webnovel

Bab 11 [Kebenaran yang tersembunyi]

__________________

Garis polisi terpasang. Menutup akses masuk ke dalam flat tempat tinggal Jaemin. Beberapa polisi sibuk memotret setiap sudut rumah yang menurut mereka mencurigakan, termasuk foto-foto yang tertempel pada dinding. Sementara sebagiannya lagi melakukan evaluasi terhadap pria paruh baya yang tak lain merupakan ayah Jaemin.

Banyak yang berkerumun untuk melihat bagaimana kondisi pria yang terkenal pembuat onar dan penjudi itu. Perilaku tidak sopan membuat tetangga penghuni lantai bawah mengutuk ayah Jaemin, ketika melihat mayatnya dimasukkan ke dalam ambulance lalu melesat membelah jalan dengan suara nyaring sirenenya.

Ada satu sampai dua reporter berita yang berusaha menerobos penjagaan pada tangga menuju rooftop, tetapi harus menelan kekecewaan karena polisi yang bertugas tak memberikan mereka akses naik untuk melihat kondisi tempat kejadian perkara.

"Apa Jeno masih belum bisa dihubungi?" tanya Taeyong saat keduanya hendak meninggalkan tempat, setelah menjawab beberapa pertanyaan dari para reporter.

Hanya gelengan kepala dari sang detektif sebagai jawaban. Bahkan hingga saat ini, ia masih terus berusaha menghubungi nomor adiknya, tetapi berujung sia-sia. Kemungkinan gawai milik Jeno sedang mati saat ini.

"Aku akan mencarinya, kau tetaplah di sini."

Doyoung bergegas pergi setelah berpamitan kepada Taeyong. Foto Jeno yang berada di TKP memunculkan rasa cemas luar biasa. Takut jika terjadi hal buruk kepada sang adik. Sempat berpikir lelaki bermarga Na itu tidak mungkin melukai temannya sendiri, tetapi mengingat adiknya mengetahui sesuatu pun mematahkan pemikiran tersebut.

Jaemin merupakan tipikal orang yang tidak mudah ditebak kepribadiannya. Satu hal tentang yang ia ketahui, lelaki itu sakit jiwa. Bahkan tega menyakiti ayahnya sendiri hingga tewas tanpa dikremasi. Apa yang sesunggunya ada di dalam kepala lelaki muda itu?

Barang kali Bipolar, pikir Doyoung. Sebutan kerennya mungkin ialah kepribadian ganda.

Bipolar lebih berat dan menyiksa dibandingkan depresi. Penderita akan mengalami perubahan suasana hati yang ekstrem di antara perasaan bahagia yang berlebihan dan sedih, murung, tanpa gairah, dan tertekan. Suasana hati seorang bipolar mudah naik-turun, bahkan nyaris tak pernah stabil keseimbangan di antara kedua kutubnya. Perubahan suasana hati itu bisa berlangsung dalam hitungan minggu, hari, bahkan yang paling cepat ialah hitungan jam.

Melihat Jaemin pandai menggunakan alibi keluguannya demi menutupi kepribadian lain dalam dirinya pun memunculkan spekulasi bahka dia memang seorang bipolar. Lalu, apa seorang bipolar juga bisa membunuh?

Doyoung berpikir untuk mencoba mencaritahu lebih banyak tentang bipolar dan jenis penyakit mental lainnya. Agar jikalau menemui kasus serupa, ia tidak mudah ditipu oleh wajah palsu mereka.

• • •

18.40 KST ....

Jeno yang masih dengan seragam sekolahnya sedang menikmati satu cup ramyun pada mini market dekat rumah dengan lahap. Perut sialan yang memaksanya untuk berhenti di sana. Namun, di tengah kegiatannya, ia teringat jika belum menyalakan gawai setelah mengisi daya baterai di rumah temannya tadi.

Banyak notifikasi pesan dari Doyoung menyambut saat menyalakan benda pipih di tangan.

[Kau di mana?]

[Kenapa ponselmu mati?]

[Cepat pulang!]

[Hubungi kakak jika kau membaca pesan dariku.]

Jeno mengernyitkan dahi sambil membaca pesan-pesan yang masuk. Bahkan ada pesan suara dari sang kakak. Terdengar khawatir, tetapi tak jauh berbeda dengan pertanyaan pada pesan singkat tadi.

"Ada apa dengannya?"

Jeno meletakkan gawai di atas meja panjang di dekat dinding kaca tempatnya duduk dan kembali melanjutkan makan. Namun, bunyi dering dari benda tersebut menghentikan suapan selanjutnya.

"Hal–"

Jeno diam mendengarkan segala macam ocehan Doyoung di seberang. Terdengar kesal dan khawatir diwaktu bersamaan. Juga nada bicara lega setelah ia akhirnya menjawab panggilan telepon sang kakak. Dirinya membiarkan Doyoung selesai terlebih dahulu, sebelum dijawab satu persatu.

"Aku dari rumah teman dan akan segera pulang. Baterai ponselku habis, jadi harus aku isi dulu, tapi lupa menyalakannya lagi."

"Cepat pulang," pinta Doyoung, terdengar agak tenang dari sebelumnya.

Setelah mengiyakan permintaan sang kakak, Jeno memutuskan sambungan telepon dan cepat-cepat menghembiskan makanannya agar bisa lekas kembali ke rumah.

Saat dalam perjalanan pulang sembari menikmati minuman kaleng sebagai makanan penutup untuk ramyun tadi, suara siulan seseorang dari arah belakang menghentikan langkah pelan Jeno.

Ia berbalik. Di sana, lelaki dengan hoodie abu-abu yang menutupi kepala, serta sebuah pemukul baseball di tangannya, berdiri dengan jarak cukup jauh darinya. Lelaki itu melepaskan penutup kepala, memperlihatkan dengan jelas wajah tampan seorang Na Jaemin dengan singgungan senyum di wajah, saat cahaya lampu jalan di belakang Jeno mengenainya.

Dalam kediaman, saat dua pasang mata enggan untuk saling melepas, insiden-insiden tak mengenakkan kembali berputar dalam ingatan keduanya.

Saat di mana Hana mendorong kepala Jaemin yang berdiri di hadapannya, setalah lelaki itu menegur karena mereka telah lancang bertingkah di ruang OSIS. Bahkan memerintah Jisung bagai budak untuk membersihkan sepatu baru Haechan yang terkena debu.

"Kau pikir dengan posisimu sebagai ketua OSIS bisa memerintaku seenaknya? Hey, ingat! Aku anak donatur sekolah ini!"

Merasa kalah telak, Jaemin terdiam memperhatikan Jisung kini berjongkok di hadapan Haechan yang tengah duduk santai pada kursi.

"Masih untung kami jadikan kalian sebagai teman. Harusnya berterima kasih, bukan memberontak seperti ini," ketus Haechan yang sukses membuat Jaemin semakin geram.

Perlakuan keduanya semakin memperburuk, suasana hati Jaemin yang memang sudah kesal karena ayah yang lagi-lagi menjadikannya sebagai bahan pelampiasan kekesalan setelah kalah berjudi semalam. Terlebih lagi, keputusan Jeno memutuskan hubungan dengannya dan Jisung dari kelompok pemberontak milik Haechan dan Hana semakin membuatnya naik pitam.

Pun akhirnya kemarahan di hatinya tersalurkan, ketika Jaemin memiliki kesempatan untuk menghabisi Hana yang tengah jalan sendirian di suatu malam.

Jaemin sedang bersama Jisung kala itu. Menangkap siluet Hana yang keluar dari sebuah mini market.

Mulanya, Jisung tampak kebingungan tatkala melihat Jaemin memungut sebuah batu seukuran genggaman. Namun, lelaki berwajah kecil itu terkejut ketika melihat sahabatnya mendekati Hana yang sedang memperbaiki tali sepatu dan memukul kepala sang gadis.

Jaemin tak menghentikan aksinya, membuat Jisung yang yang melihatnya bergetar ketakutan dan mundur beberapa langkah. Enggan untuk mendekat.

Hana tak sadarkan diri dalam kondisi wajah yang berlumuran darah akibat pukulan yang membabi buta gadis itu. Namun, saat menyadari jika Hana masih bernapas, Jaemin kembali ingin melanjutkan aksinya.

"Hentikan!"

Suara seseorang dari arah belakang Jisung menghentikan Jaemin. Keduanya menoleh, mendapati Jeno mendekat dengan raut wajah terkejut.

Jaemin menghampiri Jeno, kemudian menarik lelaki itu menjauh dari lokasi. Sementara Jisung hanya terus mengikuti dari belakang. Sempat terjadi adu argumen di antara mereka. Namun, perlawanan Jeno dikalahkan setelah mendapat ancaman dari lelaki yang kini menarik kerah bajunya.

"Jangan katakan pada siapa pun yang terjadi malam ini. Jika tidak, aku bisa membinasakanmu lebih buruk dari Hana. Kau dan juga kakakmu itu."

Jaemin menarik dengan kasar gelang rantai warna perak dengan inisial J dari pergelangan tangan Jeno, kemudian berkata "Untuk apa kau kenakan? Bukankah kau bukan bagian dari kami lagi? Dasar Sampah!"

Jeno maupun Jisung masih tetap pada tempat, memperhatikan langkah cepat Jaemin meninggalkan mereka. Kedua lelaki itu bingung melihat perubahan sikap sahabat mereka yang terlampau mengerikan. Sikap manis yang selalu diperlihatkan setiap harinya berbanding terbalik dengan yang baru saja mereka temui beberapa detik yang lalu. Inikah seorang Na Jaemin yang sebenarnya?

Tidak sampai di situ. Perlakuan buruk kembali didapatkan Jisung dari Haechan. Kali ini terjadi di atap sekolah. Hanya karena salah membelikan jenis minuman, Haechan menghukumnya dengan beberapa bogem di wajah.

"Tidak berguna! Apa kau punya mata?! Bisa baca, kan?! Lalu kenapa salah membeli?!"

Jaemin tentu saja berada di sana, menyaksikan sesuatu yang paling tidak ingin ia lihat. Setelah cukup lama ia berdiam diri, Jaemin akhirnya murka. Ia menarik Haechan dan memberikan satu pukulan keras tepat di pipi kiri lelaki itu.

Lelaki pemilik suara unik itu geram atas perlakuan Jaemin, lalu membalas dengan pukulan juga. Terjadilah perkelahian di antara mereka. Haechan bahkan sempat menarik gelang perak pada pergelangan tangan Jaemin, membuatnya terlepas dan jatuh tanpa empunya ketahui.

Jaemin berhasil menguasai pertarungan dengan melilitkan sebuah tali berwarna putih yang ia keluarkan dari saku celananya.

Jisung sempat berniat untuk menghentikan Jaemin, tetapi sorot mata sahabatnya itu terlihat sangat menakutkan. Amarah benar-benar menguasai, hingga mengubahnya berubah menjadi monster pembunuh yang akhirnya berhasil menghabisi nyawa lelaki itu.

"Kau membunuhnya?" tanya Jisung dengan suara bergetar. Ia sangat ketakutan.

Jaemin menghapus jejak dengan menjatuhkan tubuh Haechan yang sudah tak bernyawa itu dari atap sekolah untuk menutupi tindak kejahatan yang telah ia lakukan.

Dari balik pintu tangga menuju lantai bawah, Jeno mengintip sedari tadi. Ia memutuskan mengikuti mereka saat tak sengaja melihat Haechan menarik Jisung dengan kasar menuju atap sekolah. Ia menyaksikan semua yang terjadi di sana hingga tubuhnya menjadi lemas seketika.

Tepat di hari pemakaman Haechan, Jaemin menyadari telah kehilangan gelang miliknya. Pun terselamatkan saat mengingat jika gelang perak milik Jeno ada padanya.

Saat tiba di lokasi pemakaman, ia sempat mencurigai Doyoung yang datang bersama Jeno. Dirinya yakin, pria itu tidak hanya datang sebagai tamu, tetapi ingin menyelidiki siapa pelaku pembunuh Haechan. Kali ini, gelang milik Jeno menyelamatkannya dari kecurigaan.

"Kau sakit," kata Jeno, memecah keheningan setelah ingatan itu menghilang.

Jaemin mendengus menahan tawa. "Kau tahu apa tentangku?"

"Kau sakit jiwa, Na Jaemin."

.

.