webnovel

Meminta Maaf Tidak Ada Artinya

Editor: Wave Literature

Ji Xiaonian mengangkat kepalanya dari meja makan. Terdapat beberapa biji nasi yang menempel di mulutnya. Dia terlihat sedang menimbang-nimbang sesuatu, alisnya pun berkedut-kedut naik turun. "Benarkah? Apa kamu yakin? Tapi kalau dalam satu minggu itu aku merindukannya bagaimana?" tanyanya sambil tersenyum bodoh.

Menyuruhku untuk mengabaikan Bai Yan? Misi itu mana mungkin dapat berhasil aku lakukan. Lebih baik menyuruh Bai Yan untuk mengabaikanku! Itu baru masuk akal, gumam Ji Xiaonian pada diri sendiri. 

Lagi pula, Ji Xiaonian tahu bahwa dia tidak akan mungkin berhasil untuk mengabaikan Bai Yan. Jelas-jelas hati, mata dan seluruh hidupnya berporos pada pria itu itu. Bagaimana mungkin dia dapat bertahan hidup tanpa kehadirannya.

"Ji Xiaonian, apa kamu tidak bisa punya harga diri sedikit? Jaga imej sedikit saja masa tidak bisa?" ucap Ji Chen sambil menggeleng-gelengkan kepala. Dia sudah benar-benar tidak dapat berkata apa-apa lagi terhadap kelakuan adiknya itu. Dengan tidak sabaran dia menarik telinga Ji Xiaoyan dan berkata, "Kalau kamu terus-terusan seperti ini, lama kelamaan harga diriku juga ikut terbuang karenamu!"

Ji Chen sungguh tidak dapat mengerti, sebenarnya apa yang membuat adiknya itu menyukai Bai Yan hingga jadi seperti orang tolol seperti ini. Bahkan ketika pria itu sudah mengucapkan kata-kata yang menyakiti hati, Ji Xiaonian tetap saja memaafkannya dan berlaku seolah tidak pernah mendengar satu perkataan jahat pun dari mulutnya.

Selain itu, Ji Chen benar-benar tidak habis pikir bagaimana mungkin dia memiliki adik yang begitu polos dan tidak memiliki otak seperti Xiaonian. Dia tahu pasti, cepat atau lambat adiknya itu akan mengalami patah hati dan menderita karena cinta tak bersyaratnya itu.

Tidak boleh! Demi Xiaonian tidak menderita kelak, aku harus turun tangan untuk mengurus Bai Yan, batin Ji Chen dengan tekad yang sudah bulat. Dia tidak akan tinggal diam melihat Ji Xiaonian terluka. Dia juga berjanji pada dirinya sendiri bahwa dirinya akan membuat Bai Yan memahami kalau, adiknya, bukan lah budak cinta yang cinta mati padanya.

Sementara itu, Ji Xiaonian terlihat sibuk menghabiskan nasi goreng yang tersisa di piringnya. Melihat hal itu, Ji Chen tidak tahan meletakkan tangannya di atas kepalanya dan kali ini mengelus-elus kepala adiknya itu. "Hei, dengarkan aku. Aku jamin kalau kamu melakukan apa yang kusuruh, Bai Yan pasti akan kebingungan dan mencarimu nantinya. Oke?"

Ji Xiaonian akhirnya menghabiskan butiran nasi terakhir yang tersisa di piring. Lalu, dia menyandarkan tubuhnya di sofa sambil mengelus-elus perutnya yang membesar karena kenyang. Dia menoleh dan menatap Ji Chen, lalu berkata dengan senyum bodohnya itu, "Kak, aku beritahu ya. Sebenarnya Kak Yan telah berjanji untuk berpacaran denganku. Hehehe..."

Walaupun harus menunggu selama 2 tahun, tapi hal itu tidak jadi masalah bagi Ji Xiaonian. Sebaliknya, dia malah sangat menanti-nantikan ketika hari yang bahagia itu tiba.

"Kamu bilang apa? Dia sudah setuju untuk berpacaran denganmu?" tanya Ji Chen Dahinya terlihat berkerut-kerut berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya.

Ji Xiaonian pun kembali tersenyum melihat ke arah kakaknya, kali ini senyuman manis tersungging di bibirnya. Sepasang matanya memancarkan rasa bahagia yang tidak dapat dijelaskan oleh kata-kata. "Kamu juga meremehkan adikmu ini? Kalau dia tidak bersamaku, siapa lagi yang mau menerimanya. Laki-laki dengan temperamen seperti itu, mana ada perempuan yang tahan padanya selain aku."

Wajah Ji Chen terlihat menakutkan saat ini, perasaan terkejut, tidak percaya dan kesal bercampur menjadi satu di hatinya. Dia menatap tajam ke mata Ji Xiaonian yang saat ini terlihat sangat bangga seolah dia baru saja memenangkan piala emas.

Ji Chen tidak mempercayai perkataan adiknya barusan. Dengan kepribadian Bai Yan yang seperti itu, mana mungkin dia setuju untuk menjalin hubungan dengan bocah di hadapannya ini? Mau bagaimana juga, dia tidak akan percaya akan perkataan Ji Xiaonian barusan.

"Berhenti berusaha membodohi kakakmu ini. Kakakmu ini adalah orang yang berpengalaman dalam hal-hal semacam ini. Melihat sikapnya yang begitu tidak peduli dan dingin terhadapmu, bagaimana mungkin dia menyetujui untuk menjalin hubungan denganmu? Cepat jujur saja padaku. Sebenarnya apa yang telah dia katakan?" tanya Ji Chen yang mulai tidak sabaran.

Tapi jika dipikir-pikir kalau Xiaonian saat ini tidak mengatakan yang sebenarnya, tidak mungkin dia terlihat sangat bahagia hingga terlihat seperti orang tolol kegirangan sekarang ini, batin Ji Chen.

Namun, untuk benar-benar mempercayai Bai Yan telah setuju untuk berpacaran dengan bocah ini, Ji Chen terlebih tidak ingin mempercayainya. Dia tahu jelas bahwa sahabatnya itu tidak mudah untuk termakan bujuk dan rayuan. Dia sungguh-sungguh tidak dapat memahami jalan pikir pria tersebut jika itu benar adanya.

Mengetahui bahwa dirinya tidak akan dapat menyembunyikan sesuatu dari Ji Chen, Ji Xiaonian mengerucutkan mulutnya dan mulai terlihat gelisah. "Baiklah, Kak. Aku akan menceritakannya padamu. Jadi, Bai Yan memang mengatakan bahwa akan berpacaran denganku, namun aku harus menunggunya menyelesaikan tugas mengajarnya selama tiga tahun. Saat ini telah jalan satu tahun, jadi aku hanya perlu menunggunya dua tahun lagi. Sebenarnya aku juga tidak tahu dua tahun lagi kami akan menjadi seperti apa."

Ji Xiaonian berhenti berbicara sejenak, lalu menarik napas panjang mengumpulkan segala keberanian yang dimiliki olehnya. Walaupun di dalam hatinya ada sebongkah perasaan khawatir dan kacau balau, namun dia tetap meyakinkan bahwa dirinya telah melakukan hal yang benar hingga saat ini. 

Kali ini, Ji Xiaonian menatap lurus ke mata Ji Chen dan berkata, "Kak, percayalah padaku. Tidak peduli saat ini ataupun dia tahun lagi, Bai Yan ditakdirkan untukku. Pasti!"

Ji Xiaonian tahu, asalkan pantang menyerah, asalkan setiap hari berada di sisi Bai Yan, dua tahun kemudian pria itu pasti akan menjadi miliknya. Dan lagi, dua tahun lagi usianya akan mencapai usia legal seseorang untuk dapat menikah. Terpikir akan hal ini, lagi-lagi dia tidak tahan untuk tidak tersenyum. Kali ini sebuah senyuman yang sangat lebar menghiasi bibir kecil gadis itu. Dia berpikir bahwa skenario yang ada di kepalanya barusan sungguh teramat sempurna.

Mendengar hal ini, Ji Chen terdiam dan berpikir. Dahinya berkerut naik turun tanda dia sedang berpikir keras. Akhirnya, dia kembali menatap ke arah adiknya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. 

"Baiklah kalau begitu ceritanya. Aku juga tidak akan mengatakan apa-apa lagi. Aku hanya ingin mengingatkan satu hal padamu, kurang-kurangi terus menempel padanya dan juga usahakan jangan pernah membatasi ruang geraknya. Semua laki-laki paling tidak suka dikekang oleh perempuan. Kamu ingat baik-baik nasehat dariku yang satu itu," jelas Ji Chen sambil mengusap kepala adiknya.

Ji Xiaonian menatap lekat-lekat ke wajah Ji Chen, tepat ketika dia membuka mulut ingin mengatakan sesuatu, terdengar suara pintu dibuka dari luar. Dia menoleh ke arah sumber suara tersebut, lalu dilihatnya Lu Yifei berdiri di depan pintu.

Melihat Ji Xiaonian duduk di sofa ruang tamu, dahi Lu Yifei sedikit berkerut. Dia cukup terkejut atas keberadaannya. "Kapan kamu pulang? Kenapa tidak membiarkanku mengantarmu?" tanyanya sambil tersenyum.

"Kamu sendiri kenapa kembali?" Bukannya menjawab pertanyaan Lu Yifei, Ji Xiaonian malah balik bertanya.

Lu Yifei menatap sekilas Ji Chen yang berada di samping Ji Xiaonian, lalu mengembalikan tatapannya ke arah gadis itu. "Tulisan yang aku tulis kemarin tertinggal di kamar. Aku datang untuk mengambilnya," jawabnya lagi-lagi sambil tersenyum pada gadis itu.

Namun, sebenarnya Ji Chen lah yang memanggilnya untuk kembali. Hanya saja Lu Yifei tidak menyangka bahwa Ji Xiaonian juga pulang ke rumah hari ini.

"Xiaonian, besok pagi kamu ada kelas, kan? Cepat istirahat sana," ucap Ji Chen mengingatkan. 

Ji Xiaonian dengan perut kenyangnya, tidak memikirkan apa-apa lagi, lantas berdiri dari tempat duduknya. Dia pun melambaikan tangan ke arah kakaknya dan Lu Yifei, lalu menaiki tangga menuju ke kamarnya.

Begitu Ji Xiaonian naik ke kamarnya, Ji Chen dengan segera mengajak Lu Yifei untuk keluar.

***

Keesokan harinya...

Matahari telah bersinar terang dan itu artinya Ji Xiaonian harus segera bersiap untuk pergi ke sekolah. Awalnya, dia berencana untuk menunggu Bai Yan menjemputnya, namun Ji Chen mengatakan bahwa belakangan ini perusahaan sedang mengalami masalah. Sehingga kakaknya memintanya untuk tidak mengganggu pria itu dulu untuk sementara.

Karena hatinya ikut sedih dan prihatin akan Bai Yan, maka pagi ini Ji Xiaonian memutuskan untuk tidak lagi menunggunya datang menjemputnya. Pagi ini, dia diantar Lu Yifei pergi ke sekolah.

Sesampainya di sekolah, Lu Yifei memarkirkan mobilnya di parkiran sekolah. Lalu, Ji Xiaonian keluar dari mobil diikuti oleh 'pengawal' pribadinya itu. Dia melihat ada yang aneh dengan cara berjalan pria itu pagi ini. Belum lagi raut wajahnya yang tampak sangat lelah dan kantung mata yang terlihat begitu hitam di bawah matanya.

"Lufei, kamu baik-baik saja?" tanya Ji Xiaonian. 

Lu Yifei menoleh dan tersenyum menatap Ji Xiaonian, lalu menjawab, "Emm. Aku baik-baik saja."

"Lantas kenapa cara berjalan mu terlihat sangat aneh? Dan lagi wajahmu terlihat sangat pucat dan lelah hari ini. Ditambah lagi kantung mata yang terlihat begitu hitam. Memangnya semalam kamu tidak tidur ya?" tanya Ji Xiaonian yang mengkhawatirkan Lu Yifei.

Lu Yifei tersenyum kecut menatap Ji Xiaonian. Mulutnya tampak ingin mengatakan sesuatu, namun akhirnya dia mengurungkan niatnya dan terdiam. Lagi pula apa yang dapat aku katakan pada Ji Xiaonian? Masa iya dia mengatakan bahwa semalaman tidak tidur karena tidak habis-habisnya bercinta dengan seseorang? Gumamnya dalam hati.

"Kalau begitu aku kembali ke asrama terlebih dahulu. Kamu juga cepat pergi ke kelas, jangan sampai terlambat," ujar Ji Xiaonian pada Lu Yifei.

Takut terlihat rapuh oleh orang lain, Lu Yifei cepat-cepat pergi meninggalkan Ji Xiaonian. Melihat punggung pria itu yang menjauh, dia merasa bahwa ada yang aneh dengan pria itu. Cara berjalannya terlihat sedikit timpang, sungguh terlihat ada yang tidak beres pada dirinya. Namun, karena pria itu tampak tidak membutuhkan perhatiannya, dia pun membalikkan badan dan berjalan menuju ke asramanya.

Karena sudah merasa hafal dengan jalanan di sekolahnya itu, Ji Xiaonian berjalan sambil menundukkan kepala tanpa memperhatikan jalan. Dia terus berjalan dengan tangannya terlihat sibuk menekan tombol di ponselnya, berusaha untuk menghubungi Bai Yan.

Belum sempat telepon tersambung, kepala Ji Xiaonian tiba-tiba menabrak sesuatu. Dia terkejut dan mendongakkan kepalanya, ternyata dirinya telah menabrak seseorang. Dengan cepat dia menundukkan kepalanya untuk meminta maaf. 

"Eh maaf ya. Aku tidak berhati-hati hingga menabrakmu," kata Ji Xiaonian merasa bersalah. Begitu selesai meminta maaf, Dia mengangkat kembali kepalanya menatap orang yang ada di hadapannya. Oh my God! Orang ini tampan sekali! Jeritnya dalam hati.

Awalnya Ji Xiaonian merasa, Lu Yifei adalah seorang laki-laki yang begitu tampan. Namun kini, dia merasa bahwa orang yang ada di hadapannya barulah benar-benar wujud nyata dari kata tampan. Tentu saja hal ini juga dikarenakan lelaki yang di hadapannya tersebut terlihat masih muda. Mungkin tidak dapat disandingkan dengan ketampanan Bai Yan dan kakaknya yang terlihat jauh lebih dewasa. Walaupun begitu, tetap saja dia terpesona akan ketampanan itu. Tanpa disadari, dia sudah tenggelam dalam lamunannya.

"Gadis kecil, maaf saja tidak ada artinya," sahut pria itu sambil tersenyum licik.