webnovel

Chapter 9: Saturday Night

Julia POV

Julia menyodorkan satu kaleng bir dingin dan di sambut baik oleh Rose. Di tangan kanannya ia sedang memegang satu bungkus fish roll, lalu menghelaa napasnya. "Ada yang ingin di bicarakan?" Julia meletakkan kalengnya di kaki bangku taman.

"Banyak sekali." Julia hanya tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya.

Ia membuka bungkusan fish roll tersebut dan meletakkannya di tengah-tengah. "Pernah... memakan street food?" Rose menyenderkan kepalanya di pundak Julia sambil menatap pesta yang ada di depannya.

"Mengapa kau memilih bekerja di EO daripada harus bekerja di perusahaan?" Julia melingkarkan tangannya di pinggang Rose dan merapatkan jarak mereka. "Apa semuanya terjadi ketika Adrian..."

"Adrian tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan ku, Rose. Aku yang bertanggung jawab atas diriku." Julia menghela napasnya kasar. "Aku hanya... ingin menitih karir ku. Apa itu salah?"

Rose menggelengkan kepalanya. "Tidak, kau benar." Mereka terdiam cukup lama hingga suara petasan membuat mereka berdecak kagum.

"Julia. Masuk" Julia menghela napasnya kasar dan memencet tombol bewarna oranye.

"Apa?" Rose menatap wajahnya.

"Para tamu sebentar lagi... sampai di ujung acara." Julia langsung berdiri dan mengekana kembali jaketnya.

Rose menatap Julia, lalu menghela napasnya kasar. "Aku... tidak membawa kendaraan. Aku akan menunggumu hingga selesai." Julia menggaruk alisnya.

"Baiklah..." Julia langsung bergegas menemui Jenny yang sudah menunggunya di backdoor.

.

.

.

.

.

.

Julia mematikan mesin mobilnya. "Sudah sampai..." Ia menatap wajah Rose yang sudah tertidur berselimutkan jaket miliknya. "Aelah... pake tidur segala lagi," ia langsung menghela napasnya kasar dan menatap rumahnya.

Julia langsung melepas sabuk pengaman yang ia kenakan, lalu keluar untuk menggendong Rose yang sudah tertidur pulas. "Ber..."

"Eh, lo udah pulang?" Julia menatap Irene yang kini berada di hadapannya. "Lah, itu lo apain!?" Julia menghela napasya kasar.

"Lo mau apa? Ini udah malem. Gue abis ngurusin kondangan." Ucap Julia agak sewot. Irene meletakkan selang biru yang ia letakkan di pinggiran tiang rumahnya.

"Ngurusin kondangan apa mabok-mabokan." Julia hanya menghela napasnya gusar dan berjalan menuju rumahnya. Julia yang sadar ia menggendong Rose, hanya menghela napasnya kasar.

"Rene! Tolong bantu buka pintu dong!" Panggil Julia. Irene langsung berjalan gontai menghampirinya. Ia langsung merogoh saku kiri dan kanan Julia, namun ia tidak menemukannya.

"Lo tarok mana kuncinya?" Julia hanya menghela napasnya kasar dan menggeram. "Udah ya? Gue pulang dulu! Dah malem nih..."

Julia hanya menghela napas dan menatap Rose yang masih tertidur lelap di gendongannya. "Kau benar-benar... berat." Julia langsung mendudukan Rose sambil menahan kepalanya. Ia merogoh saku kemejanya.

"Apa sudah sampai?" Julia menatap wajah Rose dan mengedipkan matanya berkali-kali. Mereka terdiam cukup lama. Suara pintu di buka membuat Julia langsung berdiri tegak dan berjalan mundur.

"Oh, Tu... m-maksudku, Julia dan... Yang Mulia Eponine?!" Julia menghela napasnya kasar dan tersenyum kikuk. "Apa..."

"Lebih baik kau istirahat, Walter. Aku akan baik-baik saja." Walter menganggukkan kepalanya dan kembali masuk. Julia menghela napasnya kasar dan menatap Rose.

"Kau masih harus mengantar ku pulang." Julia duduk di kursi samping Rose, menyandarkan punggungnya sambil memutar-mutarkan korek api dengan jarinya. Jemarinya begitu lihai memainkan korek tersebut dengan jarinya.

"Tidurlah di sini terlebih dahulu. Aku begitu lelah..." Julia menopang dagunya sambil menatap jalanan yang sudah sepi di malam itu. Langit begitu gelap dan dingin.

Rose POV

Rose menyenderkan kepalanya. "Baiklah..."

"Gila sih... capek banget. Besok ngapain enaknya ya? Rebahan doang atau gimana? Apa Seninnya gue ijin aja?" Rose mengerutkan keniingnya. "Aelah! mendingan istirahat aja seharian gila kaki gue aja sampe gempor gini. Kalo di pikir-pikir, gue buka ginian rame gak ya,di Indo? Kalo misalnya rame ya... mending buka EO sama WO aja."

Rose tertawa kecil membuat Julia menengok kearahnya dengan kerutan di wajahnya. "Tidak... tidak..." Julia menghela napasnya lega.

"Ngomong-ngomong, kenapa Irene tadi minjem selang gue?" Rose masih menatap wajahnya dari samping.

"Mengapa tadi tidak menanyakannya?" Julia mengendikkan bahunya. Rose menyandarkan kepalanya di pundak Julia dan memejamkan mataya.

Julia POV

Julia menatap wajah Rose yang kini memejamkan matanya. "Apa kau... lapar? Aku ingin membeli makanan ringan." Ungkap Julia seraya mengeluarkan handphone miliknya.

"Aku ingin seperti ini sebentar." Julia diam dan berusaha untuk tidak menggerakkan tangan kanannya. "Mengapa pundak mu begitu nyaman?"

Julia hanya tertawa kecil. "Jika itu menurutmu nyaman aku hanya bisa memberikan pundak nyaman, cinta yang tulus, dan... uang gaji."

Rose membuka matanya perlahan lalu tersenyum. Julia merasakan Rose memeluk lengan Julia dengan erat. "Adrian sering sekali berbicara tentang mu, Julia. Dia suka sekali mengumpat jika mendengar nama mu," ucapnya.

Julia hanya menghela napasnya kasar. "Menurutmu... apa kematian Adrian ada sangkut pautnya dengan ku?" Rose mengkerutkan keningnya. "M-maksud ku..." Julia menopang dagunya sambil menatap mobil BMW320i keluaran tahun 90 terparkir di garasi miliknya.

"Sebelum ia mati, ia berpesan agar aku bisa mencintaimu." Rose hanya diam dan menatap wajahnya. "Adrian... mencintaimu, tapi... apa ini yang di namakan takdir?" 

Rose hanya diam menatap wajah Julia dari samping dan ia berperang dengan pikirannya. "Entahlah, tapi... beberapa peramal yang aku minta dan para tetua sudah memprediksikan hal ini terjadi. Aku... berusaha untuk mencintai mu."

Julia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan tertawa kecil. "Aku tidak di sana ketika ia..." Julia menghela napasnya kasar dan tersenyum getir.

Rose hanya diam dan mengusap-usap punggung Julia dengan lembut. "Hari ini... aku memutuskan untuk..." Julia menunggu Rose untuk melanjutkan perkataannya. "Untuk... berusaha membuka hati mu dan menerima takdir yang aneh ini."

Julia hanya tertawa kecil dan tersenyum tipis. "Huff..." Julia mendangakkan kepalanya dan angin malam itu berhembus dengan lembut di wajahnya. "Apa... kau bisa menerima kekurangan ku?" Rose menatap hijau menyala Julia.

Ia menggenggam tangan kanan Julia dengan erat seakan-akan tidak ingin melepasnya dan segera hilang. "Apa yang terjadi di masa lalu, lupakanlah! Aku akan berusaha untuk tidak mengulangi luka yang kau alami."

Julia menghela napasnya kasar dan mengangguk-anggukan kepalanya. "Baiklah..." Julia beranjak dari tempat duduknya. "Aku... ingin menunjukkan mu sesuatu. Ingin ikut?" Rose menatap Julia.

"Jika tidak mau, yasudah! Aku..." Rose langsung menggenggam tangannya dan berdiri.

Julia tertawa kecil dan tersenyum tipis. "Bukannya kau... ingin beristirahat. Lagi pula... ini sudah larut." Julia hanya berdehem dan menganggukkan kepalanya.

"Aku hanya ingin mengajak mu menonton film di kamar ku. Kau kira aku akan mengajakmu kemana?" Ucapan Julia membuat wajahnya memerah. Julia tertawa karena melihat wajah Rose yang kini sudah memerah.

"Hahaha... aku tidak..." Rose menginjak kaki Julia dan membanting pintu rumahnya. Julia hanya bisa meringis sambil memegang kakinya yang sakit akibat hak yang di kenakan oleh Rose meremas jari kakinya.

.

.

.

.

.

.

Jangan lupa untuk share, vote, komen, dan tambahkan ke library! Karena setiap hal kecil yang kalian lakukan dapat membantu Author makin termotivasi untuk menulis.