14 Bertemu Lagi

Baru tiga bulan pindah ke Bali dan memulai kegiatan dengan membantu salah seorang teman menjadi tour guide ternyata cukup mengasyikkan. Setiap hari Nadira akan bertemu dengan orang baru yang sama sekali asing dengannya. Itu hal baik, karena dia masih sedikit trauma dengan apa yang dialaminya beberapa waktu lalu.

Terkadang memang kangen dengan rumah, apalagi sekarang dia hanya seorang diri di kota asing ini. Tapi menurut Nadira sendiri, ini adalah hal yang memang harus dia lakukan. Demi kewarasan otaknya sendiri juga sih.

Hari ini, sama seperti beberapa hari kemarin, dia akan menemani rombongan wisatawan dari Malaysia. Karena ini hari terakhir, jadi mereka tidak akan full seharian bersama dengan Nadira. Salah satu hal yang menyenangkan ketika hanya akan bekerja setengah hari.

"Nad, abis ini mantai yuk. Sekalian bebersih." ajak Talita, teman yang menawari Nadira untuk menjadi tour guide.

"Ayo lah. Lumayan nyari keringat." jawab Nadira semangat.

Ini adalah kegiatan sampingan Nadira. Talita juga yang memperkenalkan kegiatan ini kepada Nadira. Memang tidak ada bayaran untuk menjadi penggiat kebersihan seperti ini, tapi ada rasa puas tersendiri ketika melihat tempat yang mereka bersihkan terbebas dari sampah.

Selain kepuasan itu, Nadira juga bisa mengalihkan pikirannya dari berbagai hal yang kurang baik kalau dia hanya diam saja. Bertemu dengan orang-orang baru dan berbagi pengalaman. Yang lebih menyenangkan lagi, tidak akan ada orang yang membicarakan dirinya dibelakang dan menanyainya kapan akan menikah.

Setelah beristirahat dan mengganti pakaiannya, Nadira bersama Talita berkendara dengan motor menuju pantai. Jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka berdua. Matahari yang panas menyengat tidak menjadi masalah, toh matahari adalah ciptaan Tuhan kan.

"Wah gila. Ini sih udah ada yang bersihin." ucap Talita.

Memang benar apa yang dikatakan Talita. Pantai sudah bersih dari sampah yang biasanya berserakan. Yang jadi pertanyaan, siapa yang membersihkan? Setahu mereka, jadwal untuk kumpul adalah hari ini, jam 4 sore.

Beberapa penggiat kebersihan pantai yang melihat hal itu juga terkejut dengan apa yang mereka lihat. Bahkan banyak yang mengira Nadira dan Talita yang membersihkan pantai berdua saja.

"Gila, langsung tepar dong bersihin ini semua cuma berdua aja." ceplos Talita.

Siapapun yang sudah membersihkan pantai, mereka semua berterima kasih. Karena nyatanya masih ada orang yang sadar dan peduli dengan kebersihan lingkungan pantai.

Asyik memunguti sampah plastik yang rasanya nggak ada habisnya, Nadira terkejut ketika ada yang memanggil namanya. Tidak hanya namanya saja, tapi juga dengan embel-embel yang sudah jarang dia dengar.

"Miss Nadira." jeda sesaat sebelum suara itu berucap lagi. "It's you."

Rasanya sulit dipercaya bahwa Nadira bisa mendengar suara itu lagi. Kalau Talita tidak menyenggol lengan Nadira, mungkin dia berpikir bahwa sekarang sedang berhalusinasi.

Membalikkan badan, dilihatnya seorang remaja yang tingginya sudah menjulang. Wajah yang beberapa bulan ini dia rindukan ada di hadapannya.

"Alistair?"

Sebuah pelukan langsung didapat Nadira. Kalau saja Ali tidak menahan pelukannya, mungkin mereka berdua sudah jatuh terjengkal sekarang.

Dalam pelukan Nadira, Ali menangis. Hal yang asing bagi telinga Nadira. Karena selama beberapa waktu kemarin kenal, Ali tidak pernah menampakkan kelemahannya itu. Bukan bermaksud meremehkan, tapi Nadira selalu berpikir bahwa Ali adalah sosok remaja yang kuat dan tegar. Nyatanya, Ali sama seperti anak remaja pada umumnya.

"Kamu ngapain disini?" tanya Nadira, tentu saja setelah Ali melepaskan pelukannya.

"Holiday. With Alex and Dad." jawab Ali.

Wajah Ali terlihat kemerahan. Kulit bule memang beda. Tidak seperti kulitnya yang malah semakin menggelap jika terkena sinar matahari. Tapi Nadira suka wajah Ali yang seperti itu. Membuat remaja itu terlihat imut.

Tanpa permisi, Ali langsung menyeret Nadira menjauh dari Talita. Awalnya Talita sempat ingin menghalangi Ali, tapi Nadira langsung memberi kode bahwa dia baik-baik saja.

Benar dugaan Nadira, kalau Ali membawanya kehadapan Alex dan sang ayah. Mereka sedang membersihkan kawasan pantai. Sama seperti Ali, Alex juga langsung memeluknya begitu melihat Nadira datang bersama kakaknya. Alex menangis haru bisa bertemu lagi dengannya.

"I miss you so much." ucap Alex lirih.

Yang tidak pernah di duga oleh Nadira adalah Daniel Sebastian juga memeluk Nadira. Hal yang pernah tidak dibayangkan oleh Nadira selama ini. Eh, Nadira pernah sih membayangkan dipeluk lengan kekar Daniel.

***

Disinilah Nadira sekarang. Ikut pulang ke vila yang ditempati oleh keluarga Sebastian selama di Bali. Sempat berusaha menolak ajakan untuk mampir ke vila, tapi seperti biasa, penolakan Nadira tidak ada artinya.

Alex yang paling ceria tidak bisa menyembunyikan senyumnya sedari tadi. Nadira bersyukur bisa melihat senyum itu lagi, karena dia sempat sedih tidak bisa melihat senyum itu dihari terakhir dirinya ada di sekolah waktu itu.

"Kami rindu Miss Nadira." ucap Alex berulang kali.

"Kamu udah bilang itu berulang kali." protes Ali.

"Nggak papa. Aku kangen beneran sama Miss Nadira." jelas Alex tidak mau diprotes.

Ketiga pria itu duduk dihadapan Nadira dengan khidmad. Tidak ada yang mereka bertiga lakukan selain duduk dan menatap Nadira dengan pandangan yang sulit diartikan. Ada apa sebenarnya?

"Oke, kita mau makan malam apa?" suara Daniel membuat mereka kembali fokus.

"Biar Miss Nadira yang memutuskan."

Ini bukan hal yang diinginkan Nadira. Suasana akrab seperti ini mengingatkan dirinya akan kenangan dulu. Membuat Nadira merasa ingin memiliki mereka bertiga lagi.

"Maaf, tapi saya harus segera pulang." tolak Nadira secara halus.

Ketiganya serempak menampilkan wajah murung mereka. Antara tidak tega dan harus tegas, pilihan yang sulit.

"Miss masih marah sama kami?" pertanyaan Alex begitu menyakiti hati Nadira.

"No, Alex. Ibu nggak marah. Ibu hanya ada keperluan mendesak sekarang."

"Boys, you hear that. So, we have to take Miss Nadira home." ucapan tegas Daniel membuat mereka semua menoleh.

Suara yang Nadira rindukan selama beberapa bulan ini. Suara tegas dan penuh wibawa dari seorang Daniel Sebastian, yang mampu membuat jantung Nadira berdetak tak karuan.

Akhirnya mereka bertiga mengantar Nadira pulang. Beberapa meter sebelum sampai ke rumah, Nadira meminta turun. Dia tidak mau tempat tinggalnya diketahui oleh orang asing. Well, mereka dulunya bukan orang asing, tapi sekarang menjadi orang asing.

Keinginan Nadira harus dikubur dalam-dalam karena mereka bertekad mengantar Nadira sampai depan rumah. Nggak lucu kan kalau Nadira masuk rumah orang?

"Kami akan menjemput Miss Nadira besok pagi. Let's breakfast together." ajak Ali, bahkan dia tidak meminta pendapat ataupun ijin sang ayah.

"I'm sorry, I can't. I have to work."

Lagi, mereka memasang wajah memelas. Kalau saja tidak dalam misi melupakan masa lalu, Nadira akan langsung mencubit gemas pipi si kembar yang sedang memasang tampang memelas itu.

"What time you come home?"

"Can't be sure."

Ini adalah perbincangan yang alot. Satu pihak berusaha keras agar bisa mencapai tujuannya, sedangkan pihak lainnya berusaha menghindari. Harus ada yang mengakhirinya, atau perbincangan ini tidak akan pernah berakhir.

"Kalian harus beristirahat. Terima kasih sudah mengantar pulang." Nadira langsung berbalik untuk membuka pintu pagar rumah. Mengabaikan mereka yang masih terdiam di tempatnya.

Begitu masuk, Nadira langsung mengurung diri di kamar. Bahkan dia tidak menyapa Talita yang menunggunya sejak tadi di ruang keluarga.

Dalam diamnya, Nadira menangis. Sedih rasanya harus menahan diri dan bersikap acuh. Padahal Nadira sama rindunya dengan mereka.

Ya ampun, kenapa kisah hidupnya harus berbelit seperti ini? Kenapa sangat susah mengutarakan perasaannya dan menyampaikan keinginannya?

avataravatar
Next chapter