. Gimana ini, Mom?" wajah Ali memang terlihat datar, tapi dalam hati dia sedang kebingungan.

"Masih ada banyak waktu untuk berpikir." jawab Nadira lembut.

"Tahun depan adalah tahun terakhirku, itu artinya aku hanya punya waktu satu tahun."

"Siapa bilang?" pertanyaan Nadira membuat Ali kebingungan. "Tidak ada yang mengharuskan kamu mengambil keputusan berkuliah tahun depan kan? Selama otak kamu masih bekerja, itu artinya masih ada waktu untuk berpikir."

Kalau menurut Alex, sosok Nadira adalah penyemangat, berbeda dengan Ali. Baginya, ibu sambungnya itu adalah sosok yang penuh pengertian dan tidak akan menghakimi apapun tentang dirinya. Buktinya Nadira tidak akan membuat Ali berpikir terlalu keras perihal kuliah. Bahkan Nadira dengan tenang berkata untuk berpikir ulang. Juga tentang menunda kuliah.

"Gimana sama Dad? Pria Tua itu pasti akan sangat marah."

Nadira tersenyum mendengar ucapan Ali. "Honey, dia Dad kamu, jangan dipanggil Pria Tua begitu. Nggak sopan."

"Tapi Dad memang sudah tua, Mom." Ali tidak mau mengalah begitu saja.

"Iya, Dad memang sudah tua, tapi dia tetap ayahmu." Ali memasang wajah cemberutnya, membuat Nadira semakin tersenyum lebar. "Mom akan bicara sama Dad."

Pada akhirnya Alex memutuskan untuk membantu Danny di bengkel miliknya sebelum memutuskan untuk kuliah di universitas pilihannya. Perlu waktu dua tahun sampai Alex akhirnya memiliki keputusannya sendiri. Tidak pernah ada kata terlambat, hanya perlu lebih banyak waktu untuk berpikir dan memulainya.

Berkah lain memiliki ibu sambung Nadira adalah fakta bahwa si kembar tidak dilupakan begitu saja setelah kelahiran Allya. Disela mengurus Allya, Nadira masih memperhatikan Ali dan Alex, membuat dua remaja itu merasa diperhatikan dan tetap mendapat kasih sayang dari ibu sambung mereka.

Anak Danny Sebastian tumbuh menjadi anak yang penyayang dan juga bertanggung jawab. Mereka adalah anak yang sangat membanggakan bagi kedua orangtuanya. Meski beda ibu, tapi itu tidak menjadi masalah. Bahkan Allya sekarang juga dekat dengan Lilith karena mereka memiliki selera yang sama tentang fashion.

Iya, hubungan Nadira dengan Lilith semakin membaik, meski Danny merasa tidak perlu menjalin hubungan dekat dengan mantan istrinya itu.

"Biar bagaimanapun, dia adalah ibu si kembar. Kita harus tetap menjalin komunikasi dengan Lilith." begitulah ucapan Nadira kepada Danny.

"Terserah, asal kamu tahu batasannya." Danny lalu memalingkan wajahnya dan memunggungi Nadira yang berbaring disampingnya.

"Lilith itu perempuan, kenapa kamu seolah cemburu aku dekat dengan pria lain?" mau tidak mau Nadira geli sendiri melihat tingkah suaminya ini. Umur boleh tua, tapi sifat tetap seperti anak kecil.

Begitulah kehidupan keluarga kecil Daniel Sebastian sekarang. Tidak mudah mencapai apa yang mereka rasakan saat ini. Ada pengorbanan yang harus mereka lakukan agar bisa menikmati indahnya hidup saat ini. Bahkan hubungan baik dengan ibu si kembar, Lilith, juga tidak selalu berjalan mulus seperti kelihatannya.

Yang perlu kita lakukan adalah terus mencoba dan berpikir positif. Jangan ragu juga untuk mencoba hal baru meski hasilnya tidak terlalu baik. Paling tidak, kita sudah mencoba, jadi tidak ada penyesalan nantinya.

-dhi-

Terima kasih sudah membaca cerita ini.

Terus dukung para penulis ya. Kalo nggak suka sama ceritanya, skip aja, jangan berkomentar negatif.

avataravatar