webnovel

24. Chapter 24: Just For You

Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) menyiapkan 22 atlet yang turun di Asian Games. persiapan pencak silat menuju Asian Games sudah dimulai sejak SEA Games kemarin hingga Asian Games .

Dalam programnya ada beberapa perencanaan yang disiapkan secara matang. Dimulai dari menyiapkan periodesasi kemudian diperkuat oleh program nutrisi, psikologi, recoveri. Ada tiga sesi latihan yang dilakoni oleh atletnya. Dua sesi latihan secara umum masing-masing dua jam pagi dan sore lalu satu sesi latihan khusus per individu selama satu sampai 1,5 jam.

Para atlet termasuk Fannan dan timnya sedang berkumpul di padepokan Taman Mini Indonesia Indah untuk mengikuti sesi latihan menjelang Asian Games yang tinggal hitungan hari.

Tampak Fannan sebagai senior mulai berlatih dengan rekan setimnya yang juga termasuk jajaran senior. Sebab, Fannan adalah atlet yang selalu diandalkan dalam kategori male double. Mereka menghentakkan arena dengan kegigihan dan tingkat fokus yang tinggi.

Dalam pencak silat, sehebat apapun kemampuan menyerang akan percuma tidak memiliki kemampuan bertahan yang baik. Keduanya harus seimbang. Dalam pelatihan tersebut Fannan mampu menangkis lawannya dengan teknik tangkisan satu lengan dalam.

Dan melumpuhkannya dengan tendangan belakang setelah memantau dengan fokus. Membelakangi lawan. Putar tubuh sambil melakukan tendangan yang mengenai perut atau kepala lawan dengan telapak kaki

"Ok!" pelatih menyudahi latihan para senior tersebut.

Fannan langsung melakukan tos bersama keringat yang bercucuran. Semakin deras. Lantas segera mengambil tempat di sudut untuk beristirahat sambil meneguk air mineral dan membuka ponselnya.

"Sebentar lagi." Katanya sambil memandangi kalender yang diberi sebuah lingkaran.

"A! Lo mau makan malam kapan?" tanya juniornya.

"Nanti aja. Gue mau istirahat benar."

"Kita duluan, ya."

Fannan mengangguk, "Sok!"

Selama berlatih, dirinya memang selalu menempatkan diri untuk fokus. Tetapi, jika sedang sendiri seperti ini, pikirannya mulai kacau. Membuka ponsel dan memantau akun instagram milik Lynn yang sudah lama tak ada postingan baru.

Tampak postingan terakhirnya mengenakan sebuah dress cantik dan hijabnya yang menawan di depan sebuah butik -Marion Moslem Fashion Studio- seperti yang tertera dalam keterangan lokasi.

"Ini baju yang dipakai waktu gue pertama kali liat Lynn sama Ale." ujarnya memendam sesuatu. "Dan dia nggak posting foto lamaran? Apa kabarnya? Apa dia benar-benar tertekan dengan ide gila itu atau...?"

"Akhh!" Fannan mengusap wajahnya kasar, "Dia bilang jangan khawatir. Tapi, kenapa gue khawatir banget?"

***

Pagi-pagi sekali, Lynn mengantarkan rantangan berisi makanan untuk Fannan atas titah Ibu. Sebab, ia tinggal sendirian dan sedang bekerja keras untuk persiapan turnamen besar. Dukungan harus terus tercurah agar ia lebih bersemangat.

Tapi, rumah itu tampak sepi. Lampu masih menyala. Apa Fannan tak pulang? Atau masih tidur?

Lynn tetap menerobos rumah tak berpagar itu. Meletakkan makanan di atas meja sambil sesekali mengedarkan padangan ke segala arah.

"Oh?! Itu ada mobilnya! Berarti A Fannan di dalam." terka Lynn.

Alih-alih mengetuk, Lynn justru tetap terdiam disana. Menekuri lantainya dalam beberapa waktu. Semilir pagi menerpa ujung-ujung rambut. Semua itu berlalu sekonyong hening sampai Lynn meraih ponsel di saku celana.

Membuka laman chatt-nya dengan Fannan yang dibuka kembali setelah sekian lama tak menjalin komunikasi. Ya, sejak kejadian Fannan tau semuanya dan menyerang Ale secara sepihak.

Lynn sudah menulis panjang kalimat. Mulai dari minta maaf, penyemangat dan... pada akhirnya semua terhapus begitu saja. Terdengar embusan napas Lynn yang begitu bertenaga.. Mungkin, kali ini juga bukan waktu yang tepat untuk membuka komunikasi.

"Ternyata lo disini."

Suara itu membuat lamunan Lynn teralihkan. Seketika matanya membelalak dan langsung memberikan isyarat pada telunjuk yang mengarah ke bibir dan berlari kecil menghampiri Ale—pagi-pagi sekali, dia sudah sangat rapi.

"Ssst!" Lynn memukul lengan Ale, "Jangan kenceng-kenceng!"

"Apaan, sih?"

Lynn tak banyak bicara. Ia langsung memutar tubuh Ale yang jauh lebih besar darinya. Mendorong sampai ke mobil mewah pria itu.

"Udah gue bilangin jangan dekat-dekat cowok lain!"

Gadis itu menghentikan langkahnya, "Mana?! Hah?! Emangnya A Fannan ada?! Dia keluar?! Nggak, kan?! Kenapa sewot?"

"Gue nggak suka!"

"Emangnya gue suka sama Hana?!"

"Hah?" Agaknya Ale cukup terkejut dan belum bisa mencerna kalimat itu.

"Ah, bodo!" Lynn mendorong lagi Ale dari belakang. Tak ingin memperpanjang debatnya yang tak penting itu.

"Lagian lo ngapain sih pagi-pagi kemari. Nggak ada kerjaan, ya, lo?!" celoteh Lynn saat sudah berada di dalam mobil.

Ale menjetikkan jemarinya didepan mata Lynn yang langsung mengerjap untuk menyadarkannya, "Lupa? Hari ini gue mau bawa lo ke kantor buat meeting."

Sejak beberapa hari sebelum lamaran dan setelahnya, Ale masih menginap di hotel cabang Bogor dan baru hari ini akan kembali beraktifitas di Jakarta. Tapi, mengapa harus membawa Lynn? Mereka juga belum menikah.

"Gue?!" Lynn menunjuk dirinya sendiri.

"Uhmm." Ale mengangguk sambil mengemudikan mobil. "Lo kan calon istri gue. Pincess of Wales."

"Dih!" Lynn mengernyit sinis, "Ngaca! Lo pikir, lo Pangeran William apa?!"

Ale tertawa dan mengangguk yakin, "Iya! Gue Prince William, Lo Kate Middleton Princess of Bojong Gede." Ia menggila. Tawanya semakin menyeruak, membuat Lynn muak.

"Eh.. eh!" sadar Lynn cukup terkejut ketika mobil tak berbelok ke arah gang rumahnya.

"Kenapa?" tanya Ale memastikan setelah menghentikan tawanya.

"Gue mau mandi dulu, lah!"

Ale mendengus pelan. "Gampang! Lo mandi di tempat gue."

"What?!" pekik Lynn. Matanya membulat.

"Lo mikir jauh amat, sih!" kesal Ale. "Kita ke rumah Mama dulu. Ntar gue kasih satu staf yang ngurusin lo. Puas?!"

Lynn menciut. Tak punya kata-kata untuk diperdebatkan. Barangkali ia memang merasa bersyukur bercampur malu karena terlalu banyak memprotes kebaikan Ale. Itu semua membuatnya merasa canggung dan berakhir menggaruk telinganya yang tak gatal.

***

Mbak Santi sudah memberikan pakaian terbaik untuk Lynn. Bahkan gadis itu masih tak percaya saat berhadapan dengan cermin. Penampilannya benar-benar berkelas dan membuat kepribadiannya seolah berubah menjadi feminim. Dress hijau emerald tersebut memiliki detail A line serta jewel neckline.

Dress vintage sepertinya selalu menjadi andalan.

"Ngaca mulu!" celetuk Ale. Sosoknya mendadak muncul di cermin lengkap dengan setelan jas.

Jujur, penampilan pria itu sempat membuat Lynn tersedak salivanya sendiri. Sepertinya ia selalu dibuat terkejut setiap kali Ale berganti gaya pakaian, meski telah sering mellihatnya berulang kali.

Khmm.. Lynn berdeham untuk mengalihkan aliran tak menyehatkan itu dan berbalik berani menatap Ale.

"Gimana? Gue udah mirip Kate Middleton?" Lynn memutar badannya. merasa menjadi wanita tercantik di dunia.

Ale hanya memandangi datar, "Bau ketek, iya!" tutupnya tak mau memperpanjang dan segera melenggang.

Sambil menahan kesal dan sedikit kesulitan mengenakan heel yang cukup tinggi, Lynn berusaha mengekor di belakang Ale sambil terus mengomel panjang sekali. Pun Ale hanya tertawa tipis. Mengagumi kecantikan Lynn dalam diamnya.

Dan dibalik semua busana mewah yang dikenakan Lynn, ada peran Ale yang sudah menyiapkannya sejak semalam. Meminta para stylish untuk mencarikan pakaian terbaik untuk Lynn. Termasuk perias wajah.

***

Hari ini ada rapat bersama petinggi perusahaan hotel yang dikelola Ale. Ia ingin sekaligus memperkenalkan Lynn pada mereka yang merupakan kolega dari Almarhum Ayahnya sendiri dengan bangga dan bersemangat.

Pun Lynn juga tampak berbeda. Ia tampak anggun dan santun di hadapan para petinggi. Sepertinya pakaian yang dikenakan seolah mengatur segala pergerakan Lynn yang semula urakan menjadi bijaksana.

Semua petinggi yang hadis lantas mendoakan yang terbaik untuk pernikahan mereka.

"Terima kasih banyak, doanya, Bapak-bapak. Semoga semuanya berjalan lancar sampai hari H." Pungkas Ale tampak sangat berbinar, kemudian menatap Lynn lekat, "Ya, kan, sayang?"

Lynn yang semula tersenyum hanya untuk menghargai, medadak tercekat. Ia seolah berada di atmosfer lain saat mendengar kalimat-kalimat tak biasa. lagi, tatapan Ale selalu membuatnya tak terkendali. Tatapan dalam dan penuh arti.