Riki terdiam lama, sambil terus memandangi lorong yang tidak lagi menampakkan punggung kedua orang tuanya yang baru saja pergi beberapa saat yang lalu. Hatinya hancur saat mengingat sorot mata ibunya yang benar-benar kecewa, tetapi juga puas karena telah membuat sang ayah seperti kehilangan arah.
Ia menghela nafas dalam-dalam, lalu berbalik dan membuka pintu kamar dengan perlahan. Dini masih terbaring dengan posisi tubuh yang miring membelakanginya. Pemuda itu tidak tahu kalau Dini diam-diam menyeka air matanya yang terus mengalir membasahi bantal milik rumah sakit tersebut.
"Apa kau ... sudah merasa baikan?" tanya pemuda itu.
"Hmm!" sahut Dini, tanpa menoleh atau pun membalikkan badannya ke hadapan Riki.
Riki tahu kalau perempuan itu juga kemungkinan telah mendengar pertengkaran mereka saat berada di luar kamar. Ia duduk di dekat tempat tidur itu, lalu menghela nafas dan menghempaskannya dengan perlahan.
"Mereka memang seperti itu. Abaikan saja!" ucap Riki.
Support your favorite authors and translators in webnovel.com