16 Chapter 15 (end)

Ke esokan malamnya~

Paris, 22.30 malam

Sesuai rencana sadis yang sudah dibahas oleh Monalisa juga Gabriel, malam ini rencana besar mereka itu akan dilaksanakan. Rencana untuk membunuh seorang pria dengan julukan iblisnya yang terkenal akan kekuasaan juga lautan emas dan gudang berliannya, Richards Morgano.

Di sebuah gedung mewah berlapis kaca, tepat di lantai 10 bangunan itu, malam ini akan di adakan sebuah pesta untuk perkumpulan orang-orang kaya ternama yang memiliki kehormatan besar. Mustahil jika tak ada seorang Morgan didalam situ. Bahkan ia lah sang bintang utamanya.

Dimana ada perkumpulan umat Billionaire, di situ pula ada sosok Morgan yang menjadi tamu undangan terhormat.

Dengan stelan kemeja hitam licin dan warna jas yang senada, Morgan mulai memasuki ruangan yang telah dipenuhi oleh umat-umat Billionaire tersebut. Derap langkah kaki pria itu yang dibungkus oleh sepatu hitam mengkilap super mahal, mulai berjalan di atas karpet merah dan menghujani seluruh sudut di ruangan itu dengan auranya yang mencekam juga syarat akan kekuasaan.

Cincin bermata berlian di jemarinya begitu silau menarik semua mata untuk memandanginya. Aroma parfumnya yang memabukan membuat semua orang begitu hafal akan kehadirannya.

Dengan sorot mata yang tajam seakan bisa melucuti siapapun hanya dengan tatapannya, begitu menjadi ciri khas dirinya yang tak bisa di elak oleh siapapun jika pria bertubuh tinggi tegap itu sangat memukau hati seluruh kaum hawa.

Tap, tap, tap..

Ketukan sepatu mahalnya pada lantai seakan-akan ada sosok iblis jahat yang sedang mencari mangsanya untuk dibuang kedalam jurang maut. Begitu kuat dan mencekamnya, sampai membungkam semua mulut juga mata untuk hanya melihat kearahnya saja.

Di ujung sana, tepat di depan sebuah meja kaca yang terisi dengan beraneka macam minuman alkohol kelas tinggi yang mahal, telah tersedia sebuah sofa khusus untuk pria itu. Sang tamu undangan terhormat malam ini.

Morgan mulai duduk dengan santai, lalu memangku satu kakinya sambil menatapi keseluruh ruangan. Matanya sedang mencari seseorang. Bukan, bukan Monalisa yang di carinya. Tapi Bruno, sahabatnya yang sudah beberapa bulan ini tidak pernah di jumpainya.

Dan disana. Di sebuah sofa berwarna hitam, nampaklah sosok Bruno yang sedang menikmati segelas alkohol dingin ditangannya. Sudah Morgan tebak, tidak mungkin jika tak ada Bruno di pesta malam ini.

Nampaknya Bruno pun sudah melihat sosok Morgan. Tidak mungkin juga jika Bruno tidak hafal dengan aura mencekam Morgano sahabatnya itu.

Semua orang, semua mata, semua pandangan, begitu memperhatikan Morgan dengan tatapan penuh kagum juga was-was jika mata mereka tertangkap oleh sorotan tajam mata pria kekar tersebut.

Sepuluh menit sudah berlalu, Morgan pun telah menikmati pesta glamor malam ini. Dirinya sudah meminum beberapa gelas alkohol mahal dengan ditemani oleh banyak orang-orang ternama.

Dentumin musik khas ala spanyol membuat semua orang di dalam situ begitu menikmati pesta malam minggu ini dengan puas. Tak ada kekacauan, tak ada keributan. Pesta berjalan dengan begitu mulus.

Sampai...

Semua mata kembali terpaku oleh hadirnya sesosok wanita yang begitu cantik dan seksi saat memasuki ruangan mewah tersebut.

Gaun merah yang melekat di tubuh ramping wanita itu, juga lipstik merah terang yang melapisi bibir wanita tersebut semakin menambah kesan betapa mahalnya wanita itu.

Monalisa, wanita itu hadir dan membuat semua makhluk yang bernafas diruangan tersebut begitu terpukul akan pesona dirinya yang sanggup membuat pria mana pun untuk tunduk dibawah telapak kakinya.

Langkah Monalisa terus berlanjut. Kontak mata antara dirinya dan Morgan terhubung begitu kuat. Morgan tak kaget dengan kemunculan Monalisa, hatinya pun telah mengatakan jika malam ini ia akan bertemu sesosok wanita yang amat di cintainya, juga akan terjadi sesuatu yang cukup menguras tenaga.

Dengan sorot mata masing-masing yang begitu tajam, Monalisa melangkah dengan seksi menuju dimana posisi Morgan berpijak. Senyum cantik licik terus terukir pada bibir wanita itu.

"Kau bukan Monalisa ku" Cicit Morgan dalam hatinya sambil terus menatap tajam bagai belatih tepat pada kedua mata Monalisa yang begitu indah, namun tersirat sesuatu yang tidak Morgan ketahui.

"Monalisa?" Berbeda dengan Morgan yang sama sekali tidak merasa kaget, Bruno begitu di buat bingung akan munculnya sosok Monalisa malam ini. Wanita itu Monalisa, tapi seperti bukan dirinya.

Sesuai dugaan semua orang, Monalisa pun berhenti tepat didepan Morgan yang sedang duduk sambil memegang gelas kaca cantik berisikan alkohol.

"Maaf membuat mu menunggu lama" Bibir cantik itu mulai bertipu muslihat. Dengan senyum ularnya, Monalisa mulai duduk diatas pangkuan Morgan sambil melingkari leher tegas pria itu dengan kedua tangannya yang gemulai.

Bagai raja iblis kejam yang sedang memangku ratu ularnya yang licik, kedua manusia itu begitu memukau semua mata yang menyaksikan mereka. Sangat sempurna.

Bruno pun sampai ingin rasanya ia mengeluar kan bola matanya untuk melihat lebih jelas dua manusia yang amat sempurna itu. Menakjubkan. Aura kejam penuh kuasa berpadu dengan pesona yang luar biasa tidak wajarnya, benar-benar tidak manusiawi.

"Merindukan ku? Hm?" Monalisa mengelusi rahang kokoh Morgan dengan halus, lalu mengecup bibir seksi Morgan dengan godaan yang menggila.

Morgan tersenyum tipis. Entah siapa wanita ini sebenarnya, tapi hadirnya selalu membawa gelora yang sama pada hati Morgan. Gelora dan rasa yang tidak pernah berubah dari awal pria itu membelinya dari perdagangan manusia.

"Sangat. Sangat merindukan Monalisaku, Monalisaku yang dulu" Jawab Morgan dengan suaranya yang berat sambil mengecup bahu Monalisa yang putih dan mulus.

Monalisa terkekeh begitu geli. Seperti dugaannya, Morgan memang sangat merindukan kehadirannya.

Tak ada satu orang pun yang berani untuk mengganggu momen antara Morgan dan Monalisa. Semuanya seakan hanyalah kuman yang siap di basmi jika mencari gara-gara. Begitupun Bruno, dirinya hanya bisa meliriki kedua orang itu sambil terus meneguk alkohol dingin ditangannya.

"Harusnya kau menulis sejarah hidupmu terlebih dahulu sebelum ke pesta malam ini." Ucap Monalisa didepan wajah Morgan, lalu melumat bibir pria itu tanpa permisi. Di lumatnya secara bergantian bibir atas juga bawah milik Morgan dengan lembut.

Morgan membiarkan Monalisa bermain seorang diri. Ia menutup matanya sambil menikmati tiap lumatan juga kecupan pada bibirnya.

Sampai pada saat musik telah berganti...

"Aku akan kembali." Monalisa berdiri dari pangkuan Morgan, dan segera pergi dari dalam ruangan tersebut.

Tak ingin kembali kehilangan jejak, Morgan pun ikut berdiri dan mengikuti Monalisa dari belakang. Bruno yang melihat seperti ada pergerakan yang aneh, akhirnya ia pun ikut berdiri dan mengikuti kedua orang itu.

Monalisa berlari terburu-buru masuk kedalam lift, lalu menelfon Gabriel yang sedang menunggunya di bawah, di halaman gedung mewah tersebut.

"Ledakan sekarang!" Suruhnya pada Gabriel, dan seketika...

Bum..

Meledaklah tiga buah bom secara bersamaan yang sudah terpasang didalam ruangan pesta tadi. Target Monalisa juga Gabriel hanya seorang Richards Morgano, tapi mereka tidak segan-segan untuk membunuh yang lainnya hanya untuk memastikan kalau pria itu akan mati didalam ruangan pesta itu.

Saat telah tiba di bawah, segera mungkin Monalisa ingin masuk kedalam mobilnya yang diberikan oleh Gabriel.

Namun saat ia akan membuka pintu mobilnya untuk masuk, sebuah tangan kekar menahan begitu kuat pergelangan tangan Monalisa.

"Jadi ini rencana mu? Kau ingin membunuh kami semua yang ada didalam? Hah? Oh tidak, aku. Hanya aku yang ingin kau bunuh. Benar begitu?"

Morgan tidak tahan lagi dengan sikap Monalisa yang sekarang. Ia berbicara dengan sedikit membentak dan mencengkram begitu kuat tangan wanita cantik tersebut.

Benar dugaan Monalisa, rencana awal dirinya bersama Gabriel masih meleset. Semua orang didalam ruangan pesta tadi telah mati, tapi tidak dengan Morgan.

Oh tidak, bukan hanya Morgan. Ada Bruno yang muncul dari belakang Morgan sambil memandangi Monalisa dengan tidak percaya.

"Lepaskan aku!" Dengan sekali hentakan yang kuat, Monalisa berhasil melepaskan tangannya dari cengkraman Morgan. Ia pun segera masuk kedalam mobilnya dan langsung pergi dari sana.

Gabriel yang melihat sosok Morgan bersama Bruno, ia telah lebih dulu pergi dan merasa terancam.

Morgan dan Bruno saling melihat, lalu berangguk bersama dan segera masuk kedalam mobil milik Bruno.

Meleset. Rencana kedua pun telah meleset, karena Morgan sudah tahu jika di mobilnya sudah dipasangi bom yang siap meledak bersama dirinya.

Dari mana pria itu bisa tahu? Hanya dari logikanya. Jika didalam ruangan tadi yang terdapat banyak orang Monalisa dan Gabriel masih nekat untuk memasang peledak hingga menewaskan semua orang, bagaimana tidak dengan mobilnya, yang hanya akan ia naiki seorang diri.

Kali ini Morgan yang menyetir. Bruno sudah menyiapkan mentalnya dan menerima dengan lapang dada jika malam ini dirinya akan mati karena cara mengemudi Morgan yang seperti ingin menuju neraka, mengerikan.

"Tuan mesum, tolonglah mengerti" Bruno memejamkan matanya dan memegang jantungnya yang seperti ingin jatuh dari peradaban. "AKU BELUM MENIKAH, KEPARAT. AJAK LAH AKU MATI, TAPI DENGAN CARA YANG TERHORMAT." Teriak Bruno yang sudah ketakutan dengan cara mengemudi Morgan.

Lama tak berjumpa dan bercakap, Bruno masih tetap sama. Ia memang layak menjadi sahabat Morgan, begitu baik dan tak pernah memendam benci dalam hatinya. Diam-diam Morgan ingin tertawa rasanya melihat ekspresi wajah Bruno yang begitu ketakutan sampai menarik nafasnya berulang-ulang kali.

Kembali fokus kepermasalahan.

Monalisa yang kesal pada Gabriel begitu mengutuk-ngutuki pria bodoh itu. Harusnya ia tahu, kalau rencana Gabriel adalah rencana ingusan tidak berguna jika untuk membunuh seorang iblis.

Sambil mengemudi dengan laju, Monalisa menelfon Gabriel yang juga telah kebingungan karena mereka sedang di ikuti oleh manusia dengan keberuntungan dewa mautnya.

"Lihat? Rencana kacang mu itu memang tidak berguna. Berhenti disitu, bodoh!" Kesalnya pada Gabriel.

"Kenapa memarahiku? Jika rencanaku gagal, sekarang adalah giliranmu untuk membunuhnya langsung dengan tanganmu sendiri."

"Setelah dia, kau yang akan ku habisi dengan tanganku sendiri" Putus Monalisa lalu menutup panggilan mereka.

Morgan yang terus menginjak full gas mobil Bruno karena sedang mengejar mobil Monalisa yang sedang berada didepan mereka, seketika dirinya harus menginjak rem mobil itu dengan begitu mendadak karena Monalisa pun telah berhenti dengan seketika di tengah jalan raya yang cukup sepi.

Mobil Gabriel yang berada didepan mobil milik Monalisa pun telah berhenti. Ketiga mobil sport mewah tersebut telah berhenti dengan bersamaan, dan mereka semua pun keluar dengan bersama pula.

Jangan tanyakan bagaimana aura dan suasana dilokasi itu saat ini. Bruno sampai bingung dimana dirinya sekarang. Angin malam dengan cuaca yang mendung, ditambah aura penuh kuasa yang dimiliki oleh Morgan dan aura kelicikan Monalisa benar-benar sangat terasa.

Monalisa berjalan dengan langkah cantik juga gemulai menuju Morgan sambil menodongkan pistolnya dan siap untuk menarik pelatuk.

Sedangkan Morgan? Pria itu justru ikut maju dan membentangkan kedua tangannya seakan siap untuk mati ditangan wanita yang amat ia cintai. Ya, ia telah sadar akan perasaan CINTANYA pada Monalisa yang BEGITU DALAM.

"Morgan!" Panggil Bruno untuk menyadarkan sahabatnya itu.

Dan dari mereka semua, Gabriel adalah orang yang sangat bahagia melihat adegan drama malam ini.

"Tembak. Tembak aku!" Suruh Morgan saat ia dan Monalisa telah berhadapan dengan sangat dekat. Bahkan ujung pistol Monalisa pun telah mendarat pada dada lebar Morgan yang kekar.

"Aku tahu kau marah dan benci padaku. Aku tahu kau--"

"Ssstt..." Monalisa menghentikan ucapan Morgan dengan menyentuh bibir pria itu dengan ujung pistolnya yang berisi penuh peluru.

"Ucapkan kalimat terakhir yang ingin kau katakan, sebelum kisahmu berakhir mlam ini."

Hening sesaat. Sampai,..

"Aku mencintaimu." Hah? HAH? HAAAAH?

Monalisa menaikan satu alisnya.

"Katakan, katakan sekali lagi!" Suruhnya pada Morgan yang masih terus memasang wajah datar begitu pasrah jika dirinya harus mati ditangan wanitanya, Monalisa.

"Aku mencintai. Aku mencintaimu. Aku mencintaimu!" Ulangnya sebanyak tiga kali, dan langsung membuat Monalisa tersenyum. Wait! Tersenyum? TERSENYUM?

"Bagimana kalauu..." Monalisa berjalan memutari tubuh tinggi Morgan, lalu kembali berhenti ditempatnya semula berdiri.

"Aku pun mencintaimu. Sangat, sangat mencintaimu!"

Sekarang giliran Morgan yang menaikan satu alisnya sambil terkekeh.

"Licik. Lalu bagaimana dengannya?" Morgan menunjuk Gabriel dengan matanya, Gabriel yang masih berdiri tak bisa mendengar percakapan mereka sedari tadi.

Monalisa menyerahkan pistolnya pada tangan Morgan. "Lakukan hobimu sayang.." Katanya, lalu berjinjit memegang pipi pria itu dengan kedua tangannya..dan mengecup lama bibir Morgan dengan lembut.

Dengan satu tangannya Morgan merengkuh pinggang seksi Monalisa, dan dengan tangannya yang memegang pistol..Morgan, pria itu..

Dor!

Ia melepaskan satu peluru pada dada Gabriel tanpa melihat karena bibirnya yang masih dikecup penuh rasa cinta oleh Monalisa.

Dor!

Tembakan kedua pada kepala Gabriel dan membuat pria serakah yang bodoh itu tewas, mati ditempatnya berdiri.

Morgan membuang pistol ditangannya, lalu memeluk pinggang ramping wanitanya dengan erat. Mereka berciuman dan saling memeluk ditengah jalan raya itu dengan penuh rasa rindu yang mendalam. Dan mencueki Bruno yang sudah menggigiti kukunya iri.

Tak ada yang menduga jika akhirnya akan seperti ini. Ternyata Monalisa sendiri sudah merencanakan ini semua kemarin malam, ia mengikuti kata hatinya kalau ia pun sangat mencintai si mesum itu, ia mencintai pria yang mendapati julukan iblis itu, ia mencintai Morgan yang telah menyelamatkannya dari perdagangan manusia.

Sangat. Sangat mencintai pria mesumnya, Mr. Richards Morgano, si iblis RM.

"Aku ratumu sekarang"

"Selamanya, baby!"

END

***

avataravatar
Next chapter