Arif sudah tergila-gila pada Leony, sejak malam ketika mereka bercinta. Penolakan dari wanita itu membuatnya makin terpacu semangat untuk mendapatkan sebongkah hati Leony.
"Pokoknya aku harus bisa mendapatkan Leony dan menjadikannya istri mudaku," ucapnya dengan riang gembira.
Pria bertubuh tambun itu melenggang masuk ke dalam tempat yang dinamakan dengan 'tempat seks' itu. Ia ingin menemui Leony di sana. Arif mengedarkan pandangan untuk menemukan wanita pujaan hatinya. Kemudian, bertanya pada para penjaga yang bertubuh kekar nan tinggi semampai untuk mencari Leony.
"Leony mana? Aku ingin menemuinya," ucap Arif pada salah satu dari mereka.
"Silakan Anda tunggu dulu di ruang depan, saya akan menyuruhnya ke luar kamar."
"Baiklah, aku tunggu."
Arif berjalan menuju ke ruang depan dan duduk di atas sofa. Sembari menunggu kedatangan Leony kemari, ia lalu menelepon Mira. Ia ingin meminta sesuatu pada wanita yang usianya tak jauh darinya itu.
"Hallo, Mira. Kamu di mana sekarang?"
Terdengar jawaban dari seberang telepon. "Aku lagi di luar, Rif."
"Aku sekarang lagi di tempatmu nih. Mau ketemu sama Leony."
"Wiih, rupanya kamu sudah tergila-gila sama dia, ya, Rif? Sampai rela ke tempatku tiap hari."
Ya, memang benar kalau Arif sudah merasa jatuh hati pada Leony. Ia bahkan ingin menjadikan wanita itu sebagai istri mudanya. Walaupun Dika dan Rani tak setuju dengan hal ini, ia tetap akan melangsungkan pernikahan dengan Leony.
"Aku mau bicara sesuatu padamu penting. Masih lama gak kira-kira kamu di luar, Mir?" Arif ingin meminta Leony pada Mira.
"Hmm, gak kok. Sebentar lagi mau pulang juga. Tunggu ya."
Alhasil, Leony sudah ada di hadapan matanya sekarang. Wanita itu tampak masam wajahnya. Namun, Arif tak peduli sama sekali. Ia sudah terbuai dengan kecantikan dan kemolekan tubuh Leony. Ia pun segera memutuskan panggilannya bersama Mira secara sepihak.
"Leony, ayo duduk sini, Sayang." Arif menepuk-nepuk sofa agar Leony mendekat padanya.
Namun, Leony enggan untuk mendekat pada Arif. Ia duduk di seberang sofa, bukan berada di sebelahnya. Hingga Arif pun bertanya padanya.
"Ony, kenapa kamu duduk di sana, sih?"
"Biarkan saja aku di sini!"
Arif memandang Leony dengan tatapan nanar. Ia tak ingin dijauhi oleh wanita itu. Arif pun langsung mendekat padanya, duduk bersisian. Hingga membuat Leony jadi risih sendiri.
"Mas ini apaan, sih?!"
Leony langsung menepis tangan Arif dengan kasar, karena pria itu meraba-raba lekuk tubuhnya. Ia ingin berniat menjauh, tapi tak bisa.
"Alah! Jangan menolak kayak gitu! Bilang aja kamu mau diginiin kan, Ony?"
Arif memang mesum. Ia seakan haus dengan nafsu. Selalu bersikap seperti ini pada Leony.
"Ony, kamu mau gak nikah sama aku?" tanya Arif yang langsung mengucapkan hal seperti itu. Ia sama sekali tak merasa malu dengan usianya sekarang, terpaut jauh dari Leony.
"Apa?! Mas jangan bercanda, ya! Aku gak mau pokoknya!" Leony menolak dengan tegas karena dirinya memikirkan hati istrinya Arif dan juga Dika. Bagaimana keadaan mereka berdua kalau Arif sampai menikah lagi.
"Aku gak bercanda, Ony. Mana pernah aku bohong? Mas memang sayang sama kamu." Arif menangkup wajah Leony secara mendadak.
Wanita yang berada di depan Arif saat ini, tampak menolak dengan perlakuan manisnya. Leony menyentak tangan Arif dengan kasar. Ia juga memperingatkannya untuk tak datang lagi ke sini.
Tiba-tiba datanglah Mira dan menatap Leony dengan pandangan nyalang. Ia sempat mendengar ucapannya karena menyuruh Arif untuk tak datang ke sini lagi. Ia tak mau kehilangan pria itu yang sudah menjadi aset berharganya.
"Kamu ini bicara apa sih sama Arif! Gak boleh gitu sama dia!"
Leony hanya tertunduk lesu. "Iya, Mi. Maafkan aku."
"Bukan sama Mami, tapi sama Arif."
Leony begitu takut dengan Mira. Karena wanita dewasa berperawakan seksi itu bisa melakukan hal apa saja kalau dirinya membangkang sesuatu. Dengan terpaksa, Leony meminta maaf pada Arif karena ucapan kasarnya tadi.
Hal itu malah membuat Arif senang. Ia melihat sesuatu di balik sikap tegas Leony, bahwa wanita itu juga terkesan takut dan lembek pada Mira. Ini malah menjadi keuntungan tersendiri untuknya.
Setelah wanita itu meminta maaf padanya, Arif berkata pada Mira untuk mengajak Leony jalan-jalan ke luar sebentar. Hal itu membuat Leony membelalakkan mata. Ia tak mau ke mana-mana, apalagi jalan bersama pria tua bangka itu.
'Apa-apaan Mas Arif ini? Dia mau ajak aku ke mana, sih?!'
"Mi, maaf. Aku gak bisa ke luar, karena aku lagi gak enak badan," ucap Leony berbohong.
Seketika itu Arif langsung menyodorkan telapak tangannya untuk memeriksa suhu badan Leony. Pria itu menaruh tangan di keningnya.
"Kamu gak panas, Sayang. Ayo, cepat siap-siap sana."
"Gak, Mas. Aku lelah sekali, ingin istirahat."
"Alah! Paling cuma akal-akalan kamu aja, Leony! Udah sana pergi sama Arif," ketus Mira.
"Kenapa harus aku, Mas? Padahal stok wanita di sini sangat banyak. Mas tinggal pilih saja dan semuanya juga cantik."
"Tapi, kalau hati aku cuma tertambat sama kamu. Mau bagaimana lagi?" tanya Arif yang tak mampu membuat Leony membalas.
Seketika itu juga, Mira bersorak riang penuh kemenangan. Alhasil, mereka berdua pun jadi untuk jalan ke luar. Leony tampak ogah-ogahan karena ia tak mau jalan berdua dengan Arif, karena usianya sama seperti sang Ayah.
'Dasar pria tua bangka! Usia segini masih aja kelayapan cari wanita lain.'
"Mir, aku mau ajak Leony ke luar sebentar, ya." Arif mengedipkan sebelah matanya pada Mira dengan manja. Hal itu malah membuat Leony makin merasa gelo saat berdekatan dengan Arif.
"Bawa aja Leony pergi, lama-lama juga gak apa-apa, kok."
Leony melebarkan bola matanya. Bisa-bisanya Mira malah menyuruhnya untuk berlama-lama berduaan dengan pria yang usianya sudah tak lagi muda itu. Ia tak ingin harus seperti ini.
Arif merasa senang bukan main. Ia lekas membawa Leony pergi untuk jalan berdua. Ia menyodorkan tangan ke arah wanita berparas cantik itu, berharap uluran tangannya dibalas oleh Leony.
"Ayo, Ony. Kita berangkat, Sayang."
Namun, uluran tangan Arif tak disambut dengan baik oleh Leony. Wanita itu langsung pergi ke luar, berlalu dari hadapannya begitu saja. Pemandangan yang tak mengenakkan itu langsung membuat Mira begitu murka. Ia akan memberi pelajaran pada Leony setelah pulang nanti.
"Duh, maaf ya, Rif. Dia anaknya memang seperti itu. Tapi, Leony itu nurut kok." Mira merasa tak enak dengan tamu istimewanya itu.
"Gak masalah, Mir. Yang penting dia sudah mau jalan berdua sama aku. Itu sudah lebih dari cukup."